The Ghost Bride (Pengantin Arwah)

The Ghost Bride"Pada suatu malam, ayahku bertanya apakah aku mau menjadi pengantin arwah..."

Li Lan, putri tunggal sebuah keluarga yang bangkrut, mendapat lamaran dari keluarga Lim yang kaya raya dan berkuasa. Namun, calon suaminya adalah lelaki yang telah meninggal secara misterius, dan pernikahan ini dilakukan untuk menenangkan arwah penasarannya. Mengerikan memang, tapi tidak ada jalan lain untuk menjamin masa depan Li Lan.

Setelah kunjungannya ke mansion keluarga Lim, Li Lan mulai dihantui oleh calon suaminya dan dia tidak bisa lagi tidur tenang. Sedikit demi sedikit, Li Lan tertarik ke dunia arwah yang tidak hanya dihuni oleh para hantu lapar dan arwah pendendam, tapi juga para iblis penjaga berwujud banteng. Li Lan harus mengungkap rahasia kelam tentang keluarga Lim dan keluarganya sendiri, jika dia tidak mau terjebak di dunia arwah selamanya.
 

The Ghost Bride
Source Google Image



Detil Buku

Judul : The Ghost Bride (Pengantin Arwah) || Penulis : 


Setting

Berlokasi di Malaya pada tahun 1893. Malaka, tempat tinggal Li Lan dan keluarganya, merupakan kota pelabuhan, salah satu daerah perdagangan tua di Timur. Selama beberapa ratus tahun, Malaka berada di bawah kekuasaan Portugis, lalu Belanda, dan akhirnya Inggris. Kota Malaka sangat hening, masih memimpikan kejayaan masa lalunya di bawah sorotan matahari tropis, ketika tempat itu masih menjadi mutiara di antara kota-kota pelabuhan di sepanjang Selat. Meskipun demikian, seiring kedatangan kapal uap, Malaka lambat laun merosot. Namun, Malaka menjadi pusat kedudukan protektorat Inggris (8).


Meski demikian, walaupun banyak ras yang bermukim di Malaya, selama beberapa generasi, mereka tetap mempertahankan adat istiadat. Seperti tradisi, pakaian juga bahasa. Dalam novel ini Ayahnya Li Lan, juga Li Lan masih menggunakan bahasa Cina, tapi juga bisa berbahasa Inggris serta Melayu. 


Pernikahan

Melalui novel ini, kita dibawa kembali pada sebuah tradisi khas Cina, meski latar tempat mukim tokoh-tokohnya berada di Malaya. Namun, adat istiadat masih dipegang teguh. Sehingga, nuansa khas kebudayaan Cina dibangun dengan kuat. Pernikahan di Cina tidak aneh, sama seperti pernikahan pada umumnya. Namun, dalam beberapa kondisi, ada juga pernikahan yang mengikutsertakan orang yang telah mati. Seperti misalnya, ada dua orang yang saling mencintai dan belum menikah, namun keduanya meninggal secara bersamaan, maka pernikahan keduanya bisa dijalankan demi membuat arwah keduanya tidak kesepian.

Atau seperti kasus Li Lan, menikah dengan orang yang telah mati, biasanya jika kasus ini terjadi pada perempuan atau selir, berguna untuk mengangkat derajat mereka dalam kehidupan sosial. Atau, untuk menenangkan arwah mereka yang telah tiada. Meski praktik ini sangat jarang ditemui. Menurut Yangsze, praktik pernikahan yang menjadi ide dari novel ini, banyak terjadi di beberapa kalangan saja di Cina lautan. Karena praktik pernikahan seperti ini, jarang diketahui oleh banyak orang di Cina daratan.

The Ghost Bride (Pengantin Arwah)
Source : bacaanipeh



Perayaan Qing Ming

Orang-orang Cina yang tinggal di Malaya, mengunjungi kuburan hanya pada hari tertentu saja, yaitu saat Festival Arwah atau Perayaan Qing Ming. Pada perayaan itu, mereka akan membersihkan kuburan, menghormati leluhur, menyalakan hio serta memberikan sesajian. Juga, pada perayaan ini, setiap keluarga akan mempersiapkan barang-barang yang akan dibakar untuk persembahan bagi keluarga mereka yang telah meninggal. Seperti uang kertas, rumah kertas, pelayan yang terbuat dari kertas dan segala macam barang yang dipercaya diperlukan oleh mereka -  yang telah meninggal - di akhirat.

Di Perayaan Qing Ming, sesajian juga dibakar bukan hanya untuk mereka yang telah meninggal, tapi juga untuk menangkal roh jahat, agar arwah keluarga mereka dapat mendapatkan sedikit makanan. Makanan-makanan tersebut, yang membuat leluhur mereka tetap berada sebelum masa memasuki padang arwah kemudian dipanggil ke Pengadilan Neraka. Ada beberapa arwah yang tetap gentayangan di dunia, mereka kebanyakan arwah kelaparan yang tidak memiliki sanak saudara yang dapat memberi mereka bekal yang cukup untuk masuk ke padang arwah. Beberapa karena miskin, atau ketika meninggal tidak ada yang mau menguburkan mereka sehingga arwah-arwah tersebut tetap berkeliaran di dunia.


Saat perjalanan Li Lan ke dunia arwah, dia menyaksikan sendiri bagaimana arwah kelaparan, iblis serta arwah lainnya yang masih memiliki tanggungan di dunia, tidak bisa memahami apa yang terjadi, serta tidak mengerti mereka akan kemana. Kehidupan Arwah yang dikisahkan dalam novel ini, berdasarkan dari percampuran kepercayaan Buddha, Tao serta pemujaan leluhur, seperti bagaimana para arwah tersebut dapat sampai ke padang arwah karena sesajian dan doa tulus dari generasi penerusnya. Kemudian, setelah di padang arwah, mereka akan dipanggil ke pengadilan Neraka, kemudian untuk menanti keputusan apakah akan masuk Neraka atau bebas dan kembali menjalani reinkarnasi.


Pergaulan pada masa itu


Dalam hal ini, ada beberapa aturan yang mengikat bagaimana seorang perempuan mencari jodoh. Bagi perempuan yang sudah berusia 18 tahun, tumbuh perasaan khawatir karena usia tersebut merupakan usia kritis dimana banyak perempuan lain sudah menikah di usia sebelum 18 tahun. Selain itu, pernikahan yang terjadi, tetap diwajibkan untuk melihat strata dalam sosial. Jika seorang perempuan memilih seorang pelayan untuk menjadi suaminya, akan sangat rumit. Kecuali, jika Lelaki yang melakukan sebaliknya, yaitu memilih perempuan pelayan sebagai istrinya, tidak akan ada kerumitan karena beberapa lelaki banyak yang melakukan hal tersebut.

Dalam hal izin keluar rumah, seorang perempuan muda (gadis muda) dilarang untuk bepergian keluar rumah sendiri, tanpa ditemani. Juga dalam hal bergaul antara perempuan dan lelaki yang belum menikah, memiliki aturan yang membuat keduanya tidak sesumbar dalam berkencan. Dari sini jugalah, pembaca akan memahami karakter Li Lan yang benar-benar masih belum memiliki banyak pengalaman tentang lelaki. Seperti apa kegalauannya, bagaimana sikapnya ketika berhadapan dengan Er Lang atau Tian Bai. Dari latar belakang inilah, yang berbeda dari zaman saat ini, pembaca bisa memberikan perbedaan kala menghadapi kegundahan hati Li Lan.


Sebenarnya, ada sedikit persamaan dengan karya sastra klasik dari Eropa, seperti pesta yang diadakan di rumah-rumah orang berada untuk menarik pemuda-pemuda mengenal anak perempuan mereka. Ini juga terjadi di masa Li Lan, ketika dirinya diundang ke Mansion Lim. Meski dia sendiri sudah diputuskan untuk menikah dengan mendiang anaknya, tapi justru dari pesta tersebut, mereka semua bisa berkenalan dengan tamu-tamu yang hadir.


Tentang Novel 

Novel ini dibagi menjadi 4 bagian, terdiri dari 40 Bab yang bercerita runut kejadian kehidupan Li Lan. Bab 1 - 10 mengisahkan Li Lan dan kegelisahannya akibat mimpi buruk, hingga dia mendatangi Medium (seperti dukun yang tugasnya membantu manusia yang memiliki gangguan dari para arwah), setelah meminum ramuan dari sang Medium, pada mulanya Li Lan berhasil mengatasi mimpi buruknya. Tapi, setelahnya justru dia melewati peristiwa besar dalam hidupnya.

Bab 11 - 19 di sinilah keseruan dimulai, pengenalan terhadap dunia lain dijabarkan dengan detil sederhana dan mudah dimengerti oleh Yangsze. Seperti apa dan bagaimana sampai adanya Hantu lapar, bagaimana cara kerja sesajian serta untuk apa sebenarnya barang-barang yang dibakar dalam tradisi Cina. Juga, jalan-jalan di Kota Malaka yang penuh dengan puing-puing bekas penjajahan Portugis. Ada beberapa jajanan khas di Malaka yang juga merupakan jajanan khas di Indonesia yang sedikit disinggung di novel ini. 

Pada Bab 20 - 30, semakin klimaks, hingga kehidupan Li Lan berlanjut dan bertemu dengan banyak leluhur dari generasi Lim. Di sinilah, ada banyak rahasia terungkap, rahasia yang menurut saya 'mbulet' terkait ikatan hubungan kekeluargaan. Hingga konsep pengadilan di akhirat yang mengingatkan saya pada film Judge Bao

Dan Bab 31 - 40, merupakan Bab penyelesaian menjelang akhir dari cerita ini. Sebagaimana sebuah masalah harus diselesaikan, Li Lan juga menghadapi banyak hal untuk diselesaikan satu persatu, meski tetap saja menemukan masalah yang tak kunjung usai dalam perjuangannya kembali untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.

Ada juga sebutan Amah dalam novel ini yang awalnya saya pikir merupakan nama orang, tapi ternyata Amah ini adalah sebuah profesi, sama seperti Mbak atau simbok di Indonesia. Amah merupakan salah satu asisten rumah tangga yang bertugas untuk mengurus anak-anak dari majikan mereka, membantu keluarga besar tersebut. Amahnya Li Lan, dahulu bertugas menjaga Ibunya Li Lan sedari kecil, namun kematian membuat Li Lan tidak lagi memiliki Ibu dan hanya memiliki Amah dalam hidupnya.

Ada juga Riksaw, yang menjadi alat transportasi di daerah tersebut, yang sering digunakan oleh penduduk tionghoa di Malaka.

Riksaw
Source : Google Image


Kemudian, kalau membaca beberapa ulasan terkait novel ini, mungkin pembaca juga akan penasaran dengan sosok Dewa Er Lang, kalau suka menonton Sun Go Kong, pembaca bisa mengenalinya sebagai dewa bermata tiga yang bisa mengalahkan Go Kong.

Dewa Er Lang Shen
Source : Google Image


Pendapat Ipeh Alena


Pada mulanya saya tidak begitu penasaran dengan konsep pengantin arwah, karena saya pikir ini hanya novel biasa saja. Tapi, setelah saya membacanya di Play Book, kemudian merasa penasaran pada setiap bab karena Yangszhe berhasil membuat pembaca mengikuti alur setiap rangkaian yang diramu dalam novel ini menjadi enak untuk dibaca, akhirnya berhasil mengecoh pertahanan saya. Apalagi, pada saat membaca beberapa halaman pertama, pembaca sudah disajikan dengan deskripsi singkat tentang Kota Malaka juga bagaimana penduduk Tionghoa dapat menetap di sana. 

Sarat dengan kebudayaan dan tradisi Cina, yang menjadikan novel ini bukan sekadar novel biasa. Mungkin, pembaca akan menemui ulasan lain tentang cerita Li Lan yang sembrono, Er Lang yang sempurna (wajar saja, dia kan dewa) juga beragam hal lainnya yang bisa ditemui, tapi bagi saya membaca novel ini bukan bagaimana Li Lan dan Tian Bai, tapi bagaimana kepercayaan mereka, juga terkait Tali Jodoh (kalau tidak salah namanya) yang pernah saya kenal semenjak gemar menonton film Hongkong, sehingga konsep ini juga membuat saya kaya dengan pengetahuan baru, terutama bagaimana Yangszhe menjelaskan terjadinya mimpi manusia dengan arwah yang gentayangan.

Jika pembaca menyukai tradisi atau culture dari Cina atau Tiongkok, novel ini juga bagus untuk dibaca meski lokasi dari kisah ini bertempat di Malaya. Tapi, masih kental dengan tradisi Cina. 


** Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman membaca dari pemilik blog. Dan bukan tulisan berbayar. **

Postingan Terkait