#BestNine2019 Hal Mengesankan Dalam Dunia Literasi Bacaan Ipeh
Halo bookish friends, gimana kabarnya? Sudah akhir tahun, nih. Apa hal yang paling terkesan di tahun 2019 ini, terkait dunia literasi? Apakah teman-teman bookish ikutan Goodreads Reading Challenge? Sudah mencapai target membaca tahun ini?Kalau yang punya target baca terus belum mencapai target. Tenang. Tetap optimis, ya! Karena, tahun 2020 sudah menanti. Tinggal ganti kalender aja. Tapi, tetap dong, semoga semangatnya bertambah, minimal naik satu level gitu.
Tahun 2019 ini, awalnya Ipeh udah pesimis. Sepertinya enggak bakalan mencapai target membaca. Tapi, Allhamdulillah. Masih dikasih kesempatan untuk merasakan kembali mencapai target membaca.
Ternyata, membaca buku untuk bisa mencapai target itu juga butuh strategi. Terutama, kalau ada momen reading slump melanda. Tentunya harus disiasati sesegera mungkin.
Belum lagi ketika berhadapan dengan buku-buku atau jurnal online yang tidak ada di daftar Goodreads. Otomatis, tak ada penambahan capaian target setiap selesai membacanya.
Agak kesulitan di bagian seperti ini. Sampai bingung harus disiasati seperti apa. Tapi, sempat terbesit untuk menurunkan capaian target tahun 2020. Agar bisa membaca lebih banyak jurnal atau textbook yang enggak terdaftar di Goodreads.
Baiklah ada hal apa saja yang terjadi di tahun 2019 ini?
Berhasil Mencapai Target Baca 100 Buku 2019
Ini termasuk target Ipeh yang baru dimulai sekitar dua atau tiga tahun lalu. Keinginan untuk membaca 1000 buku dengan mencicilnya setiap tahun baca 100 buku.
Hal yang paling WAW buat Ipeh. Ketika Ipeh melihat bahkan ada yang mencapai target membaca 2019 buku tahun ini. Rasanya WAW.
Eh ingat, ini bukan untuk disindir. Kalian tahu enggak, kalau kemampuan membaca seseorang bisa sangat cepat tergantung seberapa sering mereka melatih kemampuan mereka.
Ini serius. Sama halnya dengan menulis. Dalam dunia tulis menulis pun, setiap orang punya kemampuan berbeda. Tapi, yang mampu menulis cepat dalam sehari adalah mereka yang sudah sering melatih kemampuan mereka.
Jadi, kalau ada keinginan untuk bisa membaca 1000 buku dalam satu tahun. Ya, harus dibiasakan untuk membaca minimal satu buku satu hari. Sebagai percobaan untuk membiasakan diri.
Kan lumayan, kalau sudah terbiasa membaca 365 buku dalam satu tahun. Nantinya, bisa menambah target bacaan. Karena, ini yang sudah Ipeh alami sendiri.
Dulu, Ipeh cuma memasang target membaca 30 buku setahun. Semenjak punya target membaca 100 buku, Ipeh langsung membuat siasat agar bisa mencapai target hingga akhir tahun.
Dari keinginan ini pula, akhirnya Ipeh berkenalan dengan banyak penulis. Beragam genre yang sebelumnya belum pernah Ipeh sentuh. Karena keinginan ini pula, justru Ipeh sering melampaui target baca dalam satu tahun.
Ini yang disebut Bisa Karena Terbiasa.
Dibandingkan menyindir orang yang mampu membaca sampai ribuan buku. Kenapa teman-teman bookish tidak mencoba sendiri? Siapa tahu bisa membuat sebuah gebrakan dalam diri sendiri yang membuat teman-teman bookish paham. Bahwa kemampuan teman bookish melampaui apa yang dipikirkan selama ini.
Kenalan Dengan Genre Young Adult
Gara-gara mengikuti akun Penerbit Spring, Ipeh jadi sering mendapat rekomendasi bacaan dari genre Young Adult. Tadinya, Ipeh sempat mikir, enggak deh enggak mungkin mampu baca YA. Karena, rasanya terlalu picisan. Itu yang Ipeh pikir sebelumnya.
Tau-tau, ternyata oh ternyata. Tahun ini cukup banyak membaca buku Young Adult. Berawal dari perkenalan dengan buku None of the Above. Yang cukup membuat WAW, karena ternyata buku YA juga banyak yang membahas issue penting.
Awalnya menganggap remeh sekarang malah ketagihan. Dan, mulai banyak membaca buku-buku YA yang ringan tapi punya bobot pembahasan yang cukup oke.
Gara-gara ini pula, akhirnya kenalan dengan penulis Kasie West. Yang menurut saya, cukup konsisten dalam gaya penulisannya. Meski untuk penggalian idenya, ada beberapa buku yang tidak begitu WAW.
Membaca Buku Genre Middle Grade
Baca buku untuk anak-anak sih sering. Tapi, khusus untuk anak beranjak remaja ini yang masih jarang. Pertama kalinya berkenalan dengan Whichwood karya Tahereh Mafi. Barulah paham kalau ada yang namanya genre Middle Grade.
Bacaan yang tokoh utamanya adalah anak-anak. Sekitar usia 8 tahun sampai 13 tahun kurang lebih. Dengan permasalahan hidup seputar pencarian jati diri, masalah keluarga sampai pertemanan.
Bahkan, tak jarang juga mengangkat hal-hal traumatis yang cukup memberikan kesan mendalam saat membacanya.
Menjelang akhir tahun, bahkan Ipeh menutupnya dengan membaca beberapa Middle Grade kisah fantasi. Trilogi Dream Snatcher yang ceritanya bikin degdegan.
Tahun depan, insya allah pengen banget membuat daftar kategori buku Middle Grade yang sudah dibaca. Jadi, kalau ada yang bertanya buku tema ini dan itu, Ipeh bisa jawab dengan mudah.
Maklum, kadang kalau ditanya terus enggak ada catatan. Suka nge-hang otaknya, hehe.
Akhirnya Baca Buku Senopati Pamungkas
Buku ini tuh sudah Ipeh punya sejak empat tahun lalu, loh. Tapi, baru benar-benar Ipeh baca di tahun 2019 ini. Ya ampun, untung enggak beranak cucu.
Tadinya, Ipeh merasa kalau kisah di dalam buku ini bukan cerita yang bisa diikuti. Itulah sebabnya Ipeh biarkan saja di tumpukan sampai bertahun-tahun. Hingga akhirnya, semenjak baca Arok Dedes karya Pramoedya Ananta dan Raden Mandasia karya Yusi Avianto. Ipeh mulai tertarik baca buku yang ada kisah kolosal di dalamnya.
Itu pula yang membawa Ipeh berkenalan dengan Upasara Wulung di dalam buku Senopati Pamungkas. Ternyata, Ipeh justru menyukai buku ini. Meski di buku kedua sempat berhenti sejenak karena ada beberapa buku yang memikat hati.
Buat yang masih belum terbiasa membaca buku yang ada kisah kolosalnya. Seperti Senopati Pamungkas. Coba baca Sutra Soma karya Moch. Indra Purnama yang terbitan Gramedia. Bukunya tipis dan isi ceritanya banyak dibahas di Senopati Pamungkas.
Kalau sudah terbiasa, siapa tahu nanti bisa terus untuk menggali sejarah kerajaan di Indonesia. Melalui kisah silat di Senopati Pamungkas karya Arswendo ini.
Membuka Kesempatan Membaca Non Fiksi
Gara-gara ada yang nanya di Instagram waktu itu, mengenai berapa banyak buku non fiksi yang dibaca. Ipeh jadi ingin jawab, banyak. Tapi, kebanyakan textbook.
Dari pertanyaan ini, Ipeh mulai memasukkan bacaan non fiksi yang bukunya terdaftar di Goodreads. Ternyata, tidak begitu sulit untuk memulai sesuatu yang baru.
Buku non fiksi yang Ipeh pilih kebanyakan mengenai digital marketing. Karena, berkaitan dengan profesi Ipeh juga, sih. Cukup lumayan, meski tidak semua dari buku tersebut memberi dampak yang ekstra WAW untuk profesi Ipeh. Tapi, setidaknya jadi bisa diingatkan kembali hal yang sempat terabaikan.
Coba Nerjemahin Buku Bahasa Inggris
Alasan yang membuat Ipeh mulai kepikiran itu, saat Ipeh habis baca The Grave Digger yang Ipeh dapat dari Netgalley. Buku Middle Grade bertema horor, yang benar-benar kerasa banget horornya.
Biasanya, orang akan menyebut nama Neil Gaiman sebagai penulis buku Middle Grade bertema horor. Dan menyebut buku Coraline. Tapi, setelahnya, paling menyebut Goosebump.
Karena itu, Ipeh pengen banget ngenalin beberapa buku Middle Grade yang ternyata enak dan bagus juga. Mencoba menerjemahkan dengan metode terjemahan bebas. Dan ditayangkan di Wattpad.
Sayangnya, masih baru mencapai bab 5. Ternyata Ipeh memang masih bermasalah dengan konsistensi, huhuhu. Padahal keinginan untuk mencoba nerjemahin bebas beberapa Middle Grade yang bagus sudah ada. Bahkan, daftarnya panjang. Tapi, tinggal di praktekin aja ini.
Dapat Sertifikat Membaca Dari OWOB
Ipeh pernah menuliskan tentang komunitas Gerakan One Week One Book. Yang membuat Ipeh cukup betah karena menawarkan sertifikat hasil konsistensi kita membaca selama satu bulan.
Meski di tahun 2019 ini, beberapa kali pula Ipeh mendapat rapor merah. Tapi, Ipeh enggak akan patah semangat untuk mencoba peruntungan di tahun 2020. Semoga saja enggak dapat rapor merah.
Karena, memang manajemen waktu yang Ipeh punya masih sangat minim. Jadi, banyak yang tidak terurus.
Ikut Baca Di Kelas Sastra Indonesia OWOB
Kelas baca tahun 2019 ini cukup unik. Soalnya, tahun ini Ipeh jadi kenalan sama beberapa buku pemenang Kusala Khatulistiwa.
Dan, kenalan juga dengan Romeo dan Juliet versi Indonesia yang berjudul Tango dan Sadimin. Kalau enggak ikut kelas baca bareng buku Sastra Indonesia. Sepertinya, Ipeh enggak akan kenalan juga dengan Tanah Tabu.
Semoga di tahun 2020 nanti, Ipeh bisa ikutan kelas baca bareng lagi.
Ikutan Sumbang Karya Di Antologi Cerita Pendek
Akhirnya, Ipeh punya karya antologi lagi. Setelah beberapa lama enggak ikutan kirim antologi cerita pendek. Dulu, pernah ikut yang Antologi Surat Cinta untuk Mama. Kerjasama dengan Nulis Buku.
Sekarang, Ipeh ngeluarin Antologi Catatan di Tas Sekolahku. Bersama beberapa peserta menulis cerita pendek dari Joeragan Artikel. Dicetak oleh penerbit Dandelion Publisher.
Pemesanan bisa kontak Joeragan Artikel atau kirim email ke ipehalena@gmail.com |
Meskipun beberapa antologi yang Ipeh ikuti ini diterbitkan oleh penerbit Indie. Tapi, prosesnya tidak semudah itu. Beberapa kali karya Ipeh juga direvisi habis-habisan.
Sangat menarik ternyata karena menantang banget. Tantangannya karena harus setor karya di saat belum siap ingin menulis apa.
Penutup
Kalau di Instagram ada yang namanya #bestnine2019. Ipeh jadi kepikiran untuk menuliskannya dalam bentuk tulisan panjang seperti ini. Karena, pengalaman sepanjang 2019 sangat teramat berharga.
Semoga di tahun 2020 ini, Ipeh jadi semangat menulis ulasan. Meski sempat mengalami hal tak mengenakkan berkaitan dengan ulasan yang berisi kritik. Tapi, Ipeh enggak mau berhenti sampai di sini.
Semoga juga tahun 2020 nanti, teman-teman bookish bisa mewujudkan impiannya.
Terima kasih sudah mampir dan membaca tulisan ini. Love you!