An artist of the floating world

An artist of the floating world - Jika suatu hari yang cerah, kau mendaki jalan curam ke arah bukit dari jembatan kayu kecil yang dikenal sebagai "Jembatan Keraguan", kau akan mendapati atap rumahku tampak di antara ujung dua pohon gingko. Bahkan, meskipun posisi rumahku tidak terlalu strategis, bangunan itu masih akan tetap mencolok dibandingkan dengan rumah lain di sekitarnya dan kau akan mendapati dirimu membayangkan sekaya apa pemiliknya.


Namun, aku bukan dan juga tidak pernah menjadi orang kaya. Aku adalah Masuji Ono, seorang senima bohemian dan propogandis imperialisme Jepang selama masa perang. Tetapi kini perang telah berakhir dan Jepang kalah. Istri dan putraku terbunuh.


An artist of the floating world



Detil Buku

Judul : An Artist of the Floating World || Penulis : Kazuo Ishiguro || Halaman : 225 || Terbit : 2013 || Alih Bahasa : Rahma Wulandari || Penerbit : Elex Media Komputindo || ISBN : 978.602.02.0497.0 



Setting

Novel yang bercerita tentang Jepang pada masa selama perang hingga setelah perang. Diceritakan masa saat ini yaitu tahun 1948, saat Masuji Ono bercerita pada pembaca tentang kehidupannya. Bertempat di sebuah lokasi, yang terdapat di distrik Fukurawa, Jepang.


1. Tradisi Lamaran (Miai)

Noriko, anak perempuan Masuji Ono, memasuki usia 26 tahun. Usia yang sudah melebihi cukup untuk menikah, namun entah karena alasan apa, lelaki pertama yang menjalani Miai dengannya justru mengundurkan diri setelah proses Miai. Pada cerita ini, pembaca akan dikenalkan dengan sebuah tradisi lamaran atau perjodohan atau Miai yang kental dengan budaya Jepang. Dimana sebuah keluarga akan menyewa satu perantara yang akan menjadi pembicara untuk banyak hal diantara kedua keluarga yang ingin menyatukan anak-anak mereka. Tapi, dalam hal ini, tidak hanya peran perantara yang bekerja untuk menyukseskan prosesi lamaran atau mediasi sebuah hubungan.

Detektif memiliki peranan juga dalam hal ini. Berfungsi untuk mencari tahu tentang keluarga calon pasangan anak-anak mereka. Bagaimana keluarganya, masa lalunya, siapa saja kerabatnya, memiliki musuh atau tidak. Dan cerita perjuangan Masuji Ono yang juga akan mengisi bagian dalam novel ini, bagaiman perjuangannya untuk menemui kawan-kawan dari masa lalunya. Kemudian bertemu dengan mantan muridnya yang kemudian menjadi sosok yang menjadi musuh bagi Ono. Bagaimana sosok Ono digambarkan seakan menjalani kehidupannya dengan santai, bergerak tanpa diketahui oleh banyak orang, seseorang yang akan menghabiskan waktunya untuk berpikir dan merenung.


Segala hal yang berhubungan dengan masa lalu Ono, bisa menjadi senjata yang suatu saat menggagalkan usaha pernikahan anaknya. Sehingga dia mengusahakan banyak hal, terlebih ketika pertemuan pada makan malam dengan keluarga Dr. Saito - yang akan menjadi calon mertua anaknya - di sebuah hotel yang bergaya Kebarat-baratan. Dia mengakui setiap hal yang sedikit bersangkutan dengan masa lalunya, hingga tampak seakan Ono merupakan orang yang paling keras dengan dirinya sendiri. Caranya yang tegas dalam menekankan sebuah pemikiran tanpa berusaha lemah lembut kemudian menggunakan sindiran dengan kalimat yang tak jelas maknanya, Ono memilih untuk menyuarakan pemikirannya dengan lugas tanpa rasa takut.


2. Jembatan Keraguan

Jembatan yang merupakan jembatan kayu kecil, dikenal sebagai Jembatan Keraguan sebelum perang berkecamuk. Dinamai seperti itu  karena dengan menyebrangi jembatan itu akan sampai pada distrik hiburan tempat Ono tinggal. Dan para pria bermasalah berkeliaran ke sana, tampak bingung antara ingin mencari hiburan malam atau pulang pada istri-istri mereka di rumah. Namun, jika kadang sedang berada di jembatan tersebut, Ono sering tertegun di susurannya, bukan sedang bingung, tapi sedang menghayati perubahan yang terjadi di lingkungannya.


3. Distrik Furukawa dan Higari Midi Sebelum dan Sesudah Perang

Pada mulanya, sebelum saya melanjutkan bagaimana Higari Midi, ada sebuah perbincangan yang didengar oleh Ono malam itu ketika berada di kedai minuman Mrs.Kawakami, tentang sosok Bocah Hirayama yang dibawa ke rumah sakit. Kejadian ini terjadi ketika masa setelah perang, hanya karena si Bocah Hirayama menyanyikan lagu militer dan menyenandungkan slogan regresif. Sementara selama masa sebelum perang, Bocah Hirayama bahkan tidak pernah ada yang berani berbuat kasar padanya. Meski sebenarnya Bocah Hirayama, bukanlah sosok Bocah pada umumnya, dipanggil begitu karena lelaki tersebut mengalami keterbelakangan pertumbumbuhan mental. Hingga akhirnya ini menjadi sebuah penanda, bahwa kondisi setelah perang, banyak warga Jepang yang menghindari segala hal yang berkaitan dengan segala berbau tentang militer dan peperangan. Bahkan ada sosok seniman yang menulis syair lagu untuk menyemangati tentara perang, mati bunuh diri, karena merasa bersalah. Merasa bahwa karena lagu itulah perang berkecamuk kemudian banyak anak-anak yang tak bersalah mati.

Sebelum pembangunan jalur trem pada tahun 1931, di sebrang Jembatan Keraguan, sebelum berdirinya pusat hiburan di distrik tersebut, hanya akan didapati jalanan yang membosankan dan deretan rumah. Sebelum menjadi Higari Midi, bangunan yang menjadi pelopor merupakan kedai Yamagata yang merupakan kedai terlama di distrik itu. Yamagata melihat ada sebuah prospek bisnis yang bagus saat pembangunan jalur trem dibuat, kemudian bersama dengan Ono - yang waktu itu masih bekerja di Komite seni di departemen kota - untuk membangun pusat hiburan yang kemudian menjadi Higari Midi, yang menjadi sebuah wadah pertemuan para seniman dan penulis di kota tersebut.

Tapi, selama masa perang, Distrik Furukawa mati total. Banyak puing bom berserakan, jalanan hancur, beberapa bangunan rusak parah karena terkena jatuhan bom dan peluru. Mendadak, setelah perang usai, distrik Furukawa tak lagi bisa dilihat jejak Higari Midi yang sempat terkenal. Karena semua bangunan bahkan menjadi bangkai yang meninggalkan kesan abu-abu, tak berpenghuni. Bahkan satu-satunya kedai yang masih berdiri hanya kedai milik Mrs. Kawakami.


4. Tingkah Ichiro

Ada yang membuat cerita ini tampak lucu, yaitu kehadiran cucu Ono bernama Ichiro, yang memanggil Ono dengan panggilan Oji. Dia merupakan anak lelaki yang pandai menggambar, senang berimajinasi layaknya anak-anak. Saya tidak dapat menggambarkan bagaimana Ichiro, mungkin saya akan menyertakan sedikit nukilan percakapan Ichiro atau bagaimana Ichiro dari sudut pandang kakeknya.

Dengan krayon berwarna coklat tua, ia menggambar sederet kotak di bagian bawah kertas - yang tak lama kemudian mewujud sebuah gedung pencakar langit di kota. Dan lalu di sana muncul sesuatu, menjulang di atas kota tersebut, makhluk serupa kadal besar berdiri dengan kaki besarnya. Saat itu, cucuku mengganti krayon coklatnya dengan warna merah dan mulai membuat coretan terang di sekitar kadal itu.

"Mengapa ada api, Ichiro? Apa ada hubungannya dengan munculnya si monster?"
"Kabel listrik," kata Ichiro, diikuti helaan napas tanda tak sabar. - Hal 34


"Tapi, aku tidak tahan. Monster itu kelihatan banget bohongan. Siapa yang bakalan takut sama makhluk seperti itu?" kata Ichiro.

Jas Hujan itu masih menutupi kepalanya selama nyaris sepanjang film. Beberapa kali tanganku akan diguncangnya dan ada suara bertanya dari bawah sana : "Sudah seru belum?" Lalu aku terpaksa menjelaskan sambil berbisik apa yang sedang terjadi di layar..... Namun dalam beberapa menit - ketika pertanda si monster akan mucul lagi - lubang kecil itu akan menutup dan suaranya berkata : "Membosankan. Jangan lupa beritahu aku kalau sudah seru." Hal 91


5. Masa Lalu Masuji Ono

Keluarga Masuji Ono, merupakan seorang pengusaha yang sukses. Ada satu bagian yang berkaitan dengan masa ketika dia beranjak remaja. Ketika itu dia diminta untuk bertemu dan berbincang dengan sang Ayah, yang meminta Ono untuk membawa semua hasil karya lukisannya ke atas meja di ruang tamu. Kemudian sang Ayah menegaskan bahwa pilihannya untuk menjadi seorang seniman pelukis merupakan pilihan yang salah. Sang Ayah berusaha meyakinkan pada Ono, dengan penegasan yang keras, bahwa apa yang dipilihkan oleh sang Ayah dengan meneruskan bisnis keluarganya, merupakan hal yang sangat baik untuk masa depannya.


Kemudian tidak lama dia mengatakan pada sang Ibu, "Yang dilakukan Ayah di ruang tamu sama sekali tidak akan berpengaruh. Ia justru semakin membakar ambisiku." Ucapan ini muncul, setelah Ono keluar dari ruang tamu, kemudian mencium bau sesuatu yang dibakar.


6. Tradisi Ruang Tamu

Terkait ruang tamu, ada satu lagi tradisi yang menjadi budaya saat itu, entah apakah ini juga berlaku juga di seluruh Jepang atau tidak, tentang Ruang Tamu yang menjadi suatu ruangan yang kramat. Tidak boleh sembarangan anggota rumah masuk ke dalam ruangan tersebut. Bahkan tidak semua orang bisa masuk ke ruangan itu. Sama seperti Ono yang penasaran, kemudian membangun imajinasi tentang seperti apa ruang tamu yang saat itu dia masih belum mendapat izin untuk masuk ke dalam ruang tersebut. Hingga Ono kecil hanya bisa membangun imajinasinya berdasarkan pengalamannya mengintip ruangan tersebut.


Pendapat Ipeh Alena :


1. Membaca karya Kazuo Ishiguro, pada novel ini, membangun sebuah imaji melalui deskripsi setting yang diceritakan detil. Misalnya saja ketika mengisahkan dimana letak rumahnya, jika dilihat dari Jembatan Keraguan. Atau saat menceritakan suasana sebelum Distrik Akarawa yang berisi bangunan pabrik-pabrik yang terlihat tua dan berdebu, yang hanya berisi onggokan sampah besi yang tak terawat. Seketika saya membayangkan, masa ketika suatu wilayah baru saja bangkit dari peperangan yang hanya menyisakan sampah bekas bom dan kerusakan.


2. Cerita dalam novel ini menggunakan teknik alur Maju - Mundur - Maju. Dengan dibagi beberapa scene yang nantinya akan diarahkan pada peristiwa yang juga sama pentingnya, di masa lalu. Setiap nukilan peristiwa akan menjadi sama berartinya dengan peristiwa lain yang kemudian menjadi berkaitan. Mengungkap kondisi Jepang sebelum perang dan setelah perang.


3. Dengan detil yang pada latar waktu, kondisi psikologis setiap tokoh, juga situasi politik di Jepang saat itu, membuka mata pembaca, tentang cerita di balik para pemuda dan idealisme yang kemudian bertentangan serta berbeda. Kondisi ini bisa dilihat dari salah satu contoh bagian dalam cerita yang mengisahkan seorang lelaki yang dipanggil idiot oleh beberapa orang. Hanya karena dia menyanyikan beberapa penggal lagu militer, lelaki idiot akhirnya mendapat pukulan bertubi-tubi dari orang tak dikenal. Padahal, sebelum perang berakhir, lelaki idiot tersebut justru terlihat bahagia dan tidak diganggu meski menyanyikan sedikit lagu militer. Ada perbedaan yang sangat jelas, kekecewaan serta masa depresi bagi orang-orang di sana pada masa itu.



4. Sayangnya, saya menemukan beberapa typo dalam penulisan di dalamnya. Sekitar 2 atau 3 typo yang - mungkin bagi beberapa orang tidak mengganggu - bagi saya lumayan mengganggu karena saya cukup menikmati alur ceritanya yang mengalir.


5. Jika pembaca ingin membaca novel ini, hal yang mengingatkan saya pada novel karya Kazuo lainnya yaitu Never Let Me Go, juga meninggalkan kesan yang sama : Yaitu ikut merenung bersama tokoh-tokohnya melalui pemikiran mereka. Dan sejauh ini, kesan saya terhadap tulisan Ishiguro cukup mengesankan saya. Dengan kisah yang justru membuat pemikiran dan perenungan yang mendalam, seolah saya ikut serta dalam perenungan Masuji Ono yang dinilai anak-anaknya, gemar merenung semenjak tua. Yang kemudian membuat saya kembali teringat dengan kondisi banyak orang-orang sepuh di sekeliling saya yang juga melakukan hal yang sama, gemar merenung dan berdiam diri. Tampaknya, inilah yang membuat saya meyakini gejala yang dialami tokoh dalam novel ini sangat manusiawi.



Dan sebagai disclousure, bahwa tulisan ini bukan iklan berbayar atau tulisan yang dibayar. Karena berdasarkan pengalaman membaca saya, sebagai pemilik blog ini.

Postingan Terkait