Novel Infinity Karya Mayang Aeni : Konflik Rumit Keluarga Hingga Luka Yang Terpendam


Novel infinity


"Petra punya nyokapnya buat ngobatin luka." ~ (Pg 133 - Infinity)



Cerita dalam novel Infinity yang baru saja saya selesaikan ini, sebenarnya memiliki alur pertemuan dua remaja yang sudah terlalu sangat umum. Dari model bad boy kemudian berubah menjadi good boy karena cewek. Dimana pada awalnya si cewek ini sosok utama bullying si cowok dan gengnya.

Seperti pernah teringat cerita serupa dari film-film yang beredar? Sama! Sebab itu saya sempat mencibir kalau novel ini sepertinya tidak ada yang bisa saya bahas dan ada kemungkinan tidak mungkin saya tulis dalam satu tulisan utuh. Eh, tapi ternyata, ketika saya baca kembali dengan seksama dengan mengesampingkan hubungan si cowok dan cewek, ada sesuatu loh yang lumayan membekas.

Sesuai dengan kutipan di atas, merupakan dialog Bani seorang lelaki yang menjadi anggota geng The Fabs. Cowok inilah yang menjadikan Dinda sebagai objek bullying, itu karena Dinda tidak menunjukkan rasa takut sama sekali dengan ancaman Bani. Namun, apa yang bisa dijadikan bahan tulisan dari cerita anak remaja yang membuat saya justru teringat dengan film Meteor Garden?


Kartu Tanda Buku

Judul : Infinity || Penulis : Mayang Aeni || Dicetak : Desember 2016 || Halaman : 249 || Versi : Buku Fisik || Bahasa : Indonesia || Penerbit : Grasindo || LBABI : 1 || Rating : 2/5 || ISBN : 9786023757657




Ayah kamu itu laki-laki yang baik, Yan. Meskipun dia pernah nyakitin Bunda. Kalau dia bukan laki-laki yang baik dia nggak akan bertanggung jawab dan pasti milih untuk ninggalin Berlian serta Petra gitu aja demi kita. ~ Pg 159



Kata-kata itu mengalir dari sebuah surat yang dibaca oleh Bani, surat yang ditulis oleh Bundanya. Entah kapan Bundanya itu menulis surat, tapi Bani baru membacanya justru setelah Bundanya meninggal dunia beberapa bulan sebelumnya. Kesedihan dan kemarahan menggeluti hati Bani, di saat terpuruknya itulah hanya ada satu perempuan yang tetap berdiri tegar menemaninya, ialah Dinda. Cewek yang justru jadi sasaran empuk untuk dikerjai sebelumnya.

Kondisi keluarga Bani saat Bundanya belum meninggal, dirinya sekolah di Jakarta sementara Bundanya tinggal di Lembang. Sementara Petra, adiknya yang beda Ibu, juga tinggal dengan Bani namun tidak serumah. Ayahnya yang tinggal bersama Petra dan Ibunya Petra, Berlian. Sebelumnya sempat dikirim ke Australia oleh Eyangnya Bani.

Demi menutupi keberadaan Mama Berlian, itu alasannya. Namun, tidak lama setelah Bundanya meninggal, Ayahnya mengajak Mama Berlian kembali tinggal di rumah. Membuat amarah Bani semakin meluap. Seolah kematian Bundanya menjadi kesempatan besar agar mereka bisa bersama. Seolah Bundanya-lah yang menjadi sosok penjahat.

Bani sejak kecil sudah mengetahui kalau dirinya memiliki adik bernama Petra dan tinggal di rumah yang sama. Bayangkan saja, seorang anak yang belum paham kalau Ayahnya tinggal bersama istri muda dan istri tua bersama. Hanya karena Bundanya Bani dan Ayahnya menikah karena dijodohkan, namun khilaf hingga lahirlah Petra dari rahim Mama Berlian yang notabennya adalah mantan pacar Ayahnya.

Sungguh rumit sekali kehidupan Bani dan Petra. Memang kedua anak lelaki dalam novel ini memiliki posisi yang sama-sama menyimpan luka akibat keputusan dari para orang dewasa. Saya saja membaca novel ini sambil memendam rasa kesal, kok! Karena Bani kecil pernah mendengar tanpa sengaja, bahwa Ayahnya sangat bahagia dengan keadaan Mama Berlian dan Petra.



"Sejak kehadiran kamu sama Mama, dunia Ayah nggak sepi dan dingin lagi. Ayah bahagia setiap pulang ke rumah disambut kamu dan Mama kamu yang selalu bikin ayah ketawa." ~ Pg 120



Itu petikan ingatan Bani dari perbincangan Ayahnya suatu ketika tanpa sepengatahuannya. Dari situlah luka itu kemudian timbul hingga ketika besar dia sadar ada yang salah dengan keluarganya. Kemudian luka itu menjadi dendam yang sedemikian rupa sampai Bani tak mampu memaafkan sang Ayah hingga membenci Petra.

Hingga Bani bela-belain ikut tawuran hanya ingin mendengar sang Ayah bertanya bagaimana kabarnya. Alias Bani ingin sekali Ayahnya merasa khawatir padanya. Namun, ternyata hal itu sia-sia, sang Ayah tetap dingin pada Bani, meski sebenarnya sang Ayah masih menyayanginya. Baik Bani dan Ayahnya memiliki sifat yang sama : datar, dingin dan keras kepala.

Di lain pihak, Petra yang dahulu menganggap bahwa Bani akan menjadi abang yang senantiasa melindunginya ternyata juga harus menyimpan luka. Satu-satunya yang Petra harapkan sebenarnya adalah perhatian dari Bani. Namun, tanpa disangka, Petra kurang memperhatikan bahwa dia memiliki banyak hal, kasih sayang Ayah dan Mama Berlian.

Sementara Bani memiliki kasih sayang seluruh keluarga besar. Namun, tetap saja tanpa kehadiran sang Bunda apalah artinya. Kedua anak inilah yang menjadi korban, menurut saya, keputusan dari orang dewasa. Yang kemudian tanpa mereka pahami lagi, harus memendam rasa sakit dan mendendam.

Meski memang novel ini termasuk happy ending tapi tetap saja sangat menyakitkan jika kembali teringat dengan dua tokoh lelaki ini. Masa remaja mereka cenderung berat dengan konflik keluarga yang ruwet. Setidaknya konflik inilah yang masih menjadi nilai tambah untuk novel dengan alur cerita romansa yang sudah terlalu umum - sampai saya rasanya ingin menyerah. So far, ceritanya memang tentang memaafkan, berubah menjadi lebih baik dan menerima. Namun dikemas dengan bahasa yang ringan sehingga bisa diselesaikan dengan sekali duduk (begini istilah sombongnya pembaca buku hehehehe).

Satu lagi yang saya suka dari buku fisik ini, bookmarknya! Iya, lucu soalnya. Hihihihi.

Postingan Terkait