Book Review : The Hate U Give

Book Review : The Hate U Give


The Hate U Give



Belakangan ini dunia perbukuan tengah diguncang dengan kehadiran sebuah buku yang fenomenal. Buku ini akan segera ditayangkan dalam bentuk film namun beberapa orang sempat menyatakan bahwa di tempatnya berada tidak akan menayangkan film ini. Buku ini masuk ke dalam Diversity Book, dimana membahas sesuatu yang paling banyak kita temui, bahkan di Indonesia pun terjadi, RASISME.

Jika merujuk pada negara Amerika Serikat, tentunya kita sudah sangat mengenal betapa terasingnya orang-orang kulit hitam di sana. Label yang melekat pada mereka adalah label yang negatif. Bahkan, meski ketika presiden Barrack Obama menjabat, tindakan rasis seperti hal tersebut masih terjadi meski tidak separah saat sebelum atau sesudah beliau menjabat sebagai presiden.


Kartu Tanda Buku

Judul : The Hate U Give
Penulis : Angie Thomas
Halaman : 491
Versi : Ebook Gramedia Digital
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Goodreads : https://www.goodreads.com/review/show/2206867624





Ini sebuah fakta yang sempat saya baca setelah membaca buku ini. Tentang seorang remaja berkulit hitam, yang sedang berdiri menggenggam telpon genggam di halaman rumahnya, ditembak sebanyak 20 kali oleh seorang polisi yang menyangkanya membawa senjata. Tajuk para demonstran yang sempat ramai belakangan ini bisa dicek di tagar #StephonClark dimana banyak opini bertebaran tentang hal tersebut.


Mereka Pantas Untuk Mati Karena Mereka Orang Kulit Hitam ~



Tentunya, otak kita akan menyerapnya dengan pertanyaan yang besar. Semurah itukah harga sebuah nyawa hanya karena warna kulit mereka berbeda? Pantaslah banyak artis yang melegenda senantiasa berusaha untuk menyudahi tindak rasisme yang tampak mendarah daging. Masih teringat dengan jelas sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Michael Jackson, "no matter if you're black or white." Mereka selalu menyuarakan dan berusaha agar kehidupan mereka tak lagi dipermasalahkan tentang warna kulit.

Demikian juga di Indonesia yang kerap bertikai tentang masalah Pribumi dan Non Pribumi. Kebanyakan mereka merasa iritasi dengan kehadiran orang-orang ras Cina. Terkenang kembali waktu dimana tragedi amukan massa yang pernah terjadi sekitar akhir tahun 90-an, dimana pada mulanya berawal dari demonstrasi mahasiswa kemudian berakhir menjadi kerusuhan hingga pembakaran lahan usaha dan perampokan besar-besaran bisnis orang-orang Cina.

Saya tidak sedang membela orang Cina atau orang kulit hitam. Saya sedang berpikir tentang bagaimana otak manusia itu bekerja. Kenapa bisa mereka yang notabennya memiliki otak dan dianugerahi kesempurnaan bisa sedemikian bodohnya hingga menganggap kebencian pada satu orang berarti harus membenci ras hingga anak cucu dan semua keturunannya?

Kebencian itu akan selalu tertanam hingga ke anak-cucu dan semua keturunan kita. Itulah kenapa judul ini mewakili cerita yang ada sedikit-banyaknya merupakan pengalaman asli dari Angie Thomas, penulisnya. The Hate U Give, sebuah fenomena dimana kebencian pada ras tertentu memang sudah sejak lama ditanamkan secara sadar atau tidak pada orangtua mereka. Dan ini seperti lingkaran setan yang tak akan bisa terputus kecuali seseorang mencoba untuk melepas diri mereka secara sadar dan berusaha untuk menanamkan hal lain kecuali kebencian pada anak-keturunannya.


T-H-U-G-L-I-F-E. Artinya apa yang diberikan masyarakat kepada kita sebagai generasi muda, bakal berbalik menghajar mereka saat kita jadi kacau. ~ Hal 24



Sebagai seorang anak mantan narapidana dan mantan anggota King yang juga berkulit hitam. Kehidupan Starr sebenarnya tidaklah mudah, dia tinggal di sebuah kawasan yang sangat dikenal sebagai tempat tinggalnya para gembong narkoba, para pengedar narkoba hingga para aktor jahat, yaitu Garden Heights. Meski demikian, sang Ayah - Maverick - senantiasa menanamkan pada anak-anak mereka bahwa meski lingkungan tersebut buruk, mereka bisa membuktikan pada dunia bahwa tidak semua orang yang tinggal di tempat ini jahat.

Starr bersekolah di Williamson, tempat mayoritas kulit putih berada. Meski dia menjadi gadis kulit hitam yang jarang bisa ditemui di tempat ini, Starr merasa tetap nyaman dan senang karena dia mendapat tempat yang sesuai untuknya. Di sini tampak sekilas bahwa Starr sebenarnya merasa bimbang untuk membanggakan dirinya sebagai gadis kulit hitam dan berusaha untuk melebur dengan teman-teman kulit putihnya meski menggadaikan banyak hal tentang dirinya.

Menjadi diri sendiri di antara kaum mayoritas memang tak mudah, pun saya merasakan demikian. Ketidak-mudahan ini seringkali menjadikan pribadi kita seolah takut untuk menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Karena takut dibenci dan takut diasingkan. Kasus ini banyak dirasakan oleh anak-anak yang mengalami bullying baik itu karena perbedaan fisik, agama hingga ras.

Kakaknya Starr, Seven, lahir dari Ibu yang berbeda, dimana Ibunya Seven adalah ibunya Kenya sahabatnya Starr. Rumitnya hubungan keluarga ini berawal dari kegilaan King sang pemimpin gerombolan gangster di wilayah Garden Heights yang gemar meminjamkan istrinya pada anggota lain. Terutama jika dia mendapat posisi yang istimewa bagi King. Demikianlah mengapa akhirnya Seven bisa menjadi kakaknya Starr dan Kenya meski mereka berbeda Ibu.



"Mau kulitnya polkadot pun tak masalah, asalkan dia bukan penjahat dan dia memperlakukanmu dengan baik." ~ Hal 50


Cerita dalam buku ini yang ternyata berisi juga pengalaman Angie sang penulis tentang kehidupannya dan tentang pengalamannya di tempat kuliah, bukan saja sebagai fokus yang utama. Ada beberapa hal yang juga diceritakan sehingga membuat cerita dalam buku ini sangat menarik dan kompleks. Kita akan ditawarkan bagaimana perjuangan Starr menjadi saksi dalam pengadilan penembakan Khalil oleh polisi berkulit putih.

Dimana karena sang polisi adalah seorang mayoritas sehingga berita yang ditampilkan banyak berisi dukungan bagi si penembak alih-alih mempertanyakan kebenaran akan kejadian yang nyata. Apalagi ditambah dengan pernyataan ayahnya sang polisi yang sempat membuat saya mengangguk dan menyetujui bahwa ada sisi gelap dari pemberitaan di televisi dan media lain yang sering tidak akurat.

Kisah cinta Starr yang berpacara dengan Chris, seorang lelaki kulit putih, juga dibahas di sini. Bagaimana pada akhirnya, tampak juga oleh beberapa pembaca yang menyebutkan bahwa ada beberapa kali Starr melakukan standar dan pemikiran yang lumayan rasis pada Chris dimana pendapat lain mengatakan bahwa itu adalah bentuk pertahanan diri Starr akibat banyaknya hal negatif yang terus mengikuti dirinya.


Ada beberapa hal juga yang menarik dari buku ini yang sayang kalau dilewatkan :



  • Hubungan orangtua Starr yang cukup manis. Keduanya digambarkan sebagai pasangan yang saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Romansa keduanya bukan ditampilkan dari banyaknya bunga atau kencang yang dilakukan oleh kedua orangtua Starr, tapi hal-hal yang sering ditunjukkan dalam dialog atau penggambaran naratif saat keduanya memutuskan sesuatu demi masa depan keluarga.
  • Jika dipisah, Ibunya Starr juga cukup lucu, dia mampu membuat saya menertawakan sesuatu yang sering banyak dilakukan oleh Ibu-ibu lain. Selain itu sang Ayah juga demikian, pertanyaan-pertanyaannya yang sering membuat Starr mati kutu, membuat saya terbahak.
  • Kisah persahabatan Starr dengan kedua temannya juga cukup seru, terlebih salah satunya mendominasi yang lain dan ini membuat mereka harus menentukan sendiri keputusan apa yang terbaik bagi mereka.
  • Kehidupan masyarakat di Garden Heights juga disoroti dengan porsi yang cukup sehingga masing-masing tokoh saling menopang hingga cerita ini menjadi sangat bagus. Apalagi banyak juga ulasan positif tentang buku ini sehingga Anda tidak akan menyesal membacanya.
  • Perjuangan Maverick agar lingkungan tempatnya tinggal bisa menjadi lebih baik lagi merupakan usaha yang tidak kecil. Apapun itu dia selalu memiliki cukup keyakinan yang baik demi terwujudnya impian agar anak-anak di lingkungan Garden Heights ini tak lagi menjadi momok penjahat seperti yang dikenal banyak orang.
  • Membaca buku ini mengenalkan kita pada satu daerah di Missisipi yang ternyata memang banyak dihuni oleh orang-orang kulit putih. Seperti halnya China Town yang sering kita dengar di film-film Hollywood. Jadi, kisah ini ada banyaknya menguak bagaimana kehidupan sehari-hari dan rasisme yang sering terjadi.


Kesan Bacaanipeh Setelah Membaca Buku The Hate U Give



Selama membaca buku ini, saya merasa terlalu sensitif terutama beberapa bagian sangat mirip dengan kondisi di sini. Hingga membuat saya tak sanggup menahan tetes air mata haru dan juga sedih karena miris bahwasannya banyak orang yang demikian tega hingga menggap remeh satu nyawa demi menuntaskan dahaga mereka akan kebencian. Usai menyelesaikan bacaan ini, saya bahkan masih belum sanggup untuk memilih bacaan lain, terutama karena buku yang ada berbeda genrenya. Hingga membuat saya harus memberikan banyak waktu bagi diri saya sendiri untuk memulai membaca kembali. Buku ini saya rekomendasikan agar dibaca karena isinya benar-benar berbobot namun dikemas dengan sangat apik dan ringan. [Ipeh Alena]

Postingan Terkait