Menjaga Hubungan Dengan Hutan Untuk Masyarakat Modern


Hutan itu punya keterkaitan dengan manusia. Ada banyak hubungan antara manusia dengan lingkungannya, terutama hutan. Dan hubungan ini tampak renggang bagi masyarakat perkotaan.

Sebelum masuk ke pokok pembahasan. Kali ini aku mau menyampaikan, kalau aku akan membahas sedikit tentang bagaimana kita belajar memperbaiki hubungan kita dengan lingkungan, khususnya hutan. Melalui kehidupan masyarakat adat Karampuang.

Bisa dibilang, ini cara kita pedekate sampai jadian dan langgeng hidup bareng dengan lingkungan. Belajar dari masyarakat adat yang sudah turun-temurun langgeng berhubungan dengan lingkungan. Hingga sudah terbentuk keinginan untuk menjaga hutan tanpa harus dipaksa. Karena hutan sudah menjadi bagian dalam kehidupan mereka.

Nah, gimana dengan masyarakat yang jauh dari hutan? Inilah waktunya kita belajar cara menjadikan hutan serta alam sekitar menjadi bagian dalam kehidupan kita. Meskipun kita bukan "anak hutan", "pecinta alam", tapi hanya sekadar "warga biasa", " ibu rumah tangga" dan mungkin "buruh industri". 

Kita tetap bisa ambil bagian dalam menjaga hubungan dengan lingkungan. Serta menjadikan alam kita di Indonesia ini menjadi bagian di kehidupan kita.


Berkenalan Dengan Hutan


Apa yang ada dalam bayangan kita, setiap mendengar kata Hutan? Pasti banyak dan beragam. Apalagi yang lahir dan besar di wilayah yang jauh dari hutan sepertiku. Pasti gambaran hutan masih didominasi dari film atau buku yang pernah dibaca.

Faktanya, hutan itu biodiversity. Ada banyak hal yang terdapat dalam hutan. "Seperti supermarket," ujar seorang blogger dalam perbincangan online bersama @hutanituid.

Di dalam hutan terdapat banyak hal, seperti udara yang bersih, fauna yang unik dan langka, flora yang beragam, terdapat energi yang tersimpan seperti penyuplai biomassa dan penyalur air. Juga bisa menjadi tempat wisata. Dan menjadi sandang, pangan, papan bagi masyarakat sekitar.

Percaya enggak, sumber air untuk ⅓ kota besar di dunia itu berasal dari hutan? Tumbuhan dari beragam jenisnya dalam hutan itulah yang menjadi penampung air. Yang nantinya bisa disalurkan untuk kota-kota besar. Jadi, air yang kita nikmati saat ini, ya berasal dari hutan.

Selain itu, hutan juga mampu menyerap karbon dioksida paling besar. Sehingga kita bisa menghirup oksigen dengan nyaman. Dan faktanya, satu pohon durian yang ditanam bisa menyerap sekitar 1.42 ton CO2 per tahun.



Hutan Dan Lingkungan Dengan Peradaban Manusia

Dikutip dari buku Masyarakat Adat Karampuang, pada halaman 43 dibahas mengenai peradaban manusia dan keterkaitannya dengan lingkungan tempat mereka tinggal.

1. Kosmosentris, merupakan situasi dimana manusia masih berfokus terhadap alam yang ada di sekitar mereka. Sebab, manusia masih sangat bergantung pada hutan dan menjadikannya ladang untuk mendapatkan makanan.

2. Teosentris, inilah zaman dimana kota-kota tercipta dan manusia mulai belajar bercocok tanam. Di sini pula terjadi pergeseran kebutuhan dari ketergantungan pada hutan ke kebutuhan lainnya di luar hutan.

3. Antroposentris, di zaman inilah lahir revolusi industri yang sudah bisa ditebak, juga mengalihkan fokus manusia dari hutan yang ada di sekitar mereka.

4. Ekosentris, manusia mulai kembali menyadari bahwa hutan dan alam semesta merupakan pusat kehidupan. Namun, pada masa ini manusia menganggap bahwa hutan dan alam harus menjadi pusat kegiatan manusia.

5. Logosentris, kondisi saat inilah masuk ke dalam zaman logosentris. Ketika komunikasi dan teknologi sudah berkembang pesat. Tapi, manusia sudah tak lagi menganggap dirinya sebagai pusat kehidupan, sehingga menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan.

Tampak jelas, alasan dari masa ke masa mengapa hutan mulai berkurang jumlahnya. Sebab, adanya pola pikir yang berubah dari zaman sebelumnya yang membuat manusia justru menjadi aktor utama dari perusakan lingkungan.

Manusia Modern Dan Hutan


Aku pribadi sadar betul. Sedari kecil sampai dewasa ini jauh dari hutan. Pada akhirnya, merasakan kalau keberadaan hutan itu hanya sekadar angin lalu. Enggak benar-benar ada dalam kehidupanku.

Dan ternyata ini juga yang menurut Mol dan Sonnenfeld pada tulisannya di tahun 2000. Mengungkapkan, banyak manusia yang memiliki pandangan bahwa mereka tak memiliki keterkaitan dengan hutan. Justru menjadikan mereka sebagai perusak hutan paling parah.

Karena kenyataan inilah, yang harus diperbaiki saat ini adalah bagaimana kita, masyarakat yang jauh dari hutan. Dalam kehidupan kita tetap menjadikan hutan sebagai bagian yang tak terlepaskan.

Apa perlu kita jadikan satu pohon di hutan sebagai 'pet' tanaman seperti mainan tamagochi? Yang punya reminder kapan harus disiram, diberi pupuk sampai diberi vitamin.

Karena, kalau meminjam konsep seperti tamagochi atau seperti pet. Konsep mengadopsi hutan. Tentu kita akan mudah menjadikan hutan sebagai bagian dalam hidup. Yang minimal dua hari sekali pasti kepikiran, "gimana ya kabar hutanku hari ini?"


Konsep Adopsi Pohon Hutan Seperti Tamagochi


Meskipun enggak berbentuk seperti tamagochi. Konsep adopsi hutan ini sudah disediakan dan dikelola oleh badan yang profesional. Adopsi hutan ini juga bisa kita ikuti. 

Bersama #EcoBloggerSquad 2022, aku dan teman-temanku punya satu pohon yang ada di hutan untuk diadopsi. Jadi, kita bisa terkoneksi langsung sama pohon di hutan melalui media online.

Dari pembicaraan bareng teman-teman pegiat lingkungan. Jadi paham banget kenapa masyarakat adat ini menjadikan hutan sebagai bagian dari kehidupan mereka. Karena, prinsip hidup mereka benar-benar menjadikan alam sebagai bagian yang tak boleh dirusak. 

Menjaga hutan sama dengan menjaga kehidupan mereka saat ini dan nanti. Jadi, yang perlu diikuti saat ini.

Pertama, kita sadari kalau kita ini makhluk yang butuh sama udara bersih, air bersih sama makanan. Dan sumbernya itu dari hutan.

Kedua, kita bisa menjaga hutan walaupun jauh dengan cara mengadopsi pohon.

Ketiga, kita bisa ikut menjaga hutan dengan cara menjaga alam semampu kita. Maksudnya, semisalnya untuk menjaga lingkungan, kita baru bisa berusaha untuk enggak buang sampah sembarangan. Maka lakukan usaha itu dengan maksimal. Sambil dicoba barengi dengan usaha lain yang sesuai sama kemampuan kita.


Belajar Menjaga Hutan Dari Masyarakat Adat Karampuang

Masyarakat Karampuang sampai saat ini bahkan masih menjalankan tradisi mereka. Seperti penerapan kepemimpinan yang masih tradisional. Sampai, masih melaksanakan tradisi seperti :

Mappatirwo Henne

Artinya adalah menidurkan benih, tradisi ini dilakukan sebelum menanam.

Mabbisa Lempu

Maksudnya adalah mencuci lumpur yang merupakan prosesi setelah penanaman benih selesai.

Ammanre Ase Tolo

Ini adalah tradisi yang merupakan penutup setelah panen selesai. Dimana warga akan berkumpul bersama.


Tak hanya ketiga ritual tersebut yang dilakukan oleh masyarakat Karampuang. Mereka bahkan masih melakukan tradisi ritual membersihkan lingkungan dan sumber air, melakukan penghijauan di daerah rumah-rumah warga sampai Mappuga Hanua yang merupakan bentuk rasa syukur masyarakat Karampuang dari hasil panen mereka.


Masyarakat Karampuang sangat menjunjung tinggi moralitas mereka bukan hanya terhadap sesama manusia tapi juga terhadap lingkungan, khususnya hutan. Menurut mereka, perilaku moral yang bengkok dan merusak tatanan manusia dengan hutan maka akan mendatangkan malapetaka. Ada beberapa falsafah hidup yang perlu diterapkan juga untuk masyarakat perkotaan.


1. Mappakalebi Ale Hanua


Yaitu sikap hormat terhadap alam. Ini falsafah yang menduduki peringkat pertama, menandakan bahwa masyarakat adat Karampuang sangat menjunjung tinggi keberadaan hutan dan lingkungan mereka sebagai bagian yang tidak boleh dianggap remeh.

Karena itulah adanya keselarasan antara manusia masyarakat adat dengan hutan yang ada di sekitar mereka. Sebab, mereka percaya bahwa hutan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan mereka sehari-hari.


2. Jujung Matane


Ini adalah prinsip tanggung jawab, yang menuntut kebijaksanaan masyarakat adat Karampuang dalam mengambil keputusan, usaha hingga tindakan secara nyata dalam menjaga hutan beserta isinya. Prinsip inilah yang membuat masyarakat di sekitar hutan senantiasa aktif dalam menjaga dan membangun hutan.



3. Mappakatau Ale


Merupakan prinsip memanusiakan hutan. Bagi masyarakat adat, memanusiakan hutan juga sama seperti menjaga diri sendiri, sebab hutan dan segala isinya juga memiliki nilai yang sama seperti manusia. Sikap ini yang merupakan pengendali secara moral untuk mencegah manusia dari tindakan yang dapat merusak hutan.


4. Makkamase Ale


Prinsip kasih sayang dan kepedulian, kesadaran bahwa hutan dan isinya merupakan makhluk hidup yang harus dijaga. Hutan dan isinya memiliki hak yang sama seperti manusia, hak untuk dilindungi, hak untuk tidak disakiti, hak untuk dipeliharan dan hak untuk dirawat.

Dan kesadaran mereka bahwa jika hutan dirusak, maka akan rusak pula semua makhluk hidup yang bergantung pada hutan. Salah satunya manusia, yang sebenarnya masih bergantung pada hutan sebab hutan pula yang memberikan oksigen dan air serta menyerap karbondioksida agar manusia bisa bernapas dengan leluasa.


5. De'namakkasolang


Tidak merusak artinya merupakan prinsip bagi masyarakat adat Karampuang untuk tidak melakukan kerusakan pada lingkungan. Prinsip ini tertuang pada larangan-larangan yang sudah ada sejak nenek moyang mereka, terutama yang berkaitan dengan perusakkan hutan.


6. Tuo Kamase Mase


Prinsip hidup untuk hidup sederhana dan selaras dengan hutan. Masyarakat adat Karampuang ini sangat menjaga agar menjauhi sifat rakus dan tamak. Dan mengedepankan sifat sederhana dan pada prakteknya mereka memanfaatkan hutan sesuai kebutuhan dan kepentingan bersama.

Dan prinsip ini bisa diikuti oleh masyarakat lain di luar masyarakat adat Karampuang. Sebab, dengan menerapkan hidup sederhana seperti bijaksana membeli pakaian sehingga tidak banyak menumpuk pakaian sebab sampah pakaian termasuk yang susah diurai. Kemudian, sederhana dalam menggunakan wadah sendiri setiap jajan sehingga mengurangi sampah terutama sampah plastik.

Ada banyak praktek hidup sederhana yang sebenarnya sangat bagus untuk ikut diterapkan oleh masyarakat yang jauh dari hutan. Seperti, membeli atau menggunakan produk yang memang dibutuhkan saja. Ini sejalan juga dengna prinsip manajemen keuangan yang mengedepankan pengeluaran sesuai kebutuhan.

7. Adele'


Keadilan, ini adalah prinsip yang diterapkan agar dalam pengelolaan sumber daya hutan ini tetap seimbang dengan pelestarian hutannya. Jadi, hasil hutan yang sudah didapat, harus seimbang dengan apa yang diberikan untuk hutan agar timbal balik ini menjadikan hutan tetap terjaga.


8. Assamaturuseng


Prinsip demokrasi yang satu ini termasuk berkaitan juga dengan pemerintah. Adanya kesepakatan dengan pemerintah dengan masyarakat adat Karampuang dalam pengelolaan hutan. Membuat hasil pengelolaannya maksimal. Sebab, dalam prinsip dan kesepakatan ini, jika pemerintah tanpa izin dari masyarakat adat kemudian mengambil hasil hutan. Maka akan diberlakukan sanksi adat.

Ikut Menerapkan Prinsip Hidup Masyarakat Karampuang Pada Masyarakat Perkotaan

Buatku pribadi, prinsip hidup masyarakat adat ini sangat menarik. Dan memang sesuai dengan falsafah hidup pada umumnya. Terutama, saat menikmati hasil hutan, kemudian akan dibalas. Misalnya, habis menebang 10 pohon maka masyarakat adat akan menanam 10 bibit pohon sebagai gantinya.

Dan prinsip keadilan ini menarik untuk dipraktekkan juga. Sama seperti memelihara Tamagochi, memelihara hutan dengan cara mengadopsi pohon hutan juga bisa menggunakan prinsip keadilan. Misalnya, setelah menggunakan sampah plastik selama 2 hari, maka akan mengadopsi 2 pohon hutan. 

Dengan begitu, antara aktivitas masyarakat perkotaan akan tetap selaras dengan perkembangan hutan. Walaupun jarak memisahkan tapi tetap masih bisa terus kita jaga dengan kesadaran penuh.


Referensi Sumber Bacaan

Judul : Masyarakat Adat Karampuang: Kearifan Lokal Dalam Konservasi Hutan
Penulis : Dr.Erman Syarif,S.Pd.,M.Pd.
Halaman : 150
Bahasa : Indonesia
Format : Buku Digital
Diterbitkan oleh Media Nusa Creative (MNC Publishing)
ISBN : 9786024622152

Postingan Terkait