Review Novel Nun Mati Fiksi Sejarah

novel nun mati


Novel Nun Mati karya Tian Topandi yang mengangkat sejarah Indonesia setelah kemerdekaan. Dimana ada gerakan yang banyak tercatat sebagai bagian dari sejarah kelam. Saat DI / TII memberontak dengan dalih penolakan kemerdekaan Indonesia dan menuntut islam sebagai landasan ideologi bangsa.

Padahal kurang islam apalagi ya ideologi bangsa kita. Pancasila sila pertama aja sudah berisi ketuhanan yang maha esa. Kan udah cukup sejalan dengan islam dalam rukun imannya, yaitu iman kepada Allah. Tapi, ya begitulah namanya orang ya. Emang bisa bikin bilang ente kadang kadang ente.

Menariknya dari novel ini karena diangkat dari kisah nyata. Seorang wanita dari Desa Bangbayang yang berada di Sumedang. Yang mendadak dianggap gila setelah kematian suaminya. Kepergian sang suami terjadi saat ia hendak berangkat ke surau untuk melaksanakan solat subuh berjamaah.

Di tengah jalan ada seseorang yang menyerangnya. Orang itu tampak memiliki keahlian bela diri yang sangat baik. Namun, wajahnya tertutup kain sehingga tak tampak siapa yang menyerang suaminya. Nun, nama wanita itu, juga mengetahui penyerangan karena ia mengejar suaminya untuk menyerahkan barang yang tertinggal.

Tak disangka ternyata justru Nun menjadi saksi ketika suaminya digorok oleh orang yang wajahnya tertutup itu. Ia menjerit dan menangis kencang hingga membangunkan para warga desa lainnya. Semenjak kejadian tersebut, Nun benar-benar seperti orang gila. Dan warga desa akhirnya terbiasa melihat Nun dengan tingkah lakunya yang aneh.


Novel Nun Mati Tentang Pemberontakan DI/TII


Sekitar tahun 1962, setelah kemerdekaan Indonesia. Gerakan pemberontakan DI / TII semakin meluas. Berpusat di Bandung Jawa Barat. Semakin meluas ke wilayah di sekitarnya hingga daerah Sumedang tepatnya di Desa Bangbayang.

Sebuah desa yang sebelumnya tenang. Setiap subuh adalah waktu warga desa memulai aktivitas. Ada yang solat jamaah di surau, ada juga yang mempersiapkan diri untuk berangkat ke sawah dan ladang.

Namun, sejak kehadiran orang tak dikenal yang membunuh suami Nun. Serta ancaman-ancaman lain yang membuat kondisi keamanan kurang kondusif. Akhirnya, desa tersebut menjadi sepi saat subuh tiba. Warga banyak yang takut beraktivitas lebih dulu. Apalagi untuk solat di surau.

Warga menyebut DI/TII sebagai gerombolan. Yang sering masuk ke desa mereka untuk meminta bahan pangan dan apa saja yang mereka butuhkan. Keberadaan para gerombolan ini sebenarnya meresahkan warga. Mereka sejatinya enggan memberi bantuan pada gerombolan. Namun, demi keselamatan mereka, akhirnya mereka ikut menyumbangkan makanan, pakaian dan apa saja yang dibutuhkan gerombolan. Paling sering mereka meminta makanan.

Karena aksi gerombolan ini, akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengirim tentara ke perbatasan desa-desa yang menjadi tempat gerombolan bersembunyi. Salah satunya Mim, seorang tentara muda yang ikut bertugas menjaga di dekat Desa Bangbayang. Ketika ia berkunjung ke desa tersebut, ia disuguhkan fakta mengenai Nun, anak pak rurah yang gila. 

Sebenarnya, Mim merasakan kejanggalan akan kegilaan Nun. Namun, ia tak mau ambil resiko saat itu. Dan barulah ia mulai mencari tahu saat Mim bertemu Nun di dalam hutan ketika tengah malam. Rasa curiganya semakin besar, Mim yakin kalau Nun mengetahui banyak hal mengenai gerombolan.

Apa yang diduga oleh Mim memang tak salah dan juga tidak terlalu benar. Nun, tahu kalau suaminya ikut gerilya bersama para pemberontak. Sang suami memang tampak seperti orang biasa, warga biasa yang masih melakukan aktivitas pada umumnya di siang hari. Namun, saat malam tiba, sang suami akan ikut dalam aksi gerombolan untuk merekrut dan melakukan pemberontakan demi berdirinya negara islam indonesia.

Bukan hanya suami Nun sebenarnya ada banyak juga warga yang melakukan hal ini. Siang hari bekerja di ladang dan malamnya masuk ke hutan. Namun, keberadaan mereka tidak terendus sehingga menyulitkan para tentara untuk mengatur kondisi keamanan. Apalagi kurangnya bukti yang membuat mereka tidak berani bertindak.

Bagi para gerombolan, darah orang-orang yang tidak ikut serta dalam aksi pemberontakan itu halal. Sehingga, tak heran ketika warga menemukan mayat salah satu warganya tergeletak di tengah jalan. Entah mereka adalah anggota gerombolan yang menolak perintah membunuh warga. Atau memang mayat tersebut sebelumnya adalah warga yang menentang pemberontakan.

Di banyak tempat, akibat aksi pemberontakan ini membuat aparatur desa mengaktifkan pos jaga malam. Terdiri dari para tentara dan warga yang menolak pemberontakan tersebut. Sementara di desa Bangbayang, para warga sudah terlalu takut. Sebab, beberapa warga yang dikenal sebagai jagoan saja bisa mati di tangan gerombolan.

Ketakutan semakin menjadi-jadi di antara warga. Membuat desa Bangbayang menjadi demikian sepi. Sampai-sampai setelah solat isya tak ada yang berani keluar dari rumah. Hanya Nun saja yang saat itu melakukan satu aksi demi membalaskan dendam kematian suaminya.

Iya, Nun menggila karena dendam yang ia pendam. Juga karena janin yang ada di kandungannya. Itulah kenapa ia nekat masuk ke dalam hutan dan naik ke gunung, mencari tempat persembunyian para gerombolan. Yang kemudian membuat Nun mengalami satu insiden dan menjadikan janin dalam kandungannya meninggal.

Mim yang menolong Nun saat insiden tersebut. Namun, saat itu Nun masih skeptis dengan Mim. Ia pikir kalau lelaki tentara itu sama dengan yang lain, berpikir kalau ia hanya gila. Tapi, sebenarnya Mim tahu kalau Nun mengetahui sesuatu.

Setelah kejadian di dalam hutan. Nun akhirnya dipasung di sebuah rumah terpencil dan jauh dari Desa Bangbayang. Mim, walaupun ia tentara, tetap saja tak bisa mencegah terjadinya hal tersebut. Sehingga ia hanya bisa pasrah saat melihat pak rurah membawa Nun dengan gerobak menuju rumah pasung.

Di rumah pasung itulah, Nun kembali mendapat ancaman yang membuatnya semakin ketakutan. Pamannya Nun, yang menjaga rumah pasung tersebut akhirnya mendengarkan apa kata Mim dengan melepaskan Nun dari rumah tersebut. Benar, Mim yang ingin mencari tahu mengenai sesuatu tentang gerombolan pada Nun, nekat mencari Nun di rumah pasung.

Dari ancaman inilah, akhirnya Nun bercerita pada Mim. Tentang ancaman dan kejadian yang sebenarnya menimpanya. Ia juga akhirnya bercerita ketika ada ancaman akan membunuh keluarganya kalau ada yang solat di surau suatu ketika. Itulah yang membuat Nun melakukan banyak cara hingga dia dikira gila.

Pemberontakan berlangsung lama, bahkan, di beberapa desa banyak korban jatuh berguguran. Baik itu dari kalangan tentara maupun dan warga biasa. Membuat warga lain akhirnya kesal dan bersedia bertempur demi melawan gerombolan. Sementara di Desa Bangbayang, Mim berusaha mencari ide agar gerombolan ini menyerah.


Kartu Tanda Buku


Judul : Nun Mati
Penulis : Tian Topandi
Halaman : 337
Ilustrasi Sampul : Abdul M.
Format : Buku fisik
Bahasa : Indonesia
Diterbitkan oleh Falcon Publishing
ISBN : 9786026714763

Kutipan Novel Nun Mati


"Yang mendiami negara kita juga bukan sepenuhnya orang Islam, Akang! Aku yakin bung Karno dan kawan-kawannya juga merumuskan Pancasila dengan penuh pertimbangan. Mereka itu orang-orang pintar, Kang." - hal 91

Takdir itu memang misteri yang paling gelap karena tidak mudah diterka. Sedangkan, kematian dan kehidupan selalu menjadi takdir yang tak bisa diduga. - hal 164



Ulasan Novel Nun Mati


Ketika membaca judulnya dan mengikuti alur kisah sejarah yang dibalut fiksi ini. Membuat saya ikut mencari tahu mengenai pemberontakan dan lokasi desa Bangbayang. Ternyata memang pemberontakan ini membuat banyak orang menjadi korban. Bahkan, di cianjur ada beberapa tembok yang dibangun bertuliskan nama mereka yang gugur saat berhadapan dengan gerombolan.

Di Cianjur, ditemukan juga sebuah goa yang disinyalir menjadi tempat penyimpanan senjata maupun bahan makanan. Berada dekat gunung sawal yang merupakan tempat gerombolan bersembunyi.

Kisah Nun dan Mim memang berjalan baik. Bahkan, cerita tentang kalahnya gerombolan karena hal sederhana yang dilakukan Nun dan Mim cukup terkenal. Karena, memang unik, sedikit lucu tapi juga menyedihkan mengingat proses panjang perlawanan dengan DI/TII ini.

Hal yang paling aku suka dari novel ini adalah perjuangan Mim untuk mencari kebenaran dan mencari jalan keluar. Dia sosok tentara muda yang pantang menyerah. Demikian juga Nun sosok wanita yang tidak hanya mengandalkan perasaan saja. Tapi, juga insting dan kemampuan berpikirnya.

Overall, novel fiksi sejarah ini sangat menarik untuk dibaca. Bahkan, bisa menambah informasi dan wawasan buat pembaca.

Postingan Terkait