Penari Dari Serdang Sebuah Kisah Sejarah Yang Dibalut Romansa Orang Dewasa
Penari Dari Serdang Sebuah Kisah Sejarah Yang Dibalut Romansa Orang Dewasa
Kalau ada yang bilang novel ini cuma kisah tentang seorang wartawan tersohor yang sudah memiliki istri dan dua anak, terpincut dengan penari dari Serdang kemudian memiliki hubungan lain dengan para tokoh budayawan di sana. Berarti berita tersebut tidak bohong. Karena, memang di dalam novel ini berisi kisah seperti itu. Tapi, bagi saya, kisah cinta menya-menye orang dewasa ini, hanya balutan yang kalau diabaikan pun tidak merusak informasi yang cukup menarik di dalamnya.
Bagi saya, menjadi dewasa terkadang membuat saya muak. Terlebih, kalau kisah balutan cinta hanya melulu perkara berahi belaka. Jadi, saya tegaskan, saya tidak begitu ambil pusing dengan kisah cinta Mas Bagus ini. Tidak peduli. Karena, saya justru tertarik dengan kota Medan dan daerah sekitarnya karena Pak Yudhistira menggambarkan perjalanan Mas Bagus ketika mengunjungi beberapa tempat di Medan membuat saya antusias.
Kartu Tanda Buku
Judul : Penari Dari Serdang
Penulis : Yudhistira ANM Masardi
Halaman : 316
Format : Ebook Gramedia Digital
Bahasa : Indonesia
Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 9786020622385
Eksplorasi Kota Medan Dan Sekitarnya
Berawal dari permintaan temannya bernama Ita, Mas Bagus ini yang merupakan seorang wartawan tersohor, diminta untuk menjadi juri salah satu pentas seni yang mendatangkan banyak pelajar dari berbagai daerah di Indonesia. Sekitar tahun 2013, ketika dia menginjakkan kaki di Medan dan menggambarkan betapa carut-marutnya tata kelola acara yang menyebabkan banyak peserta yang tampak keleleran di loby hotel.
Kemudian pertemuannya dengan Putri Chaya, seorang penari dari Serdang yang tadi sempat saya singgung. Namun, saya akan kisahkan hal lain. Dimana keduanya mengunjungi salah satu tempat makan untuk sarapan Soto Daging di Jalan Gocah Pahlawan. Katanya, sotonya enak dan restoran itu terkenal di Medan. Ini membuat saya penasaran, apa gerangan nama soto yang enak tersebut, ya?
Setelah itu, diajak pulalah kita menyusuri bagian lain dari Kota Medan dengan berkunjung ke Perpustakaan Sultan Muda Perkasa. INI NIH YANG TAMBAH BIKIN PENASARAN! Secara, ya, berkunjung ke perpustakaan yang isinya merupakan buku-buku karya Sultan Muda Perkasa yang menjadi rujukan penting bagi studi kebudayaan Melayu. Semua koleksinya ini disumbangkan untuk masyarakat melalui perpustakaan keluarga.
Tengku Muda Perkasa dilahirkan di Istana Galuh Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, provinsi Sumatera Utara pada 27 Juli 1933. Ia dinobatkan sebagai Pemangku Adat Kesultanan Serdang pada 12 Januari 2000 oleh Sultan Deli XIX. Sultan Muda Perkasa dikenal sebagai budayawan Melayu yang gigih dan penulis produktif, dosen dan Ketua Forum Komunikasi Antaradat Sumatera Utara. Ia meninggal dunia pada 5 September 2005. (Hal 13-14)
Buku-buku koleksi pribadi, termasuk buku-buku baru sumbangan dari berbagai pihak, terpajang di beberapa rak. Tapi, ada satu lemari khusus yang menyimpan ratusan buku cerita koboi kegemarannya. Sebuah koleksi yang unik. Bagaikan kemah Indian di tengah prairi!
Benda-benda miliknya yang personal di simpan di dalam sebuah kamar yang dulu merupakan kamar tidurnya. Artefak sejarah dan kebudayaan Melayu serta karya-karya tulis hasil penelitian dan pemikiran-pemikirannya tersebar di beberapa rak. Ada 26 judul buku karyanya antara lain, Ikhtisar Sejarah Serdang, Senjakala Kerajaan Melayu di Sumatera Timur dan Perjuangan Sultan Sulaiman. (Hal 14-15)
Nah, penggambaran perpustakaan ini membuat saya semakin penasaran. Sebenarnya nama Perpustakaannya tuh benar-benar ada atau sedikit dimodifikasi? Meski ketika saya baca sampai benar-benar akhir halaman, terdapat beberapa referensi menarik yang didapat Pak Yudhistira selama menulis Penari Dari Serdang ini. Namun, tetap saya masih belum tahu banyak hal dan sepertinya harus berkunjung sendiri ke Medan.
Kunjungan Chaya dan Bagus berikutnya yaitu ziarah ke makam keluarga Sultan Sulaiman. Sultan Sulaiman Shariful Alamshah merupakan sultan kelima Kerajaan Negeri Serdang. Secara adat, ia bergelar Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia tuanku Sultan Sulaiman Shariful Alamshah Marhom Perbaungan Ibni Tuanku Sultan Basharuddin Shaiful Alamshah. Ia dilahirkan di pusat Kesultanan Serdang, Rantau Panjang, antara tahun 1863-1865, wafat pada 1946.
Di samping pemakaman terdapat Masjid Raya Sulaimanyah yang dibangun Sultan Sulaiman pada 1894. Di halaman belakang terdapat bangunan panjang untuk Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama. Sekolah tersebut dikelola oleh Yayasan Kesultanan Serdang. (Hal 75-76)
Sumber foto : https://situsbudaya.id/masjid-raya-sulaimaniyah-sumatera-utara/ |
Membaca Penari Dari Serdang Membaca Sejarah Melayu
Di sini, Bagus dipertemukan dengan seorang lelaki yang memiliki keinginan untuk menjadi anggota dewan. Tujuannya agar dia bisa lebih mudah memiliki kontribusi dalam menjaga kebudayaan Melayu di tanah kelahirannya itu. Bersama dengan Bagus, yang ditugaskan untuk menuliskan sesuatu di korannya, Bersihar Hamzah ikut membantu tempat pelatihan menari yang didirikan oleh Chaya sebagai bagian dari usahanya untuk tetap melestarikan budaya Melayu.
Bersihar Hamzah memang menepati janji, bahkan dia tidak tanggung-tanggung mengadakan pentas seni kebudayaan yang mengenalkan Kebudayaan Melayu di beberapa kesempatan. Ambisinya adalah dirinya ingin memberikan kesejahteraan bagi warga Melayu di tanah kelahiran mereka. Agar kemajuan perekomnomian di tanah Melayu bisa juga didominasi oleh mereka yang memiliki darah Melayu. Mengingat banyak orang Melayu yang merantau ke pulau lain.
Seluruh kegiatan revitalisasi kebudayaan melayu ini dimaksudkan agar warisan budaya dan kearifan bangsa melayu kembali hadir di tengah-tengah masyarakat. Lebih khusus lagi agar generasi baru di Sumatera Timur bisa bangkit dan berdiri di atas akar budayanya sendiri yang kukuh dan monumental. (hal 189).
Di beberapa bagian, kita akan disodorkan sejarah-sejarah tentang keturunan-keturunan Melayu dan cerita masa Kolonialisme. Melalui kisah yang tidak hanya disampaikan dari Chaya, juga dari beberapa orang terkait yang memiliki ikatan yang kuat dari orang-orang Melayu terdahulu. Juga, kisah-kisah tentang beragam perjuangan orang Melayu yang tak lagi banyak diingat bahkan oleh penduduk di Sumatera sekali pun.
Kesimpulan
Pada akhirnya, bagi saya Bagus adalah sosok lelaki plin-plan yang tidak memiliki pendirian dan hanya mengejar cinta sesaat saja. Ah, sudahlah, masa bodoh! Yang jelas, bagi pembaca yang ingin membaca tentang kebudayaan Melayu dengan cara yang ringan dan tidak terkesan menggurui hingga membuat penasaran. Novel ini bisa dijadikan referensi bacaan ringan namun informatif.
Apalagi ketika Pak Yudhistira menceritakan tentang daerah-daerah lain di sekitar Medan seperti Binjai, misalnya. Membuat saya seketika merasa sangat bersemangat. Bayangkan saja, saya seperti diajak jalan-jalan langsung tanpa merasa terpaksa. Narasinya membuat saya seperti berada di tempat tersebut sambil menikmati udara yang menyapa dengan lembut.
Untuk gaya penulisannya, saya tidak merasa masalah karena ringan dan plotnya mengalir serta padat. Diselingi dengan puisi yang cukup menyenangkan dan tidak ribet untuk dicerna. Yang pasti, memang novel ini ringan namun jika ditelaah lagi tidak hanya berisi kerumitan cinta orang dewasa yang memusingkan. Tapi, berisi sejarah yang cukup berguna bagi pembaca.