Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi
Pada akhirnya ada kelegaan dan napas panjang usai menamatkan novel ini. Bukan perkara karena novel ini membosankan atau terlampau berat untuk dinikmati. Tapi, karena saya masih terombang-ambing terbawa suasana yang menular dari isi di dalamnya. Raden Mandasia dan Sungu Lembu serta kisah sejarah latar belakang keduanya yang berbeda, justru membuat perjalanan menuju bagian akhir menjadi lebih mantap untuk diikuti.
Kartu Tanda Buku
Judul : Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi || Judul : Yusi Avianto Pareanom || Halaman : 448 || Cetakan Pertama, Maret 2016 || Penerbit : Banana || ISBN : 978.979.1079.52.5 || Rating : ☆☆☆☆☆ || LBABI : 3
***
Novel ini dinarasikan melalui sudut pandang Sungu Lembu, seorang Raden dari Banjaran Waru yang gemar membaca serta menulis. Kisah ini dibuka dengan kebiasaan Raden Mandasia yang gemar mencuri daging sapi. Satu sapi utuh akan dibawa oleh Raden Mandasia, untuk kemudian ia kuliti sendiri daging tersebut. Dan dinikmati bersama Sungu Lembu.
Dengan tujuan yang dimiliki oleh para tokohnya, kisah ini mempertemukan mereka semua pada satu titik yaitu pemimpin Giliwengsi yang kemudian mengajak mereka berkelana ke sebuah negeri yang nun jauh melewati samudra bahkan harus berlayar selama berbulan-bulan.
Jika pembaca merasa takut untuk memulai karena takut tidak bisa mengikuti alur cerita. Saya sebagai pembaca yang membaca secara keseluruhan dan secara mendetail, memberi jaminan bahwa mungkin saja di awal-awal membaca akan mendapati rasa jenuh. Seolah sulit untuk menyatu dengan cerita. Karena memang kisah ini disampaikan dengan sangat mendetail, juga dengan pemilihan huruf yang amboi tak seperti biasa.
Namun, terlepas dari kejenuhan dan jenis huruf yang ada dalam novel ini. Saya menemukan fakta kalau saya bahkan masih belum kunjung move on dari kisah ini. Kisah yang melekat erat dengan diri saya, sehingga sulit untuk saya lepas. Ini saya temukan ketika mencapai Bab Lima. Dimana nantinya ini merupakan pertemuan pertama Sungu Lembu dengan Raden Mandasia.
Belum lagi, didapati beberapa bab berisi kisah yang lumayan panjang. Bisa saja bagi mereka yang terbiasa membaca bab demi bab yang pendek akan mendapati kembali rasa jenuh dan ketidak sanggupan, tapi percayalah kisah panjang ini akan melekat tanpa disadari. Terutama ketika mendapati kedua tokoh seperjalanan akan saling melengkapi satu sama lain hingga membuat kita merasa ikut serta dalam petualangan mereka.
Belum lagi mungkin akan kita jumpai rasa penasaran akan tempat-tempat yang mereka kunjungi. Dan segala hal yang akan menjadikan otak kita berpikir tentang, "apakah ini sejarah nyata atau sekadar fiksi?"
Menggunakan alur maju dan mundur pada beberapa bagian tapi tidak akan mengecoh pembaca. Karena Yusi tetap memberikan sebuah jeda untuk pembaca bernapas sejenak kemudian melanjutkan perjalanan bersama.
Sebelum membaca novel ini, saya pernah membaca ulasan seorang teman. Kalau Sungu Lembu sering berteriak 'anjing' dan benar adanya. Bahkan di awal pertama dia tertangkap, makian tersebutlah yang membuat saya tertawa terbahak-bahak, entah rasanya merasa puas.
Selain itu, bagi pembaca yang kurang menyukai bagian-bagian yang tampak 'terlalu dewasa' mungkin akan merasa shock atau jengah. Jadi, sebelum mulai membaca saya akan memberi tahu kalau novel ini memiliki beberapa adegan dewasa.
Jikalau pembaca mengharapkan akan mendapat cerita tentang Raden Mandasia yang gemar mencuri daging sapi secara menyeluruh. Karena, memang kisah si Raden Mandasia yang mencuri daging sapi hanya menempati sekitar 10% saja bagi saya.
Meski memang dinarasikan oleh Sungu Lembu, namun di sinilah pembaca akan mendapati, kenapa justru nama Raden Mandasia yang diperkenalkan bahkan namanya berada di sampul buku. Pembaca akan mendapatinya di novel ini.
Sehingga bisa saya katakan, kalau novel ini cukup menarik dan menyeluruh. Tidak membuat pembaca kecewa seolah kita diminta untuk nrimo tanpa pernah bisa mengelak. Semua diatur dengan sangat baik. Tak heran kalau Yusi mendapatkan penghargaan dari novel ini.
Dan novel ini pula yang membuat saya merasa kasihan dengan tokoh yang menjadi target. Ini novel kedua yang membuat saya seperti ini. Pertama adalah novel Arok Dedes yang ditulis oleh Pramoedya Ananta, dimana saya merasa kasihan dengan Tunggul Ametung meski dia telah membuat banyak orang sengsara. Tapi, kehidupannya justru lebih menyedihkan apalagi dia tak dapat cinta dari siapapun. Semua orang membencinya.
Demikian dengan pemimpin Giliwengsi, meski ada beberapa hal yang berbeda. Bahkan menurut saya masih beruntung Watugunung ketimbang Tunggul Ametung. Tapi, sungguh fakta di balik cinta ini membuat kepala saya berdenyut. Bagi pembaca yang sudah membacanya pasti sudah tahu bagian ini.
"Kalau memang mereka tak menghormatimu, aku akan memutuskan hubungan dengan mereka. Orang yang merasa lebih suci daripada yang lainnya bukanlah temanku." ~ Hal 153
Sekarang saya ajak pembaca mengenal sedikit tentang Nyai Manggis yang sangat terkenal. Dia adalah seorang perempuan yang cantik namun kehidupannya yang keras membuat Nyai Manggis cukup memiliki banyak pengetahuan. Pengalaman memang guru yang terbaik. Dari satu tempat ke tempat lain, dia mengalami hal yang begitu membuat hati ini merasa ngilu.
Namun, Nyai Manggis tetap seorang yang berwatak keras. Dia punya visi dan misi serta tak pandai terpengaruhi oleh orang lain bahkan lelaki sekalipun. Dia menjadi sosok yang justru banyak mengendalikan hal yang ada di balik peristiwa berkaitan dengan Giliwengsi dan Banjaran Waru.
Pembaca tak perlu khawatir, di sini ada bagian khusus yang akan mengajak kita berkenalan dengan Nyai Manggis. Bagaimana kisahnya seperti apa kehidupannya hingga bisa sesukses itu.
Dan masih banyak yang akan dikisahkan oleh tokoh lainnya tentang kehidupan mereka masing-masing. Namun, kisahnya dikemas dengan sederhana tapi juga melekat. Sehingga tak mudah untuk dilupakan dengan cepat.