Review Novel Berapa Jarak Antara Luka dan Rumahmu?

Menyelesaikan novel Berapa Jarak Antara Luka Dan Rumahmu ini benar-benar menguras emosi. Karena, novel yang berkisah kehidupan santriwati di pesantren daerah berplat G ini bermuatan keharuan, kesedihan sampai humor yang padat. Seolah baru saja tertawa kemudian ditawarkan kesakitan dan kesedihan yang cukup menguras perasaan.

Pertama kali memilih novel ini tentunya karena sampul dan judulnya yang eye catching. Setelah itu, aku mencoba membaca kata pengantar yang membuatku semakin penasaran namun tak mau berekspektasi terlalu tinggi. Mengingat aku belum pernah membaca novel karya Nurillah Achmad sama sekali. Jadi, aku putuskan mencoba membacanya beberapa halaman.

Siapa sangka, baru saja membuka laman pertama untuk memasuki cerita. Sudah disapa dengan momen Kinar yang menghadapi ibunya tengah kritis dan sepertinya sedang menghadapi sakaratul maut. Namun, seperti anak pada umumnya, berusaha menolak dan berharap penuh bahwa sang Ibu hanya kritis dan sebentar lagi akan membaik.

Disapa dengan cerita tersebut membuatku kembali mengingat betapa pengalaman Kinar hampir mirip dengan pengalamanku saat Ibu meninggal karena covid. Aku yang ketika itu dipanggil ke rumah sakit, tergesa selama di perjalanan, masih berharap bahwa Ibu hanya sedang menghadapi masa berat dan akan kembali pada kami keluarganya. Namun, siapa sangka, justru kehadiranku di sana hanya untuk mendengar bahwa beliau sudah pergi untuk selamanya. Yang paling menyakitkan lagi, aku tak bisa memandikannya, mengkafaninya bahkan memeluk tubuhnya. Sebab, ketika masuk ke kamar jenazah, aku hanya bisa melihat peti yang dilapisi plastik wrap. Membuatku ingin merobeknya dan menghancurkan pengaman peti. Tapi, saat itu, waktu itu, aku tak kuasa berbuat apa-apa dan perasaan hancur Kinar mengingatkan perasaanku sendiri pada waktu itu.

Baiklah, karena merasa relate dengan kehidupanku. Akhirnya kuputuskan melanjutkan novel ini yang semakin membuatku merasa dekat dengan kehidupan Kinar. Sebab, dia akan menjalani kehidupan di pondok pesantren. Dimana saat mendeskripsikan kegiatan di ponpes plat G, membuatku teringat cerita anak gadisku yang saat ini juga mengenyam pendidikan di ponpes. Kegiatan yang dikisahkan benar-benar mirip sehingga membuatku merasa semangat untuk terus menyelami kisah Kinar bersama dua temannya.

ulasan novel


Berapa Jarak Antara Luka dan Rumahmu?

Judul novel yang cukup dalam menggambarkan betapa banyak luka yang akan ditemui selama membaca novel ini. Luka pertama yaitu bab kehidupan Kinar yang harus menerima kepergian kedua orangtuanya. Ibunya meninggal saat ia akan masuk pesantren. Sementara bapaknya meninggal tak lama setelah Kinar menelpon dan meminta ridho agar proses ujian di pesantren dimudahkan.

Sementara itu, ada juga Naray, temannya Kinar yang selalu ia sebut orang gila nomor 3 karena ide-ide kenakalan yang luar biasa. Pertemuan pertama mereka terjadi di kamar mandi saat Kinar sedang menangis. Naray yang muncul tiba-tiba dari dalam bak mandi membuat Kinar ketakutan.

Namun, setelah kejadian itu, Kinar justru diperlihatkan lagi keanehan-keanehan yang dilakukan Naray. Mulai dari mencari tikus, bersembunyi di atas lemari dari Bakam sampai bolos kelas kemudian ngumpet di bak mandi yang tersambung antar bilik. Tak hanya itu, bersama Naray, Kinar menjalani kehidupan di pondok dengan pengalaman yang tidak terlupakan. Terutama karena banyaknya hukuman yang ia dapatkan gara-gara membolos.

Naray, seorang gadis yang entah kenapa selalu punya ide segudang untuk mengerjakan hal yang melanggar. Pelanggaran mereka tak pernah berkaitan dengan pacaran atau hal lain. Tapi, berupa bersembunyi, bolos, mengajukan pertanyaan yang tidak pada tempatnya, bertengkar dengan senior demi membela teman, telat datang ke kelas karena ketiduran sampai pura-pura tidur di malam hari padahal setelah itu melanjutkan membaca buku.

Minat Naray pada dunia literasi memang sangat besar. Buktinya dia menjadi anggota yang cukup aktif di ekstrakurikuler Sulukiyah. Di sana ada banyak kegiatan yang berkaitan dengan literasi. Mulai dari membaca buku, membuat tulisan karya ilmiah, membuat majalah dinding hingga kegiatan lain demi mengenalkan literasi pada santriwati yang ada di sana.

Di ekskul literasi ini pula Naray bersekongkol dengan ustazah yang mengampu kegiatan tersebut untuk mengajak santriwati bernama Ruth. Dialah santri yang dibela Naray saat dibully oleh kakak kelas mereka bernama Kak Sani. Demi Ruth, Naray rela bergelut sampai dihukum bagian kedisiplinan. Namun, Naray sama sekali tidak kapok karena ia yakin apa yang dilakukannya itu benar.

Pengalaman dibully yang membuat Ruth merasa tidak nyaman selama berada di pondok. Membuat Kinar dan Naray mendekatinya serta mencoba menjalin pertemanan dengan Ruth. Dari kisah Ruth yang berada di bagian terakhir inilah kita bisa memahami juga betapa pengalaman menjadi orang yang dibully cukup menyakitkan dan mendatangkan trauma.

Kehidupan ketiga santriwati ini direkam dengan komplit sesuai bab bagian mereka. Jika masuk ke bab bagian Naray atau Ruth, tentunya mengambil sudut pandang mereka. Dari pengalaman Naray, bisa diketahui bagaimana menjadi anak broken home sangat sulit dan berat.

Bersyukur, guru besar mereka, Nyai Hashina, yang mendorong ketiga anak ini untuk menuliskan apa saja dalam satu buku. Di dalam buku tersebut, kisah mereka tidak akan pernah dibaca oleh siapapun kecuali diri sendiri, ustazah dan allah. Dari catatan itu pula Nyai Hashina bisa mengetahui banyak hal yang terjadi dan yang mereka rasakan.

Nyai Hashina menulis dalam bagiannya di novel ini. Menyeritakan betapa ia sangat peduli dengan ketiga anak yang nyatanya harus mendapatkan pengalaman yang pahit dari kehidupan. Melalui tulisan, Nyai Hashina berupaya agar mereka bisa menyembuhkan luka melalui apa yang ditulis. Dari penjabaran Nyai Hashina pula, pembaca bisa mengeksplorasi apa-apa saja yang tidak disampaikan dalam bab-bab terpisah tiga tokoh utamanya. 

Dan bagian akhir dari cerita sungguh menguras pikiran dan perasaan. Sebuah realita yang sebenarnya sering terjadi yang menyadarkan bahwa Manusia Punya Rencana tapi Rencana Allah Lebih Baik Dari Segalanya.


Kartu Tanda Buku

Judul : Laiqa: Berapa Jarak antara Luka dan Rumahmu?

Penulis : Nurillah Achmad

Halaman : 208

Format : Buku digital

Bahasa : Indonesia Asli

Baca di : Gramedia Digital

Terbit : 12 Mar 2023

Diterbitkan oleh Elex Media Komputindo

ISBN : 9786230046513


Review Novel Berapa Jarak Antara Luka Dan Rumahmu?

Membaca novel LAIQA : Berapa Jarak Antara Luka dan Rumahmu ini memang emosional. Tapi, lebih sulit ternyata menuliskan ulasannya. Sebab, aku harus mengorek kembali luka milik Kinar, Naray dan Ruth. Melintasi kembali kenangan mereka selama berada di pondok pesantren.

Ada banyak kisah yang menyenangkan, konyol juga menyedihkan. Namun, persahabatan ketiga santriwati ini rupanya bertahan hingga mereka dewasa. Membuat kisah ini yang memang bisa mencampuradukkan emosi menjadi lebih terasa manis.

Kalau tidak membaca kata pengantar dari penulis. Mungkin, aku akan menyangka kalau semua cerita dalam novel ini 100% adalah kisah nyata. Faktanya, memang ada banyak kisah nyata yang dikemas untuk menjadi fiksi dalam novel ini. Seperti kisah Kinar yang terinspirasi dari sahabat Nurillah selama di pondok pesantren Sumenep Madura. Juga, beberapa kisah dari kehidupan nyata yang disatukan dikemas menjadi pengalaman beberapa tokohnya.

Karena diangkat dari kejadian nyata yang memang dibalut fiksi. Justru menjadikan pengalaman santriwati di pondok pesantren ini terasa sangat realistis. Bahkan, bisa membuatku betah membacanya, apalagi novel ini terhitung tipis. Dan sangat menyenangkan dibaca ketika Ramadan ini. Meski memang harus hati-hati, sebab bisa membuatmu menangis karena merasakan kesedihan dan sakit atau pula merasa terharu.

Overall, novel ini aku rekomendasikan buat teman-teman yang suka novel bernuansa islami, mengangkat kehidupan keluarga yang dramatis, serta pertemanan yang erat. Dan novel ini juga akan aku rekomendasikan pada anak gadisku, sebab isinya benar-benar seru.                  


Postingan Terkait