Buku Favorit Sepanjang Masa - 2018

Buku Favorit Sepanjang Masa - 2018





Dalam perjalanan saya selama membaca buku dari satu genre ke genre lain. Saya mendapati banyak hal tersembunyi di dalamnya. Sebuah kenangan yang berjejak pada setiap lembarannya. Sebuah isyarat yang hanya mampu ditangkap melalui makna yang tersirat. Dan sebuah perwakilan kehidupan yang lekat dengan apa yang tampak di sekitar kita.

Ada satu hal yang masih saya ingat usai membaca sebuah buku karya Farida S. yang berjudul Karena Kita Tak Kenal. Hanya saja, hal yang saya ingat, bukan berkaitan dengan buku tersebut, tapi berkaitan dengan sebuah kisah yang pernah dialami oleh sang penulis. Dari bukunya yang lain, belum pernah saya baca, dimana ada seorang pembaca yang pada akhirnya membatalkan niatnya untuk mengakhiri hidup setelah membaca buku tersebut.

Kisah lainnya yang juga tidak kalah menarik, betapa banyak para sastrawan dan pujangga, berjuang melalui kata demi kata, melawan ketidakadilan. Dari susunan kata dan kalimat inilah, sebuah perlawanan menolak pemimpin otoriter. Hingga membuat sebuah gerakan yang sangat teramat besar, sebuah demokrasi massal yang meneriakkan nama keadilan. Dan semua itu berasal dari sebuah buku.


Kamu Adalah Apa Yang Kamu Baca. Semboyan yang pernah dan sering saya baca belakangan ini akibat maraknya penyebaran berita bohong. Berita yang hanya menjadikan masyarakat bodoh bukan yang membantu mereka menjadi pintar. Ah, memang inilah tujuan penyebaran berita tersebut, agar masyarakat literasi tak terwujud. Agar mereka tak perlu membaca buku, cukup berita singkat yang beredar dari satu media ke media lain.


Saya memang tidak menjamin, bahwa membaca buku mampu membuat orang bisa cerdas dan mendapatkan manfaat dari apa yang dia baca dan menjadikannya pribadi yang lebih baik. Tidak. Saya juga tidak bisa menjamin bahwa para pembaca buku akan mampu mengubah dunia menjadi lebih baik lagi dari kondisi keterpurukannya.

Tapi, saya meyakini satu hal. Bahwa buku mampu mengubah dan menyentuh satu bagian dalam diri manusia dan menjadikannya menjadi berbeda, entah itu baik atau buruk. Dan ada beberapa buku yang membuat saya, membantu saya tepatnya, dalam melihat dan menghadapi kehidupan dan menerima keberadaan manusia dengan segala perbedaannya.



1. Pentas Kota Raya



Buku ini pertama kali saya tahu dari rekomendasi seorang teman. Dari sampulnya memang tampak biasa, maklum memang begitulah ciri khas buku-buku terbitan Penerbit Pustaka Jaya. Terkesan biasa namun sangat berbobot.

Ditulis oleh Fuad Hasan, seorang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Beliau juga seorang guru besar di Universitas Indonesia fakultas Psikolog. Isi di dalamnya merupakan kumpulan essay yang sangat bermanfaat dan ‘mendalam’.

Wajah Kota Jakarta saat itu, sekitar tahun 1993 digambarkan kondisinya melalui sudut pandang seorang Fuad Hasan. Dari mulai menyusutnya adat budaya, beraneka ragamnya penduduk sampai kondisi kejiwaannya. Dibahas dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tidak membosankan. Sampai-sampai, buku ini menjadi buku yang sering saya baca ulang ketika otak saya membutuhkan waktu untuk istirahat.



2. Heteronomia


Sama seperti buku Pentas Kota Raya. Buku ini pun sama, ditulis oleh Fuad Hasan. Isinya lebih beragam. Saya menemukan satu kutipan yang menarik dari tulisannya yang mengangkat tentang kegiatan membaca.


“Satu-satunya kutu yang tidak mengganggu adalah Kutu Buku.”


Keragaman isinya membuat saya menemukan hal lainnya dalam buku ini. Yaitu eksistensial manusia dalam wajah Kita dan Kami. Dari dua kata tersebut beliau menjabarkan apa saja perbedaannya dalam kehidupan bermasyarakat. Yang membuka mata saya, bahwa kehidupan sangatlah jamak.

Sebenarnya ada buku karya Fuad Hasan lainnya yang juga menjadi favorit saya, tapi saya ingin memberi kesempatan dengan buku lainnya. Untuk buku Fuad Hasan yang saya sukai berjudul Studium Generale.


Apalah saya jadinya jika tidak pernah mengenal tulisan Fuad Hasan. Karena itu, saya masih terus berburu buku-bukunya yang lain dan berharap bisa mendapatkannya dalam waktu dekat.


3. I La Galigo


Bagi orang Makasar, mungkin keberadaan karya ini tidak asing. Karena, konon, naskah asli dari karya yang ternyata panjangnya ini melebihi kisah Ramayana dari India, ditulis dengan menggunakan bahasa masyarakat setempat yang cukup kuno. Naskah tersebut pun banyak tercecer, beberapa bahkan tersimpan di museum Belanda. Dan beberapa yang lainnya sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Pak Sapardi Djoko, merupakan salah seorang yang ikut dalam menerjemahkan karya tersebut. Cerita di dalam buku ini, merupakan awal mulanya dunia ini terbentuk. Bagaimana peran para Dewa sampai Patotoque dalam menghadirkan manusia ke dunia ini.

Buku ini memang bukan yang termasuk mengubah cara saya berpikir atau mengubah kehidupan. Tapi, dari buku inilah saya akhirnya bisa mengetahui bahwa karya ini adalah sebuah karya yang sangat bernilai dan berharga bagi Indonesia.


***


Sebenarnya, buku favorit sepanjang masa untuk saya itu ada banyak. Sayangnya saya hanya menuliskan tiga buku, bukan berarti saya tidak tertarik dengan buku lainnya. Tapi, saya ingin membagikannya lagi di lain waktu.


Dua dari tiga buku favorit saya, merupakan buku yang sering saya baca ulang. Bahkan terkadang saya jadikan referensi bahan tulisan. Karena, meski kedua buku tersebut hanya berisi sekitar 100-an halaman. Tapi, nyatanya, bobot di dalamnya sangatlah penting dan berharga. Dua buku tersebut menjadi harta karun berharga bagi saya.


Semoga semakin semangat membaca untuk saya dan juga Anda.

Postingan Terkait