Book Review : White as Silence, Red as song




Bagaimana sebenarnya proses mencari jati diri yang sering dialami oleh remaja? Apakah ketika sudah dewasa nanti, banyak orang mengingat proses dan progres serta ingatan akan kegalauan-kegalauan yang kerap menghantui dalam setiap langkah?

Bagi yang belum terbiasa membaca Young Adult yang dikemas melalui pemikiran dan kehidupan tokoh utamanya. Perkembangannya dari waktu ke waktu. Mungkin, akan beranggapan novel White as Silence, Read as Song adalah novel paling membosankan. Karena alur ceritanya yang lambat, berisi pemikiran-pemikiran Leo, tokoh utama, yang kerap mempertanyakan banyak hal dalam hidupnya.


Kartu Tanda Buku

Judul : White as Silence, Red as Song
Penulis : Alessandro D’Avenia
Halaman : 272
Terbit : 4 September 2018
Format : Ebook Scribd
Bahasa : Inggris
Diterbitkan oleh Thomas Nelson
ISBN : 9780785217077



White as Silence, Red as Song



Adalah Leo yang memercayai bahwa dia merupakan reinkarnasi dari seekor singa. Mungkin, kamu sudah bisa menebaknya karena dari nama Leo. Tapi, bukan hanya itu, Leo sendiri merasa ada sesuatu dalam dirinya yang siap mengaum kencang. Leo sendiri memiliki cewek incaran yang setiap saat mewarnai hidupnya.

Namanya Beatrice, bagi Leo, Beatrice itu ibarat warna merah sementara Leo berwarna putih. Beatrice bagi Leo merupakan reinkarnasi dari sebuah bintang karena dia sering memesonanya. Setiap tahun, Leo sering hadir ke acara ulang tahun Beatrice dan dia selalu ingat tanggal ulang tahunnya.

Sementara itu, ada cewek lain yang juga berada dalam kehidupan Leo, namanya Silvia. Meski keduanya terbilang cukup dekat, namun Leo tidak pernah merasakan getaran pada Silvia seperti yang dirasakannya pada Beatrice. Silvia, menurut Leo adalah reinkarnasi dari seorang malaikat. Karena Silvia seperti sosok Guardian Angel bagi Leo yang kerap membantunya dalam berbagai situasi dan kondisi.

Suatu hari, guru pengganti pelajaran filosofi dinobatkan sebagai guru tetap. Leo memanggilnya dengan sebutan The Dreamer. Dari gurunya itulah, Leo banyak mempertanyakan tentang apa yang disukainya, apa yang membuatnya mau bergerak maju dan apa yang membuatnya bertahan dalam kehidupan. Dari dia pula-lah, Leo mempertanyakan banyak hal dalam hidupnya dan berusaha untuk memecahkan kesunyian yang kerap ia rasakan dalam hidup.

White as Silence, merupakan penggambaran Leo akan dirinya sendiri yang seolah putih. Bersih. Tanpa warna lain menyusupi. Mengingatkan saya pada Tsukuru Tazaki dalam novel Colorless Tsukuru. Leo sendiri sering bercokol dalam kepalanya, itulah kenapa Silence di sini kerap terasa karena dialog antar-tokohnya tidak begitu banyak.


Tokoh - Tokoh Pendukung



Leo : remaja lelaki yang tengah mencari jati dirinya melalui pelajaran filsafat dan kesunyian yang menyelimutinya.

Silvia : temannya Leo yang sering hadir membantunya. Namun, mereka hanya berteman.

Beatrice : cewek cantik yang merupakan incarannya Leo.

Niko : sahabatnya Leo yang sering mengatakan padanya untuk terus mencari hal unik dalam hidup.

The Dreamer : sosok guru yang juga merupakan tokoh yang selayaknya pencetak kutipan-kutipan untuk kehidupan.


Spoiler Attack : Bagian-bagian Lain Dalam Cerita



Leukimia. Bagi Leo, istilah Leukimia itu tidak tepat. Karena darah putih, tetaplah berwarna merah. Dan, itu tidak relevan baginya. Namun, di balik kata itu ada sesuatu yang menghantamnya. Beatrice terkena Leukimia. Dan hidup Leo kembali PUTIH. Namun, dia kerap mengingat kembali perkataan The Dreamer, sehingga membuatnya melangkah menuju rumah sakit untuk mendonorkan darah putihnya demi membantu Beatrice. Tapi, keinginannya ditolak karena usianya masih belum cukup untuk membuat keputusan sendiri.

Leo membuat surat untuk Beatrice. Saking gugupnya Leo berbicara langsung apalagi bertegur sapa dengan Beatrice. Dia memutuskan untuk menuliskan pesannya melalui sebuah surat. Meski begitu, Leo sendiri tidak tahu alamat rumahnya Beatrice dan memilih untuk meminta tolong Silvia mengirimkannya pada Beatrice.


Apa Hal Lain Yang Menarik Tentang Novel Ini?




  1. Hubungan antara Ayah dan Anak. Ketika Leo baru pulang dari rumah sakit diantar oleh Ayahnya. Kemudian keduanya membicarakan tentang, bagaimana awal pertemuan Ayahnya dengan Ibunya?
  2. Leo senantiasa mengaitkan Beatrice sebagai kekasihnya Dante. Hal ini yang cukup mengesankan karena penjabarannya sangat natural.
  3. Apakah hubungan Silvia dan Leo tetap bertahan? Dan bagaimana hubungan Beatrice dengan Leo? Ini cukup menggelikan karena hubungan mereka ini seperti cerita pada umumnya namun tidak dipaksakan dalam narasinya. 
  4. Momen-momen berharga ketika Leo tertabrak mobil. Ada banyak hal terjadi dalam kehidupan Leo yang mengiringi setiap keputusan-keputusannya.



Kutipan White as Silence, Red as Song



Beatrice is red. Silvia is blue, like all real friends. Whereas this substitute teacher is just a tiny black stain on a hopelessly white day! ~ hal 20.

Thanks to our freedom, we can become something different from what we are. Freedom allows us to dream, and dreams are the blood of life, even if that occasionally means taking a long journey and getting a bit beaten up along the way. ‘Never give up on your dreams! Don’t be frightened of dreaming even if others laugh at you. ~ hal 24.

Only when people have faith in what is beyond their reach—a dream—does humanity take steps forward that help it to believe in itself. ~ hal 25.



Kesimpulan


Waktu pertama membaca buku ini satu halaman, saya bosan setengah mati. Karena, narasinya yang lambat dan terus bertahan menyaksikan dan mendengar celotehan karakter utamanya, bukanlah hal yang mudah. Namun, saya tetap penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi pada akhirnya dengan Leo, Silvia, Beatrice? Meski kadar kisah percintaannya tidak banyak. Namun, kisah remaja di sini cukup serius membahas masalah pencarian makna hidup melalui segmen-segmen dalam kehidupan.


Postingan Terkait