Menengok Siri' Budaya Masyarakat Bugis Di Novel Karya Asmayani Kusrini
Sebelum aku mulai membaca novel Siri’, beberapa rekan pembaca buku memberikan nasihat padaku agar berhati-hati, sebab novel ini menuliskan isi kepala tokoh-tokoh di dalamnya. Tidak hanya dua atau tiga, bahkan lebih. Tak hanya itu, tidak ada clue yang jelas ketika pertama mulai memasuki bab awal, siapa yang bercerita?
Nasihat itu aku simpan sebagai pedoman agar aku tidak bingung. Berbekal buku catatan, aku mulai menuliskan sedikit uraian tentang bab yang kubaca tanpa langsung meminta identitas si pencerita. Aku lanjutkan ke bab-bab lainnya, ternyata tidak sesulit itu. Terutama, ketika profesi mereka dijabarkan, membuat semua tokoh tampak jelas dan tak lagi serupa monolog tanpa wajah.
Membaca Siri’ berbeda dengan membaca novel Misi. Siri’ bukanlah nama orang, di dalamnya terdapat dominasi luka dan konflik batin yang lebih ramai. Mungkin, karena semua luka semua bercerita. Meski tak langsung bersinggungan langsung dengan pemilik luka, sesekali luka itu dikisahkan melalui orang lain. Sehingga, eksplorasi tempat-tempat di Yunani yang cukup unik terkalahkan dengan rasa penasaran akan penyelesaian konflik keluarga ini.
Iya, novel ini banyak bercerita tentang masalah keluarga. Keluarga khusus Bahjan Komarudin. Hingga keluarga besar Haji Komarudin. Bahkan, orang luar juga ikut mencampuri urusan keluarga taipan tersohor yang konon akan mencalonkan diri menjadi RI1 ini. Semua berawal dari kematian sang politikus yang ditemukan dalam kamarnya, sendirian, tanpa jejak kekerasan maupun racun yang mungkin disengaja untuk membunuhnya.
Kartu Tanda Buku
Judul Buku : Siri’
Penulis : Asmayani Kusrini
Penerbit : Mekar Cipta Lestari
Ukuran Buku (Dimensi) : 13 cm X 19 cm
Jumlah Halaman : 352 halaman
ISBN : 9786239435509
Menengok Siri’ Dalam Kasus Silariang
Istilah Siri’ yang merupakan konsep dari masyarakat Bugis ini membuatku membuka google demi menemukan artinya. Siri’ merupakan konsep mempertahankan harga diri. Yang jika dilanggar maka akan dikenakan hukuman, apalagi jika sampai memalukan keluarga. Sementara Silarian adalah kawin lari, yang merupakan pelanggaran paling sering terjadi.
Di novel ini, silariang adalah kasus yang diwujudkan dalam kisah rumah tangga Bahjan dan Mayang Lie. Keduanya, memulai biduk rumah tangga dengan menikah secara diam-diam, dengan wali yang dibayar oleh Bahjan. Pernikahan mereka bahkan diadakan di rumah penjaga sekolah yang luluh hatinya karena kesungguhan lelaki yang waktu itu masih berusia 17 tahun. Keduanya menikah di hari terakhir mereka berstatus siswa SMA.
Usai menikah diam-diam, Bahjan bersama Mei Yuan kabur ke Jakarta. Keduanya tinggal di kontrakan yang sudah dibayar oleh ayahnya Mei. Namun, pernikahan anaknya ini tidak diketahui oleh Baba Liong, ayahnya Mei Yuan. Yang ia tahu, Mei berangkat ke Jakarta sendiri, untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
Awalnya, kisah rumah tangga Bahjan dan Mei seperti rumah tangga pasangan muda lainnya. Dipenuhi cinta dan perjuangan untuk bertahan hidup. Namun, berita pernikahan keduanya justru membuat keluarga di Buttabella ribut. Apalagi, karena Bahjan kabur dari rumah dan membuat Haji Komar serta Baba Liong mendatangi rumah kontrakan keduanya. Saat melihat sendiri, kedua orangtua ini memberikan reaksi berbeda. Haji Komar memukuli Bahjan habis-habisan. Sementara Baba Liong menangis sambil memberikan restu untuk anaknya dan nasihat bahwa ‘pernikahan kalian akan sangat berat’.
Usai memukuli Bahjan, Haji Komar menuntut keduanya membayar Siri’. Ia mengajukan tiga syarat yang harus dilakukan. Syarat pertama dan kedua diikuti Mei Yuan dengan lapang dada. Namun, syarat ketiga ini membuat hatinya kelu. Bahjan sempat menolak dengan keras. Namun, tak lama berselang, setelah kedua ayah ini kembali ke Buttabella. Giliran Ibunya Bahjan yang datang, menangis dan memohon agar Bahjan mau melakukan syarat ketiga itu.
Kehidupan Rumah Tangga Yang Kompleks
Mei Yuan, yang berganti nama menjadi Mayang Lie, ikut hadir dalam pernikahan Bahjan dengan istri keduanya, Sulis. Pernikahan ini diadakan sebagai syarat membayar Siri’ karena Haji Komar sudah berjanji akan menikahkan Bahjan dengan Sulis, bahkan sejak Sulis masih bayi. Demi menepati janjinya itu, akhirnya Bahjan luluh, setelah Ibunya datang sambil menangis.
Inilah syarat ketiga untuk membayar Siri’ akibat silariang. Syarat yang membuat rumah tangga Bahjan penuh dengan konflik. Terutama, membuat Mayang, istri pertamanya, merasakan sosok Mei Yuan dalam dirinya mati secara perlahan.
Sulis dinikahi Bahjan saat ia baru saja lulus dari SMP. Ia banyak dicekoki oleh orangtuanya hingga mertuanya, agar berhenti sekolah, di rumah saja dan jaga kecantikan diri agar Bahjan selalu memilihnya. Perkataan ini yang membuat Sulis sempat berat hati ketika ia diboyong keluar dari Buttabella dan menghuni kontrakan di wilayah Bantar Gebang.
Ia juga hampir menolak tawaran Mayang, yang menawarinya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan SMA di sekolah yang dekat dengan rumah kontrakannya. Namun, justru berita ini ditentang habis-habisan hingga Mayang dianggap ingin menjauhkan Sulis dari Bahjan. Padahal saat itu, Mayang, sedang menuntut ilmu di Fakultas Hukum. Ia hanya kasihan melihat Sulis tinggal di kontrakan sendirian tanpa aktivitas apa-apa.
Kerja keras dan keterampilan Mayang dalam mengelola bisnisnya membuahkan hasil. Usaha Bahjan mulai beranjak membaik, meskipun pada saat itu tekanan dari keluarga akhirnya membuat Bahjan harus melanggar janjinya pada Mayang. Ia pernah berjanji untuk tidak menyentuh Sulis sama sekali. Namun, paksaan dari keluarga besarnya karena Sulis tak kunjung hamil, membuat Bahjan akhirnya luruh.
“Malam ketika aku menyaksikan Bahjan mencumbu Sulis, Mei Yuan mati pelan-pelan dalam diriku.” - Halaman 329
“Selebihnya aku tidak terlalu peduli bahkan dalam urusan biologis. Sejak dia mensahkan posisi Sulis sebagai istrinya di tempat tidur. Jiwa dan ragaku menolak sentuhannya.” - Hal 333
“Semua jadi terasa sia-sia. Namun, aku menolak untuk menyerah. Aku ingin jadi patung tidak berjiwa, tanpa emosi.” - Hal 333
Anak-anak Yang Harus Membayar Semuanya
Usai dari drama rumah tangga yang menjalankan poligami. Anak-anak Bahjan juga harus membayar semuanya. Arsyad misalnya, harus membayar rasa malunya akan ketidak-mampuannya sebagai seorang dokter. Dengan pergi ke tempat yang jauh, hingga ia berusaha berkali-kali untuk bunuh diri. Sampai tragedi yang menimpanya membuat Arsyad kehilangan kaki.
Arsyad adalah anak pertama Bahjan yang lahir dari rahim Sulis. Setelah Arsyad hadir, tak lama Agung juga hadir dari rahim Mayang. Sebagai anak kedua, Agung memang tidak banyak bisa diharapkan. Terutama ketika ia terlahir dengan wajah yang cantik serta tubuh yang cenderung lemah. Membuatnya sering disindir dan menjadikan Mayang terlampau over protective padanya.
Anak ketiga Bahjan lahir dari rahim Sulis, anak perempuan yang dinamai Arimbi. Dan setelahnya, mereka bertiga sama-sama menjalani kehidupan yang sudah diatur oleh keluarga besar. Wajib masuk pesantren yang dikelola keluarga. Wajib menjalani kehidupan sempurna seperti yang diharapkan keluarga besar. Kesalahan sekecil apapun itu, tidak akan diampuni.
Dan kesalahan yang membuat Agung dinikahkan secara paksa, hingga diusir dari Buttabella merupakan luka paling mendalam yang dirasakan olehnya. Ia dikatai homo karena menggambar lelaki telanjang. Tak hanya itu, ia juga dihajar habis-habisan oleh Arsyad karena pernikahan tersebut.
Berbeda dengan Agung, Arsyad menjalani kehidupan dan pendidikannya dengan lancar. Namun, sebuah kejadian di wilayah terpencil, kematian orang-orang sakit secara berurutan membuatnya depresi. Itu semua ia ceritakan pada seorang wartawan yang tengah mencari informasi mengenai penyebab kematian yang beruntun tersebut. Hingga ia dicopot dari profesi dokter di organisasi kesehatan yang ia ikuti.
Berbeda dengan kedua kakaknya, Arimbi justru mengikuti saja jalan hidupnya. Ia cenderung penurut dan takut untuk memberontak. Hingga ketika ia kuliah di Amsterdam bersama dengan Agung. Pertemuannya dengan Beth membuat Arimbi akhirnya menentukan jalannya. Membuatnya harus kembali memilih antara mengikuti perkataan sang Ayah atau justru mempertahankan keputusannya sendiri.
Setiap anak menyimpan luka yang selalu terngiang dalam kepala mereka. Sering muncul dalam bentuk dialog yang tiba-tiba hadir ketika sang tokoh tengah menyampaikan ceritanya. Luka yang membuat mereka enggan untuk kembali ke rumah. Meskipun berita kematian Bahjan sudah diterima oleh mereka. Arsyad menolak keras untuk kembali, apalagi dia baru saja kehilangan satu kakinya akibat diamputasi. Sementara Agung, ia hanya mengatakan ‘oh’ ketika temannya membawa berita tersebut padanya. Dan Arimbi, keadaannya masih belum dapat dipastikan dan belum diketahui lokasinya selama pencarian sosok bernama Samuel. Terakhir, dia bertemu Dani dan Sundari di salah satu hotel bintang lima. Namun, kedua kakaknya bahkan belum mengetahui di mana lokasi adiknya berada.
Novel Siri’ Tentang Harga Diri Yang Harus Dijaga
Di sini ada banyak luka yang disampaikan. Bagaimana luka itu menganga ketika istri pertama Bahjan, Mayang Lie, melihat suaminya yang sudah berjanji tak akan menyentuh istri keduanya, bercumbu. Malam itu, Mayang menobatkan dirinya “menolak untuk menyerah. Ingin jadi patung tak berjiwa, tanpa emosi” (h. 333). Inilah jawaban ketegaran yang ditampakkan Mayang ketika menemukan mayat Bahjan di atas tempat tidur di dalam kamar istananya yang dibangun sebagai hadiah ulang tahun Mayang Lie.
Mayang Lie bukan sosok istri pertama yang memperbanyak drama kehidupan. Dia berhasil tampil menjadi sosok yang justru lebih banyak mengurus anak-anak Bahjan. Mau itu yang lahir dari rahimnya, maupun yang lahir dari rahim Sulis. Ia bahkan sukses menjadi wiraswastawati dan mendapat penghargaan sebagai pengusaha wanita hingga profilnya diulas di sebuah majalah. Kesuksesan Mayang Lie bukan karena didongkrak oleh kemapanan Bahjan sebagai politisi. Justru, tangan emas Mayang yang membantu Bahjan untuk bisa masuk ke dunia politik. Mayang yang membantu usaha-usaha suaminya itu sukses hingga mampu memberikan dukungan dana bagi pegiat politik. Tak heran, di mata anaknya, Mayang merupakan sosok wanita mandiri yang kuat.
Kesuksesan Mayang yang memang berasal dari gigihnya usaha wanita ini. Justru mendatangkan kecemburuan dari sudut pandang Sulis. Sosok istri muda yang hadir karena sudah dijodohkan sejak masih bayi dengan Bahjan ini. Menganggap bahwa Mayang adalah wanita yang beruntung. Rasa cemburunya membuat Sulis meminta diberikan dua ajudan seperti Mayang yang memang memiliki ajudan karena pekerjaannya. Juga, ia diberikan satu toko emas untuk dikelola sendiri, namun ia tetap tidak mampu mengimbangi kesibukan Mayang yang sering tampil dimana-mana.
Sebenarnya, Sulis sendiri pun menjadi istri kedua bukan karena keinginannya. Ia hanya ingin patuh pada perintah kedua orangtuanya. Janji yang ditagih oleh orangtua Sulis, membuatnya harus patuh dan mau menjadi istri kedua. Di sini, sosok ayahnya Sulis yang mendominasi agar anaknya tetap diperistri Bahjan. Meskipun istrinya sudah mengingatkan akan sedihnya menjadi istri kedua. Namun, suaminya tetap keras hati hingga istrinya berkata, “gampang bicara begitu Tetta, karena laki-laki tidak pernah dimadu.”
Semua harus mereka jalani akibat keegoisan sosok lelaki yang disebut Ayah. Bahjan harus menikahi Sulis, karena keegoisan Haji Komar yang takut nama baiknya tercemar akibat silariang yang dilakukan anaknya. Kemudian ayahnya Sulis, yang menagih agar Bahjan tetap menikahi putrinya meskipun berstatus istri kedua, dengan harapan agar usahanya tetap maju. Serta Bahjan, yang menjadikan Arimbi menggugurkan kandungannya, Agung menikahi pacar kakaknya dan Arsyad menipu dunia dengan profesi dokter yang ia raih melalui sogok-menyogok.
Atas nama menjaga harga diri dan nama baik keluarga, membuat tokoh-tokoh ini kelimpungan menjejakkan kaki. Anak-anak mereka tak mau menampakkan diri. Hingga pukulan terbesar yang lagi-lagi harus diterima Mayang sebagai istri pertama, dengan beredarnya rumor bahwa dirinya membunuh Bahjan. Membuat cerita ini memuncak dan berakhir dengan pertanyaan besar, ‘apakah Bahjan bunuh diri atau dibunuh?’
Kesimpulan
Membaca novel Siri’ membuatku banyak penasaran dengan sosok Mayang. Perempuan yang dengan tegarnya menerima suaminya untuk beristri dua. Yang tetap hadir di pemakaman suaminya. Bahkan, tetap menghubungi dengan cepat berita kematian sang politikus ini ke keluarga di Buttabella. Tak tampak usaha Sulis untuk menenangkan kericuhan keluarga Bahjan ketika berita ini mereka dengar.
Bahkan, setelahnya ia juga masih harus menghadiri kantor penyidikan. Mendengar dengan telinganya sendiri, Sulis mengatakan bahwa Mayang cenderung tenang dan tanpa emosi. Menyindir dirinya yang masih tampak tegar. Padahal ia baru saja mengurus anaknya Sulis, Arsyad setelah kecelakaan itu. Dan Sulis, masih belum tau kalau anaknya mengalami kecelakaan. Dan Arimbi yang tak tahu dimana posisinya.
Bahjan jujur saja membuatku muak. Meski dikisahkan kalau ia memulai kisah dengan cinta yang menggebu. Tapi, ia buatku terlalu pecundang karena bersembunyi di balik permintaan orangtua demi melanggengkan kehidupannya. Bisa saja toh, ia tak perlu menuruti semua keinginan orangtuanya. Tapi, memang benar apa kata Arimbi, “Bapakku selalu butuh pengakuan dari keluarga. Dari lingkungan sekelilingnya.” - Hal 250.
Kematian sang taipan tidak terkuak dengan jelas. Dan pembaca boleh mengambil kesimpulan melalui clue yang diberikan oleh kak Rini dan tersembunyi di sudut-sudut setiap bab. Ini bukan novel misteri detektif yang akan memuaskan pembaca dengan penyelesaian kasus pembunuhan. Ini adalah novel keluarga yang sarat akan penerapan budaya serta kritik terkait sosial budaya di satu suku. Pernikahan hanya sebagai media yang mudah untuk disampaikan terkait penerapan Siri’ ini.
Buatku novel ini cocok untuk pembaca yang sudah berusia 17 tahun ke atas. Sebab, konflik rumah tangga bisa saja membuat teman-teman yang masih terlalu muda, menjadi takut dengan pernikahan. Sebab, konflik di sini memang amat rumit dan menyakitkan. Tapi, ini adalah fiksi, yang memang tokoh-tokohnya tidak bisa ditemui secara langsung. Namun, manusia dengan karakter dan kehidupan seperti mereka, tentu sudah banyak ada di dunia ini.
Jadi, pastikan mental pembaca sudah siap sebelum membaca novel ini. Tapi, akan sangat disayangkan kalau enggak dibaca novel Siri’ ini. Soalnya, membuka wawasan terkait kehidupan percintaan yang terkendala budaya.
Kuucapkan terima kasih untuk Mekar Cipta Lestari, MCL Publisher, yang sudah memberiku kesempatan membaca novel ini. Terima kasih juga untuk kak Asmayani Kusrini, yang membuatku memahami betapa sulitnya penerapan adat jika berhadapan dengan keegoisan orang tua. Yang mudah jadi teramat sulit. Dan yang sulit bikin hidup makin melilit dan bisa jadi jatuh pailit.