Book Review Metamorfosa Samsa - Sebuah Novela Yang Menyedihkan

Book Review Metamorfosa Samsa - Sebuah Novela Yang Menyedihkan



"Pertimbangan yang berasal dari pikiran yang jernih dan ketenangan jauh lebih baik daripada kesimpulan yang diambil di tengah keputusasaan." ~ Hal 10




Kalau sedihnya bisa membuat air mata meleleh atau sekadar berkaca-kaca, sepertinya akan terasa lega sesudahnya. Namun, bagaimana jika sedihnya berkepanjangan, menimbulkan rasa prihatin yang besar. Kemudian menjadi bertanya-tanya dalam hati, seperti apa sebenarnya kondisi karakternya ini? Sementara itu, dalam novela karya Franz Kafka ini, bentuk komunikasi yang biasa dilakukan oleh manusia, terasa berat adanya bagi tokoh utamanya yaitu Geogor Samsa.

Yang membuat saya sedih adalah masing-masing dari mereka, menyimpan rasa sakitnya sendiri. Menyimpan bebannya sendiri. Tanpa sempat berbagi entah itu berbagi kesedihan apalagi berbagi kabar sehari-hari. Semua dirundung oleh kondisi yang tiba-tiba saja terjadi, yang membuat keadaan langsung berubah seketika. Menjadikan mereka semua sebagai pekerja keras yang kemudian merasa lelah baik tubuh maupun jiwa. Namun, Kafka menyelesaikan ceritanya meski dengan cara yang cukup miris, hanya saja tidak lebih sedih ketimbang kekompakan keluarga yang memudar akibat lupa untuk bertegur sapa dan berbagi.



Kartu Tanda Buku

Judul : Metamorfosa Samsa || Penulis : Franz Kafka || Halaman : 100 || Penerjemah : Sigit Susanto || Cetakan 1, April 2018 || Diterbitkan oleh : Penerbit Baca || Rating : 5/5 || ISBN : 9786026486196



Metamorfosa Samsa Dan Kisah Tentang Keluarga Samsa



Sebelum saya memulai bercerita tentang apa buku ini, saya ingin menegaskan. Bagi saya, Metamorfosa yang ditujukan pada Samsa dalam novela ini, merujuk pada satu keutuhan keluarga. Begini, kita mungkin sering mendengar orang-orang luar negeri memanggil kepala keluarga dengan panggilan Tuan Samsa, kemudian istrinya Nyonya Samsa, serta anak perempuannya Nona Samsa juga anak lelakinya dengan panggilan Samsa. Tentunya ini bagi saya, kisah perubahan sebuah keluarga yang dikepalai oleh Tuan Samsa. Sehingga metamorfosa ini tak hanya berfokus pada sang tokoh utama yang bernama Gregor Samsa. Meski perubahan awal darinya-lah yang membuat banyak perubahan juga pada keluarganya.

Gregor Samsa adalah anak pertama lelaki yang bekerja sebagai pedagang keliling. Dia memiliki rutinitas setiap harinya, dirinya harus bangun pukul empat, dimana kemudian akan naik kereta yang pukul lima. Setelah itu dia akan pulang tengah malam setelah orang-orang di dalam rumahnya tertidur. Bahkan, terkadang Tuan Samsa tengah menantinya di kursi dalam kondisi terkantuk-kantuk. Namun, pagi itu ada yang aneh, dia tak mendengar bunyi alarm dari jamnya, sementara waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Dia terlambat untuk berangkat ke kantor.

Pagi itu, selain bangun kesiangan, Gregor juga mengalami mimpi yang aneh. Tapi benar-benar nyata terjadi. Dirinya berubah menjadi seekor serangga, memiliki bagian tubuh yang berlipat-lipat, kaki-kaki kecil dan juga perekat pada kakinya. Dia tak mampu turun dari tempat tidur, tidak bisa membuka kunci kamarnya sampai tidak mampu melewati pintu kamarnya sendiri. Selain itu, nafsu makannya pun berkurang secara drastis.

Batinnya mengatakan, hari itu, ada kemungkinan salah satu utusannya dari kantor akan mengunjunginya. Meski itu adalah hari pertama dia mengalami perubahan, namun tetap saja, dia merasa dihantui oleh pekerjaan sampai orang-orang di kantornya karena tak mampu beristirahat dengan bebas. Apalagi kondisinya memang tak memungkinkan seperti ini. Secara bergantian, Ibunya, adik perempuannya Greta sampai Tuan Samsa, membangunkannya serta mengingatkannya untuk bergegas berangkat bekerja. Namun, hanya jawaban seadanya yang bisa dia sampaikan dari dalam kamar yang pintunya di kunci dari dalam.

Seseorang bertamu ke rumahnya pagi itu, dia bisa mendengar langkah kaki masuk, kemudian bersama-sama dengan keluarganya, mereka berdiri di depan pintu kamar Gregor dan membicarakan tentang alasannya tidak berangkat bekerja. Setelah perbincangan yang panjang, disertai alasan Gregor yang tidak berani mengatakan kendala perubahannya ini, membuat semuanya terasa lambat. Namun, setelah dia berhasil membuka kunci dan pintu kamarnya, semua orang yang hadir di sana, memiliki ekspresi yang sama : jijik.

"Saya kira saya mengenal Anda sebagai orang yang tenang dan rasional, tetapi kini tiba-tiba Anda tampaknya mulai bersikap aneh." ~ Hal 17

Di kalimat selanjutnya, sudah terpampang jelas alasan kenapa Kepala Kepegawaian langsung datang meski Gregor tampaknya baru saja terlambat berangkat naik kereta pagi dan sepertinya tak mampu untuk pergi terkait kondisi tubuhnya yang berubah. Awalnya, Kepala Kepegawaian menginginkan untuk berbincang empat mata dengan Gregor, tapi sayangnya melihat kenyataan tersebut, membuatnya kemudian memutuskan hubungan pekerjaan dengannya. Sementara, Gregor masih berharap ini semua hanya kesalah-pahaman.

Tapi, kondisi Gregor bukan saja berlangsung sehari dua hari, tapi sampai lebih dari dua bulan.



Perubahan Demi Perubahan Keluarga Samsa



Dalam kondisinya yang aneh, baik Ayah maupun Ibunya, tak ada yang berani masuk ke dalam kamarnya Gregor. Hanya sang adik perempuannya sajalah yang mau masuk, menghidangkan makanan untuknya serta membersihkan kamarnya. Dan hanya Greta saja yang tahan dengan kondisi Gregor saat masuk ke dalam kamar kakaknya itu. Sementara, salah seorang pembantu bahkan menangis dan meminta keluar dari pekerjaannya.

Awalnya, Greta hanya dipandang sebagai seorang anak yang tidak banyak memiliki peran apapun dalam kehidupan keluarga mereka. Terlebih, tulang punggung keluarga Samsa adalah Gregor, jadi kedua orangtuanya menganggap Gregor-lah yang memang patut untuk diperhatikan. Meski sang Ibu tetaplah menjadi Ibu yang berusaha untuk adil dalam segala hal. Namun, semenjak perubahan Gregor, Greta menjadi sosok pahlawan yang mana hanya dia satu-satunya orang yang mampu bertahan berada dalam kamar Gregor meski ada nampak keterburu-buruan saat masuk ke dalam ruangan itu.

Hari demi hari berganti tanpa Gregor tahu sudah berapa lama perubahannya itu terjadi. Sementara itu, karena kondisi keuangan yang semakin memburuk. Terlebih, tulang punggung keluarga Samsa mengalami perubahan yang signifikan, akhirnya menuntut semua anggota keluarga untuk turun tangan. Diawali dari Tuan Samsa yang kembali bekerja meski sudah sangat tua. Setelah bisnisnya gagal lima tahun yang lalu, dia tak lagi bekerja, sehingga tampak sedikit berat untuknya kembali bekerja setelah beristirahat di hari tuanya.

Tidak lama kemudian, Ibunya juga berubah, dia menerima pekerjaan menjahit. Sampai-sampai Tuan Gregor menganggap istrinya ini tidak berhenti menjahit. Kelelahan demi kelelahan sampai kebosanan hidup yang monoton dan beban yang demikian beratnya mendera keluarga Samsa, mereka semua seolah telah kehilangan sumber kebahagiaan. Bu Samsa pun yang sebelumnya sempat menginginkan untuk masuk dan melihat kondisi anak lelakinya itu, akhirnya berujung pingsan. Hingga membuat keributan. Setelah itu, Bu Samsa tak lagi berusaha untuk masuk ke dalam ruangan tersebut, dia hanya ingin melanjutkan kehidupan saja.

Sementara itu, Greta yang menunjukkan bahwa waktu telah berjalan maju. Bukan sekadar dua bulan saja, mungkin bertahun-tahun. Dilihat dari perkembangannya menjadi gadis muda yang kemudian bekerja sebagai penjual dan belajar Steno serta Bahasa Prancis pada malam hari. Karena tampaknya mereka tak lagi mampu membayar uang sewa apartemen, akhirnya mereka memutuskan untuk menyewakan kamar yang ada pada orang lain. Di sinilah, untuk pertama kalinya Greta memainkan biolanya di depan para penyewa kamar. Sayangnya, kejadian yang besar terjadi di sini. Yang membuat semuanya menjadi kacau balau.

Perubahan demi perubahan, masing-masing anggota keluarga Samsa sangat tampak jelas dalam setiap lembarnya. Dari kehidupan yang makmur, kemudian kehidupan sulit sampai kehidupan yang berusaha mereka jalani dengan baik. Semuanya terpatri dalam ingatan saya sehingga menciptakan kondisi dalam hati saya yang terasa perih dan menyedihkan. Betapa harunya perjuangan mereka untuk saling membantu satu sama lain, meski tentu ada satu yang masih membuat segalanya tampak tak berjalan lancar.

Komunikasi tak berjalan dua arah, tapi hanya searah, hanya ada dalam perbincangan sedikit dan dalam pikiran mereka.



***


Seandainya saja saya tak membaca Kata Pengantar dari buku ini terlebih dahulu, rasanya mungkin akan berbeda. Saya lebih senang membaca sesuatu secara meraba-raba, meski sudah membaca banyak spoiler tapi jarang ada yang membahasnya secara detil. Sementara itu, karena sudah membaca kata pengantarnya, saya mengalami banyak pemikiran demi pemikiran sepanjang membaca halaman demi halaman. Sungguh ini adalah hal yang menyebalkan.

Karena, saya seolah menyepakati apa yang disajikan dalam tulisan tersebut. Membuat saya seperti tidak memiliki pendirian, sehingga harus saya baca ulang lagi dan lagi demi melepaskan keyakinan sang penerjemah. Tak buruk sebenarnya kalau dibaca usai menamatkan Metamorfosa Samsa. Karena berisi banyak informasi, terutama setelahnya saya juga ikut ingin membaca Letter to the Father karya Franz Kafka.

Jadi, buat kalian yang ingin meraba-raba membaca kisah ini, silakan baca Kata Pengantar yang diterbitkan oleh Penerbit Baca belakangan. Salam. [Ipeh Alena]









Postingan Terkait