Teka Teki Terakhir

Berkisah tentang kehidupan Laura yang penasaran dengan keluarga Maxwell juga kehidupannya di rumah dan di sekolah. Apa lagi yang merupakan keunikan dan daya tarik sendiri dari buku ini? Mungkin karena mengangkat Matematika? Saya bukan seorang yang suka matematika. Meski dalam buku ini, teori-teori matematika dijabarkan dengan cara yang menurut banyak orang menyenangkan. Tetap saja, tidak terlalu menyenangkan buat saya.

Tapi, kalau membaca novel ini dan menemui plot yang apik dan kompleksitas cerita yang cukup mumpuni, pasti tidak akan menganggap remeh novel karya Annisa yang juga sudah pernah menerbitkan buku A untuk Amanda. Ini novel anak negeri. Yang tidak hanya sekadar menyeritakan kisah cinta yang begitu-begitu saja. Tapi, menyeritakan sesuatu tentang kehidupan yang luas.


Kartu Tanda Buku

Judul Teka Teki Terakhir || Penulis: Annisa Ihsani  ||  Editor: Ayu Yudha || Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama || ISBN: 9786020302980 || Cetakan pertama, 27 Maret 2014 || 256 halaman


Gara-gara mendapatkan nilai NOL mata pelajaran matematika. Laura membuang kertas ulangannya di tempat sampah keluarga Maxwell. Tanpa disadarinya, ini akan membuat Laura dipanggil oleh Tuan Maxwell keesokan harinya, alasannya karena kertas yang dia buang diletakkan di keranjang sampah khusus plastik. Tidak hanya itu, Tuan Maxwell juga menyerahkan kertas ulangannya dan sebuah buku berjudul "Nol : Asal Usul Dan Perjalanannya".

Kita akan diajak menguak sisi lain dari Tuan dan Nyonya Maxwell secara terpisah. Keduanya, punya ambisi tersendiri akan hal yang berbeda meski dimulai dari hal yang mereka cintai. Tuan Maxwell tengah mencari jawaban dari Teorama Fermat agar mampu menjadi ilmuwan matematika yang berhasil memecahkan rumus terakhir Fermat tersebut. Sementara Nyonya Maxwell pun menyimpan sesuatu yang tidak mudah diutarakan pada Laura dan butuh waktu untuk mendapatkan jawabannya.

Ada selipan mengenai prenten tentoonstelling yang merupakan seorang pelukis dari Belanda. Dimana hasil lukisannya merupakan perpaduan antara seni dan matematika. Ini yang menjadi daya tarik buku yang mengangkat Matematika sebagai tokoh utamanya. Menyenangkan karena bisa mengenal lagi tokoh pelukis dari sebuah buku.

***

Laura memiliki saudara bernama Jack dan sahabat bernama Katie. Suatu ketika terjadi pertengkaran antara Laura dengan Katie yang membuat Laura merasa sedih. Namun, di sinilah saya mendapati bahwa kesedihan dan kegembiraan Laura terasa hampa bagi saya. Emosi yang dituliskan tidak menular pada diri saya. Sayang sekali memang, padahal ceritanya sudah bagus dan misteri yang disuguhkan sangat unik.

Ada lagi momen ketika Tuan Maxwell mulai sakit-sakitan. Di sini saya seolah mendapat bisikan bahwa Tuan Maxwell akan segera meninggal. Tentunya, harus ada kesedihan di sini yang bisa membuat pembaca meringis dan merasakan sedih dan kesepian. Tapi, alih-alih sedih, saya justru merasa biasa saja.

Tapi, pesan moral dari buku ini cukup memuaskan. Tentang jangan patah semangat meski pernah mendapat nilai jelek. Tetap fokus pada tujuan dan impian tapi jangan lupakan kehidupan yang ada di sekitar. Dan satu lagi, meski impian kita tidak terwujud sesuai harapan, namun, hargailah setiap proses pencapaiannya. Seperti yang ditunjukkan Tuan Maxwell pada kita bahwa usia tua tak mencegahnya untuk terus menggapai impian. Alih-alih, dia masih terus ingin berkutat dengan ilmu yang membuatnya jatuh cinta : Matematika.

Postingan Terkait