Cecilia dan Malaikat Ariel

Image Source : Google


Judul : Cecilia dan Malaikat Ariel
Penulis : Jostein Gaarder
Penerbit : Mizan
Halaman : 210
Cetakan II : Februari, 2009
ISBN  : 9789794335390


Mungkin kita sedih saat merasakan keindahan karena kita tahu itu tak akan berlangsung selamanya. Kita tertawa ketika ada sesuatu yang jelek karena kita tahu itu hanyalah canda. ~ hal 21



Cecilia merasa sedih. Karena ini adalah natal pertamanya dimana dia menghabiskannya di dalam kamar, di atas tempat tidurnya. Dia merasa bisa memiliki mata yang menerawang, melihat kegiatan di lantai bawah rumahnya. Ayahnya yang sibuk menata ruangan, Ibunya yang memasak di dapur. Dan hanya adiknya, Lars, yang menceritakan apa saja yang terjadi di bawah.


Awalnya Cecilia meminta kado pada Ibunya yaitu papan Ski dan motor Ski. Dengan penuh kesabaran Ibunya merawat Cecilia, yang bahkan marah-marah saat keinginannya hampir tidak dipenuhi. Bagi Cecilia lebih baik marah daripada memendam kesedihannya sendiri.


Cecilia meminta agar pintu kamarnya dibuka, selain agar suasana Natal juga bisa dirasakan, Cecilia juga ingin bisa mencium aroma Natal itu sendiri. Juga agar bisa mendengar suara lonceng di pintu luar. Kegembiraan Natal dimulai ketika kakek dan neneknya tiba di rumahnya. Terdengar dari ruang kamarnya, mereka bergembira. Tapi, Cecilia hanya akan turun saat pembukaan kado. Karena bahkan untuk hadir saat makan bersama, Cecilia tidak mau, karena toh dia tidak dapat memakan hidangannya. Nenek Cecilia sangat pandai membacakan cerita. Natal itu beliau menceritakan lagi cerita yang biasa dibaca oleh sang Nenek. Dan itu membuat Cecilia merasa senang.


Setelah kegembiraan yang membuat Cecilia bersemangat. Saat tengah malam dia terbangun, ada sosok malaikat yang duduk di pinggir jendela kamarnya. Setelahnya malam itu Cecilia menghabiskan waktu dengan berbincang pada malaikat Ariel. Tentang penciptaan, tentang Tuhan, tentang hidup dan tentang segala yang ada di Surga.


Cecilia sendiri belakangan memang senang membaca Science Ilustrated. Sehingga perbincangan dengan Malaikat Ariel membuat keduanya sama-sama betah dan menyukai apa yang mereka bicarakan. Terkadang Cecilia terlalu jauh menangkap perkataan Ariel, terkadang juga Malaikat Ariel menyuarakan kembali pertanyaan Cecilia. Berikut beberapa kutipan pembicaraan mereka.


Dunialah yang mendatangi anak-anak, terlahir sama artinya dengan dianugerahi seluruh dunia ini...~ hal 42


Semua tumbuhan dan hewan memulai hidup mereka sebagai benih atau sel mungil. Mula-mula mereka sangat serupa sehingga kau tak bisa membedakan mereka....~hal 49


Butuh waktu berhari-hari sebelum kau bisa melihat perbedaan antara embrio babi dan embrio manusia.~ hal 50


Setiap mata adalah sekeping misteri ilahi. Penglihatan adalah pertemuan antara benda dan pikiran, dialah gerbang agung antara matahati dan pikiran.~ hal 99



Bebatuan di laut tidak merasakan bagaimana mereka saling bertubrukan saat ombak pecah di pantai. Sebutir batu juga tidak merasa ketika kau memungutnya. Tapi, kau bisa merasakan batu itu. ~ hal 108


Ruh adalah teater, dan aktor-aktor di atas panggungnya adalah berbagai pikiran yang terus - menerus muncul dan memainkan beragam peran. ~ hal 135


Ada beberapa yang mengganjal dalam novel terjemahan ini. Salah satunya pasti Terjemahannya. Mungkin memang dimaksudkan agar pembaca bisa membacanya dengan santai dan dibuatlah percakapan mereka dengan percakapan santai yang jika diterjemahkan justru rasanya menjadi aneh. Ada rasa yang hilang, sepertinya. Jadi, sedikit janggal saja membaca novel ini. Selebihnya, sama dengan novel Dunia Sophie, memuat banyak hal yang kalau tidak terbiasa akan dirasa hanya berputar-putar di situ saja. Kalau ditanya suka atau tidak dengan novel ini, jawaban saya adalah SUKA.


Postingan Terkait