Ulasan Novel Haru Mahameru Balakarsa



Haru mahameru semeru

Ada yang sudah pernah naik gunung Semeru? Gunung yang menjulang tinggi di daerah Jawa Timur ini sebenarnya menyimpan banyak cerita. Mulai dari cerita yang dirangkum di novel 5cm, bertema persahabatan. Sampai kisah misteri tentang keberadaan ikan mas penunggu Ranu Kumbolo.

Puncak tertinggi Gunung Semeru ini dikenal dengan sebutan Mahameru. Kalau seperti lirik lagu Dewa 19, mahameru sebuah legenda tersisa puncak abadi para dewa. Dan puncaknya Semeru inilah yang diambil menjadi judul novel karya kak Balakarsa yaitu Haru Mahameru.

Maksudnya, kenapa gitu ada kata Haru di sebelah Mahameru? Nah, ceritanya sedikit akan aku ungkap di tulisan ini. Spoiler Alert, kalau buku ini termasuk cerita horor dan merupakan karya pertama dari kak Balakarsa yang juga merupakan seorang pendaki gunung.

Kisah Di Gunung Semeru

Novel ini berkisah tentang perjalanan tiga orang remaja yang baru saja bagi rapor mendaki gunung semeru. Hanya saja, ide gila dari Purnomo, membuat kedua temannya yang bernama Suno dan Hendro kalang kabut. Pasalnya mereka sendiri belum mempersiapkan diri. Hingga tak tahu apakah ide temannya ini termasuk ide bagus atau enggak.

Karena kurangnya persiapan yang matang. Sampai belum dikantonginya izin dari orangtua Purnomo. Mereka akhirnya nekat untuk berangkat di pagi buta. Sesampainya di tempat perhentian, mereka melanjutkan perjalanan dengan mobil yang berbeda. Kali ini mereka berangkat bersama para pekerja yang hendak mencari kembang ijuk di hutan gunung.

Selama perjalanan Lik Slamet yang dikenal oleh Purnomo ini sudah memberi banyak nasihat. Terutama untuk menjaga diri serta menjaga perilaku dan perkataan. Pasalnya, ternyata ide gila Purnomo ini enggak lazim. Mereka naik gunung tanpa melewati jalur yang sudah disediakan. Hingga akhirnya perjalanan mereka tersendat dan banyak menghadapi rintangan. Hingga hampir melibatkan nyawa teman-temannya.

Mendaki Ke Puncak Mahameru

Cerita di novel ini sebenarnya punya ide yang cukup menantang. Terutama saat menyajikan kisah ketika mereka naik melalui jalur yang bukan pada umumnya. Tapi, di sini agak kurang dalam woro-woro mengenai aturan dalam mendaki gunung.

Sudah bukan rahasia lagi ya, banyak pendaki yang hilang dan petugas yang ada justru baru tau melalui orang lain. Sehingga tidak sedikit yang kesulitan mencari pendaki yang hilang tersebut. Sebab, data mereka tidak tersimpan di catatan pintu masuk.

Begini, naik gunung itu bukan sekadar biar dibilang keren. Untuk masuk apalagi sampai ke Ranu kumbolo hingga puncak mahameru. Ada biaya yang harus dibayar di pintu masuk. Belum lagi teman-teman juga harus mendaftarkan diri. Biar apa? Agar saat terjadi hal yang tak diinginkan, petugas keamanan dan tim SAR bisa langsung cepat memberikan pertolongan.

Karena itu, di dua buku yang kubaca, Haru Mahameru ini dan novel 5cm. Belum ada satupun baik secara tertulis maupun tersirat untuk melakukan pendakian dengan cara yang benar. Bahkan ending dari novel ini yang aku dapat justru seolah melakukan pendakian tanpa terdaftar itu tetap aman asalkan keberuntungan berpihak pada kita. 

Sementara, pengalaman mereka selama di hutan pun bukan main berbahayanya. Apalagi kalau belum tau track-nya. Bisa jadi salah ambil langkah dapat membawa tubuh kita jatuh ke jurang yang bukan main mengerikannya.

Belum lagi masih jarang juga penulis novel yang bercerita tentang misteri di gunung-gunung. Untuk enggak buang sampah sembarangan. Sayang banget, malah sering sampah-sampah itu dijadikan penanda kalau mereka baru saja berada di situ. Padahal kan penanda mah bisa apa aja.

Kisah Misteri Yang Mengundang Rasa Penasaran

Sebagai orang yang memang senang baca cerita horor, misteri sampai mitos-mitos. Tentu memilih novel ini untuk dibaca bukan alasan karena iseng semata. Tapi, memang karena penasaran kira-kira cerita apa yang akan disajikan.

Untuk novel Haru Mahameru ini, sebenarnya punya peluang yang lebih baik kalau saja penulisnya bisa menggali dengan lebih. Soalnya, ada satu cerita yang benar-benar aku tahu. Mengenai masyarakat yang tak terdaftar berada di dalam hutan Semeru. Mungkin kisah ini juga sama dengan misteri pasar setan yang sering dikisahkan oleh banyak pendaki gunung kali ya.

Tapi, memang cukup menarik kalau saja dikisahkan dengan detil. Bahkan, selain kurang detil, penggambaran emosi dari tokoh-tokohnya pun masih lemah. Karakternya kurang kuat, yang membedakan narasi antar tokohnya cuma makian-makian yang khas. Sampai-sampai, karena kurangnya emosi yang terbangun, aku enggak merasa sedih apalagi kasihan saat salah satu dari mereka bertiga hampir kehilangan nyawa.

Padahal dari momen temannya kesurupan itu aja harusnya udah terasa mengerikannya. Tapi, sayang banget masih kurang dieksplorasi. Semoga aja penulisnya, Balakarsa, mau mendalami lagi naskahnya. Terus, bisa bertemu sama editor yang handal sehingga novel ini bisa benar-benar menakutkan seperti novel Lewat Tengah Malam Ganjil

Review Novel Haru Mahameru

Dikarenakan moodku yang terus berubah dan kebutuhan untuk baca novel horor. Akhirnya berharap banyak sama novel ini. Meski ketika sudah selesai rasanya justru enggak puas. Ya karena itu, yang tadi sempat aku tulis di atas. Masih kurang eksplorasi. 

Bahkan, di salah satu bagian, ketika Purnomo dan seorang gadis cantik berbincang sebelum pisah. Nasihat yang dituturkan tuh seperti terlalu memaksa. Mungkin karena memang dari awal sosok Purnomo ini kurang kuat karakternya. Jadi, jatuhnya malah membingungkan. Ini tuh Purnomo yang ngomong atau kakek-kakek ratusan tahun yang lagi menasihati cucunya?

Jujur aja sedih karena dari sampulnya udah meyakinkan banget. Terus, ide awal mengenai pendaki yang melewati jalur terlarang pun udah oke. Cuma ya itu dia, aplikasi ke ceritanya malah bikin narasinya ambyar. Padahal alurnya udah dapet banget loh. Jadinya sayang aja gitu karena berasa baca karya yang belum kelar.

Buat yang udah punya bukunya atau masih menimbang-nimbang mau beli buku ini atau enggak. Saranku untuk beli aja dulu. Dicoba dibaca sendiri. Siapa tau ada tambahan lagi mengenai buku ini. Biar penulisnya bisa merombak lagi ceritanya agar jadi lebih bagus. Karena narasinya enggak begitu oke dan belum bisa membangun ikatan emosi dengan pembaca. Jadi, enggak kerasa kesan seramnya. Yang takut baca karena enggak suka cerita horor. Bisa lah buat baca ini, karena enggak terasa kesan seramnya.

So far, justru berharap banget kalau penulisnya mau belajar eksplorasi membangun narasi dan emosi. Biar pembacanya ikut ketakutan di karya selanjutnya. Soalnya sayang banget, biasanya pendaki gunung tuh punya segudang cerita yang bisa dibagi. 

Buat Balakarsa, semangat ya kak.

Postingan Terkait