Ulasan Novel Dua Dini Hari Seri Urban Thriller
Urban Thriller kedua yang kubaca berjudul Dua Dini Hari ini sebenarnya sudah kuincar sejak lama. Sayangnya, justru baru kesampaian dibaca di penghujung tahun 2021. Kesanku usai membaca novel ini adalah mendebarkan, memilukan dan misterinya benar-benar bikin penasaran. Jujur aku jadi kepikiran, apa jangan-jangan seri Urban Thriller ini punya sosok khusus di balik karya mereka? Soalnya, hasil yang udah ada ini benar-benar terpoles dengan sangat sempurna buatku.
Berawal dari perkenalan dengan Playing Victim karya kak Eva Sri Rahayu. Mengisahkan tentang sosok gadis yang membuat heboh dunia maya dengan postingannya. Dari situ, aku sampai terkejut karena inilah awal mula aku berkenalan dengan novel thriller yang ternyata enggak kalah bagus dengan karya orang luar negeri.
Perkenalan ini pula yang membuatku penasaran dengan buku-buku lainnya. Dan benar saja, usai membaca novel yang membuatku penasaran karena adanya penemuan mayat anak jalanan digantung di depan umum. Ini menjadi hal yang menarikku untuk membacanya di aplikasi Rakata.
Memang, hampir sedikit sama dengan novel Respati. Tapi, di novel Dua Dini Hari ada ketegangan yang dikemas dengan sangat baik. Membuatku merasa mulas, degdegan dan ingin berteriak lantang pada Elang dan Kanti agar keduanya bersembunyi. Tentunya, terasa menakutkan juga karena sisi gelap manusia memang menjadi momok yang tak boleh dianggap remeh.
Buat yang ingin membaca novel ini. Pastikan kalian sudah berusia di atas 17 tahun, ya. Agar lebih nyaman terutama menikmati pemikiran-pemikiran mengenai hidup manusia yang sebenarnya tak terbatas ini.
Kartu Tanda Buku
Judul : Dua Dini Hari
Penulis : Chandra Bientang
Halaman : 248
Editor : Yuli Pritania
Bahasa : Indonesia
Format : Ebook Rakata
Diterbitkan oleh Noura Books
ISBN : 9786023859573
Seri Urban Thriller Penerbit Noura
Sebelum memulai menyeritakan tentang buku Dua Dini Hari. Aku ingin mengajak pembaca untuk mengingat kembali dengan sebuah kontes yang diadakan oleh Penerbit Noura. Kompetisi yang berlangsung sekitar tahun 2018 silam. Yaitu kompetisi menulis novel bertema urban thriller. Dengan menggunakan platform Wattpad sebagai media untuk peserta mengunggah tulisan mereka.
Dari banyaknya peserta yang ikut dalam kompetisi ini. Muncul di penghujung kompetisi, lima penulis yang berhasil memikat tim editor Noura. Tentunya, mereka memiliki bekal yang sempurna yaitu cerita yang tidak biasa dengan plot dan penyelesaian yang bagus. Tapi, ada satu hal yang membuatku ingin berterima kasih juga.
Tim editor Noura. Jujur, buatku, walaupun cerita mereka sudah bagus, tentu ada jahitan dari para editor ini agar naskahnya menjadi lebih menarik. Yang membuatku merasa WAH, Noura pasti punya tim editor yang memang sering menangani naskah thriller. Karena, buatku pribadi, kalau enggak begitu into it di genre thriller pasti enggak akan bisa menemukan plot hole atau mungkin logical fallacy yang bisa saja tersemat secara tersembunyi di dalam naskah. Karena itu, aku sangat berterima kasih dengan mereka yang sudah benar-benar bisa menyempurnakan novel Dua Dini Hari menjadi lebih menegangkan dan pastinya lebih parah misterinya sampai aku enggak bisa menebak di awal cerita.
Aku juga berterima kasih buat kak Chandra Bientang karena novel Dua Dini Hari membuat akhir tahunku menjadi lebih bersemangat lagi. Jadi positive thinking buat melanjutkan semangat membaca yang baru saja membara lagi. Abis ini aku bakalan kepo dengan kak Chandra, siapa tau ada karyanya lagi yang bisa kutuntaskan.
Novel Dua Dini Hari
Mayat anak jalanan ditemukan bergelantungan di kawasan Jatinegara. Membuat panik banyak orang, terutama masyarakat di dekat penemuan mayat. Serta membuat kemacetan yang tidak bisa dihindarkan karena lokasi kejadian otomatis ditutup untuk penelitian. Namun, setelah itu, kasus tersebut seolah menguap dengan berita-berita lain.
Persis seperti kondisi di Indonesia. Itulah yang membuatku merasa kalau novel ini justru kental banget sama situasi yang ada di sini. Berita tentang pembunuhan yang belum usai, atau tentang pelecehan seksual. Yang kemudian menguap padahal belum tuntas kasusnya. Pun lebih mudah diganti dengan berita tentang selebriti atau selebgram. Teringat dengan cuitan seorang netizen, bahwa masyarakat Indonesia itu mudah lupa.
Karena mudah lupa inilah, kasus kematian anak jalanan lainnya mulai membuat risih. Jalan-jalan menjadi sepi. Terutama bagi anak jalanan yang mulai ketakutan untuk tidur di sembarang tempat. Mereka mulai tak berani menampakkan wajah usai teman-teman mereka mati bergelantungan di tempat umum.
Tidak ada yang tahu siapa nama anak-anak tersebut. Sebab, mereka tak memiliki kartu identitas. Bahkan, lebih banyak lagi yang keluarganya tak tahu kemana anak mereka pergi. Sebab, anak-anak jalanan ini memilih untuk berpindah sebebas keinginan mereka. Melakukan apa saja yang membuat mereka bisa lepas dari beban kehidupan yang kian berat.
“Bagi orang lain, mungkin nama anak-anak jalanan tidak penting. Di mata mereka, anak-anak jalanan hanyalah manusia abu-abu, begundal, lusuh seperti kain pel. Namun, tak seorangpun mau bertanya.” - Hal 6
Novel ini banyak menyuarakan tentang kemanusiaan. Melalui dialog yang kerap ditanyakan oleh tokoh-tokoh di dalamnya ketika mereka membahas tentang kematian anak jalanan. “Kenapa?” Sebuah pertanyaan yang kemudian menjadi arus pemikiran antara tokoh-tokohnya terutama Elang dan Kanti. Keduanya buatku memang bukan tokoh utama. Sebab, dari awal tidak begitu ditampakkan sekali.
Semua karakter saling bahu-membahu memberikan alibi yang menguat. Tidak bisa ditebak, meski awalnya kupikir Rudy adalah sosok yang menjadi bagian dari pembunuhan tersebut. Namun, ternyata aku salah besar. Bahkan, aku juga mencurigai banyak orang yang ternyata memang benar. Hanya saja agak membuat mual karena ketika kasus diungkap tabir kegelapan lainnya pun ikut tersingkap.
Review Novel Dua Dini Hari
Usai membaca novel ini sampai tamat, aku menghela napas. Sebab, mereka dipertemukan dengan orang-orang dari Orde Lama. Membuatku seperti melihat kondisi Indonesia ketika saksi mata justru harus disingkirkan agar rahasia misi mereka tetap tercapai. Bisa dibilang, Indonesia ini juga punya mafia sekelas Yakuza yang cukup mengerikan. Hanya saja, di Jepang, Yakuza itu bisa teridentifikasi bahkan tak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Sementara di Indonesia, mereka bisa menjadi apa saja sesuka hati.
Misteri dan rasa penasaran sudah dipupuk sejak bab-bab awal. Apalagi ketika sedikit clue sengaja disajikan untuk menambah keingintahuan pembaca. Membuat pembaca gegabah sepertiku main tunjuk saja siapa pelakunya tanpa pikir panjang. Untungnya, ini bukan kasus nyata dan hanya sekadar fiksi belaka. Kalau tidak, maka aku akan menjadi tersangka karena menuduh tanpa alasan.
Penggambaran gang-gang sempit serta kosan yang cukup pengap di wilayah Jatinegara ini. Benar-benar seolah nyata. Enggak sekadar bubuhan saja, karena memang kawasan di Jakarta ini memang pemukiman padat penduduk. Tak perlu dipertanyakan lagi pula, ketika cuaca sedang terik, apakah bisa mengatakan bahwa Jakarta tidak panas menyengat? Yah, walaupun memang pasti masih lebih gerah Bekasi dan Cikarang.
Serta satu lagi yang enggak ada habisnya untuk dibahas. Berkaitan dengan tagar #PercumaLaporPolisi. Di novel ini jelas banget kita akhirnya juga bisa muak dengan perilaku pak polisi yang entah kenapa malah membuatku teringat dengan berita Seorang Ibu Disuruh Menangkap Pelaku Pelecehan Seksual Anaknya Yang Masih Di Bawah Umur Oleh Polisi Saat Melapor. Dan benar aja, si Ibu itu dengan bantuan tetangganya, berhasil menangkap pelaku yang notabenenya adalah tetangga si korban. Dan dia hampir saja bisa lolos saat hendak melarikan diri ke Surabaya dengan menggunakan kereta api. Yang menolong si ibu itu siapa? Tentunya kepala stasiun kereta api Bekasi. Jadi, yang berjasa siapa? Polisi? Tentu tidak, karena yang berjasa adalah combantrine.
Penutup
Membaca novel dengan kasus pembunuhan anak-anak jalanan. Dimana kasus tersebut mandeg tak menemukan jalan keluar. Bahkan, orang-orang yang tampak ingin turun tangan membantu, justru menjadi korban selanjutnya.
Yang justru menjadi sangat terasa nyata adalah kasus pembunuhan anak jalanan ini pernah naik beritanya di tahun 2005. Disusul pada tahun 2012 juga terjadi pembunuhan yang cukup sadis, yang menimpa seorang ibu dan anak.
Hampir sedikit mirip dengan kondisi salah satu tokoh di dalam novel ini. Membuatku yang membacanya geleng-geleng.
Buat teman-teman yang sedang ingin membaca novel genre misteri, thriller suspense, silakan baca novel ini. Bisa dibaca secara digital di aplikasi Rakata atau Playbook. Tentunya masih berbayar kalau di dua aplikasi ini. Silakan menabung jika sudah sangat penasaran ingin membacanya.