Ulasan Novel Buya Hamka

Novel buya hamka

Sebenarnya sudah beberapa kali ingin menulis draf tentang novel Buya Hamka yang ditulis oleh Ahmad Fuadi ini. Tapi, malah beberapa kali nulis coret - nulis coret terus. Bukan karena bukunya jelek, justru karena bagus dan detil narasinya karena penggabungan antara fiksi dengan sejarah. Alhasil, malah jadi bingung ingin menuliskan tentang apa. Ingin rasanya mengatakan kalau buku ini bagus dan layak baca. Tapi, apa itu cukup?

Nyatanya, kata bagus itu sendiri pun harus diungkapkan juga dengan kalimat lain sebagai penguat. Nah, aku kebingungan mau menuliskan tentang apa sebagai kalimat penguat ini? Tapi, mungkin aku akan memulainya dengan sedikit bercerita kembali tentang hal-hal yang dikisahkan di buku ini. Berharap saja semoga ini bisa menjadi gambaran untuk kalian yang ingin membaca novel Buya Hamka, benar-benar tertarik karena isi di dalamnya bagus dan kukatakan sangat bagus.

Kartu Tanda Buku

Judul : Buya Hamka

Penulis : Ahmad Fuadi

Halaman : 364

Format : Buku Fisik

Bahasa : Indonesia

Diterbitkan oleh Falcon Publishing

ISBN : 9786026714732

Cerita Diawali Dengan Kisah Buya Hamka Dipenjara

Orang tidak tahu diuntung! Susah payah kita merdeka, sekarang negara ini akan saudara hancurkan. Orang macam apa saudara ini
.”

Buya Hamka dipaksa untuk ikut ke kantor polisi usai pihak kepolisian masuk ke dalam rumahnya. Menggeledah seluruh isi rumahnya. Hingga kemudian membawa dirinya dan menjadikannya sebagai tahanan politik. Saat itu, istrinya Siti Raham tengah sakit sehingga kekhawatiran Buya Hamka agar pihak polisi tidak mengganggunya semakin besar.

Menjalani kehidupan sebagai tahanan politik, dipaksa untuk mengakui hal yang tidak ia lakukan. Semua kisah ini membawaku teringat pada kisah Pramoedya Ananta Toer yang waktu itu aku membacanya dalam buku Perempuan Remaja Dalam Cengkeraman Militer. Sayangnya aku belum sempat menuliskan ulasan tentang buku yang teramat sadis dan tragis ini.

Namun, aku menemukan kesamaan tentang kehidupan sebagai tahanan politik. Mereka terus digencat, dipaksa hingga ditindas secara psikis agar mau mengakui sesuatu yang bahkan tidak mereka tau. Bahkan, tak perlu diragukan lagi kalau mereka pun mau menggunakan kekerasan seperti menggunakan mesin kejut untuk menghukum tahanan yang masih tetap berdiam diri.

Di tengah kekerasan yang dihadapi dan dialami Buya Hamka. Beliau tetap berusaha untuk menenangkan dirinya. Berusaha untuk terus berzikir dan yakin akan pertolongan Allah. Hingga suatu ketika, ia berhasil bebas namun justru sangat berterima kasih atas kebebasannya itu. Sebab, ia berhasil menuliskan sampai tuntas naskah tafsir Al-Azhar yang ia tulis sejak lama.

Masa Kecil Buya Hamka

Cerita berlanjut dan dirajut dengan kisah masa saat Hamka sudah dewasa dan menjalani kehidupan sebagai sosok tersohor, dengan masa-masa lampau saat ia masih kecil. 

Momen ketika Haji Rasul menggendong Malik, nama Buya Hamka. Sambil berdoa dan berharap agar anaknya itu bisa meneruskan perjuangan beliau menjadi alim ulama yang turut menyiarkan agama islam. Dan juga berharap pula agar Malik bisa menghabiskan 10 tahun dalam hidupnya, belajar langsung di Makkah.

Beranjak kanak-kanak, Malik selalu menatap ayahnya dari jauh. Dia merasa ada jarak yang teramat besar antara ia dan ayahnya. Terlebih, Haji Rasul ini sibuk sekali dengan kegiatan umat. Ia jarang terlihat bermain apalagi berbincang dengan Malik. Dan Malik tumbuh menjadi anak yang senantiasa merindukan sosok ayah, hingga ia mencari sendiri sosok tersebut dari orang-orang terdekatnya.

Singkat cerita, kehidupan Malik ini terus bergulir, dari saat ia menemukan tempat favoritnya yaitu percetakan buku. Demi bisa membaca buku gratis. Hingga ia dipanggil untuk belajar bahasa inggris. Dan terus bergulir sampai di satu titik, Malik harus menerima kenyataan bahwa Ayah dan Ibunya harus bercerai.

Perceraian keduanya membuat Malik terpukul. Ia tumbuh menjadi remaja yang berusaha untuk mencari ilmu dari dunia yang luas. Ia banyak menghabiskan waktu dengan pergi ke daerah lain untuk belajar pidato. Sambil terus mencatat banyak kosa kata baru yang sangat ia sukai.

Hingga suatu ketika, ia akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Makkah dengan uang seadanya. Uang yang ia dapat dari belas kasih neneknya, teman-teman yang ia kenal. Hingga orang-orang yang ia temui dan senang dengan kecakapannya berbicara. Sampai ia tiba di Makkah dan menunaikan ibadah haji hanya dengan uang pas-pasan.

Singkat cerita ia kembali lagi ke tanah air atas nasihat dari Kyai Haji Agus Salim. Kemudian, mulailah nekat untuk menuliskan ceritanya berada di Makkah dan menunaikan haji. Dan menerbitkannya di koran yang hanya membayarnya dengan satu gelas kopi. Namun, tekadnya untuk terus menulis tak pernah padam meskipun uang yang ia dapat tidak banyak. Bahkan, cenderung masih kurang.

Kehidupan Setelah Pernikahan

Usai kembali dari perantauannya di Jakarta. Buya Hamka terpaksa harus kembali lagi ke kampung halamannya. Ia diminta untuk ikut dalam setiap dakwah sang ayah sambil membesarkan sekolah milik ayahnya itu. Namun, kata hatinya masih belum mau tergerak. Dan tak lama, ia pun dinikahkan dengan seorang gadis yang kemudian menjadi istrinya, Siti Raham.

Pernikahan Hamka berlangsung sangat baik. Ia membiayai pernikahannya dari uang yang ia dapat dari hasil menulis. Namun, usai menikah dan tetap menulis sambil ikut berdakwah. Kehidupan Buya Hamka dan Siti Raham tetap tak banyak berubah.

Mereka bahkan rela bergantian sarung untuk melaksanakan solat. Karena waktu itu, Hamka sangatlah kekurangan dari segi uang. Namun, untuk makan mereka, masih ada. Dan perjuangannya bersama Raham istrinya ini yang senantiasa membuat Hamka teringat selalu dengan sosoknya.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, itulah nama beliau setelah menunaikan ibadah haji. Karena nama inilah, ia menjadikan Hamka sebagai kependekan dari huruf awal nama panjangnya. HAMKA, terdengar lebih menjual sebagai nama pena beliau yang selalu dikenang hingga hari ini.

Perpindahan beliau dari satu kota ke kota lain selalu membawa pembaca untuk menjelajahi tempat yang ia singgahi. Dari Tanah Deli, ke Jakarta hingga ke Yogyakarta sampai ke Purwakarta. Semua dijelajahi mengingat Hamka sangat aktif di lembaga keagamaan Muhammadiyah.

Beliau sangat aktif sehingga dipercaya untuk menjadi pemimpin diskusi dan segala macam. Sampai ketidak Jepang masuk ke Indonesia. Ia memulai karirnya di bidang politik. Bahkan ketika posisinya kritis pun ia tetap mencoba memainkan permainan yang membuatnya bisa berjuang demi Indonesia dari dalam.

Tetap Menulis Meskipun Sibuk Berpidato

Walaupun ia mendapat tawaran untuk melakukan ini dan itu. Dan bisa dikatakan tawaran tersebut menjalankan amanah yang cukup besar. Hamka tidak pernah lupa untuk menuangkan kisahnya ke dalam tulisan. Seperti ketika ia berada di Medan, ia menuliskan cerita tentang Tanah Deli. Atau saat ia berada di Makassar, ia menulis tentang Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. 

Dan banyak tulisan yang digunakan sebagai media untuk mengkritisi kehidupan adat dan sosial serta budaya. Sambil tetap menyebarkan ajaran islam. Ini dijadikan bukti untuk ayahnya, Haji Rasul, bahwa anaknya masih tetap mengikuti jejak hidupnya dengan menyebarkan ajaran islam. Namun, dengan media dan cara yang berbeda.

Walaupun sesekali kita disuguhkan dengan kondisi hubungan antara Ayah dan Anak yang kerap renggang. Namun, rasa cinta dan kasih sayang Malik terhadap Ayahnya yang cukup besar. Hingga beberapa kali pembaca akan disajikan momen Hamka membayar kerinduannya dengan sang Ayah. Terlebih saat Ayahnya diasingkan karena dianggap mengajarkan hal yang dapat membahayakan posisi penjajah.

Di sini, Hamka benar-benar menjadi sosok anak dan juga ayah yang teramat ideal. Bahkan, ia juga pasangan yang setia dan ideal bagi Raham. Padahal, ia pernah dipaksa untuk berpoligami karena itu hal yang lumrah bagi seorang pemuka agama. Tapi, ia tolak dengan kepergiannya ke tanah deli. Kesetiaannya itu juga yang membuatnya bersedih ketika Raham, istrinya, meninggal dunia.

Review Buya Hamka

Jujur saja, aku tidak begitu banyak mengenal sosok Buya Hamka dengan dekat melalui literasi. Hanya mengenal namanya saja dan sesekali pemikiran-pemikirannya yang cukup lugas tentang kehidupan. Namun, novel ini yang nyatanya akan diangkat ke layar lebar. Justru membuatku ingin mengetahui lebih banyak tentang beliau.

Terutama, ingin sekali aku membaca karya-karyanya seperti Ayah dan Tanah Deli. Aku sudah mencarinya di beberapa platform baca digital dan menemukan buku tersebut. Semoga saja nanti aku bisa membacanya. Karena, jelas memang aku penasaran dengan sosok yang menjadikan Hamka menjadi sosok yang seperti saat ini.

Membaca novel ini membuatku teringat dengan beberapa novel fiksi sejarah yang juga mampu membangun detil setiap kejadian hingga pembaca seperti berada bersama sang tokoh. Seperti Conspirata, Arok Dedes, buku-buku Dr. Musthafa Murad yang mengisahkan empat khalifah, hingga buku Khadijah karya Shibel Eraslan.

Buku ini juga sangat kuat narasi tentang pemandangan alam yang disinggahi oleh Malik. Hingga situasi dan kondisi yang menegangkan pada masa itu. Karena aku sampai bisa ikut merasakan ketakutan.

Cocok untuk pembaca yang ingin mengenal tokoh berjasa namun takut mengantuk saat membacanya. Dan novel ini menjadi jawaban karena sepanjang membacanya aku sama sekali enggak merasakan bosan apalagi mengantuk. 

Buat kalian yang sedang mencari buku biografi yang ditulis dengan manis, hangat serta lihai. Bisa membaca buku karya Ahmad Fuadi. Beliau tentu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi kemampuannya. Karena, beliau yang menulis novel Negeri Lima Menara

Postingan Terkait