Book Review After The Quake by Haruki Murakami

Book Review After The Quake by Haruki Murakami

After the quake



Ini adalah buku kumpulan cerita pendek yang memuat beberapa kisah yang berkaitan erat dengan gempat yang pernah terjadi di Kobe pada tahun 1995. Dengan ciri khas Murakami, dimana setiap cerita memiliki ending dan sepertinya meninggalkan pemahaman yang berbeda pada setiap pembacanya. Ciri khasnya inilah yang memang selalu ada pada setiap karyanya, dari kejanggalan tempat dan latar kisah. Atau kejanggalan cerita dan tokoh. Akan selalu ada yang aneh.

Saya menyukai karya sastra Jepang, karena di dalamnya selalu membawa saya pada pemahaman tentang kehidupan yang demikian luas. Kehadiran sisi gelap manusia tidak pernah ditutupi oleh para sastrawan Jepang yang pernah saya baca bukunya. Mereka kerap mengisahkan sisi gelap setiap tokohnya. Pemikiran mendalam yang bercokol dalam setiap kepala para tokohnya. Sampai keputusan-keputusan dalam hidup yang senantiasa diwarnai kebimbangan dan pergulatan batin.

Ini menampakkan bagaimana kehidupan secara nyata. Karena memang, dalam hidup yang saya jalani hampir 31 tahun ini, memberikan saya kegundahan, kegalauan hingga kebimbangan yang sama dengan apa yang dijabarkan oleh para penulis dari Jepang ini. Itulah kenapa, banyak pula yang merasa memiliki ikatan khusus pada tulisan Murakami. Ikatan yang membuat mereka betah membacanya. Ikatan yang membuat beberapa dari mereka kembali tersadar, bahwa kehidupan akan selalu menawarkan pilihan dan kegamangan serta membuka peluang bagi siapa saja untuk memasuki sisi gelap kehidupan.

Sementara bagi saya, buku Murakami merupakan buku yang membantu saya tertawa dan tersenyum dalam dunia yang gelap. Dan merelakan masa lalu yang selalu ingin dilupakan, menjadi sesuatu yang akan terus teringat.



Kartu Tanda Buku

Judul : After the Quake || Penulis : Haruki Murakami || Halaman : 123 || Penerbit : Vintage Books || Versi : Ebook Playbook || Bahasa : Inggris || ISBN : 9780307424648


UFO In Kushiro



Ketika gempa menimpa tempat yang tidak jauh dari tempat tinggal istrinya, Komura sadar bahwa sang istri sering menghabiskan waktunya di depan televisi. Menonton semua berita mengenai gempa yang menimpa di Kobe. Komura sudah lupa, kapan terakhir kalinya dia berbincang dengan sang istri.

Suatu hari, istrinya pergi dengan meninggalkan catatan. Berisi tentang dirinya yang tak sanggup lagi hidup bersama Komura. Bahwa Komura dan kehidupannya tidak memiliki jiwa. Setelah itu, kawannya meminta Komura untuk mengantarkan sebuah paket ke suatu tempat usai Komura mengajukan cuti dari kantornya.

Di sini, saya sempat ingin percaya bahwa Komura masih memercayai istrinya bukan salah satu korban gempa. Namun, entah kenapa, serasa beberapa orang yang menganggap istri Komura merupakan korban tampaknya lebih menjanjikan. Sehingga otak saya menyimpan persepsi bahwa Komura berusaha denial pada fakta tersebut.

Namun, tentunya, sebagai pembaca saya diberi keleluasaan terhadap apa yang sebenarnya terjadi. Meski ketika dia bermalam dan berbincang tentang UFO yang mengambil seorang perempuan. Tentang bagaimana kemudian Komura berusaha menelaah cerita tersebut. Dan tentang keraguan dalam dirinya yang terkadang masih menggelayut.





All god’s Children Can Dance



Yoshiya selalu dijejali pemahaman bahwa dia adalah anak dari tuhan. Meski dia tidak mengerti dan memahami mengapa, tapi dia berusaha untuk tidak mempertanyakannya lagi. Seiring berjalannya waktu, Yoshiya juga tidak merasa menjadi aneh setiap menemani sang Ibu bertamu dari satu pintu ke pintu lain. Menawarkan ajaran yang dipercaya olehnya. Mengenalkan tuhan yang sesuai dengan kepercayaannya.

Ini membawa saya kembali pada buku IQ84 dimana Aomame pernah menjalani masa kecil yang sama dengan Yoshiya. Bedanya, Aomame merasakan trauma-trauma lain yang memang wajar terjadi pada anak-anak terhadap ajaran yang ekstrim. Sementara Yoshiya tidak mengalami hal ekstrim seperti Aomame. Namun, Yoshiya masih mempertanyakan tentang eksistensi dan jati dirinya.

Bagi banyak anak, mereka sering mencari dan mempelajari jati diri mereka dari orangtuanya. Begitu pun Yoshiya yang suatu ketika diceritakan oleh sang Ibu mengapa dia adalah anak tuhan. Tidak lama berselang, dia mengikuti seorang lelaki yang persis dengan cerita Ibunya. Dia sebenarnya berharap bisa berbincang dan mengenal siapa lelaki yang dicurigai oleh Yoshiya adalah ayahnya.



“our Lord reveals Himself to us in the most unexpected forms.” ~ Hal 51



***


Berisi 6 cerita yang masing-masing menonjolkan kehidupan yang selalu berkaitan dengan gempa. Namun, yang paling menarik adalah banyak hal yang membuat saya ikut berpikir tentang eksistensi manusia, tentang jati diri dan tentang ribuan tanya yang bercokol dalam kepala saya.


Seandainya saja Natsume Soseki masih hidup dan masih aktif berkarya. Saya mungkin juga akan melakukan hal ‘norak’ nan memuakkan seperti ketika saya selesai membaca buku Kazuo Ishiguro dan Haruki Murakami. Karena penulis-penulis Jepang, mereka selalu mengajarkan saya untuk berdamai dengan sisi gelap yang saya miliki.

Postingan Terkait