What i talk about when i talk about running
What i talk about when i talk about running |
Di sini aku tidak mencoba untuk memberi saran, seperti "Ayo semuanya, mari lari setiap hari agar tetap sehat!" Sebaliknya, buku ini berisi kumpulan pemikiran-pemikiranku tentang berlari dan maknanya bagiku sebagai seorang manusia. ~ Haruki Murakami
Kartu Tanda Buku
Judul : What I talk about when I talk about running || Penulis : Haruki Murakami || Halaman : 197 || Cetakan kedua, Mei 2016 || Penerbit Bentang Pustaka || ISBN : 9786022910862
Betul sekali, buku ini tidak berisi tentang bagaimana cara berlari yang baik. Atau seperti apa berlari yang ideal. Serta tidak berisi segala hal tentang menjadikan 'Running' sebagai gaya hidup. Murakami benar-benar menuliskan perjalanan kehidupannya, karir menulisnya hingga kegemarannya berlari dalam buku ini. What I talk about When I talk about Running, sebuah memoar yang ditulis oleh Murakami sendiri, berisi pengalaman jatuh bangunnya untuk menaklukan lari sebagai gaya hidup.
Pain is inevitable. Suffering is option. Dalam berolahraga, terutama lari, saya sendiri mengalami ketidak-sanggupan untuk menyelesaikan apa yang sudah saya rencanakan. Seperti, saya ingin bisa berlari mengelilingi lapangan sepak bola sebanyak 10 putara. Ini pernah menjadi sesuatu yang saya idamkan, hingga suatu hari, kaki saya mengalami cidera yang membuat tumit saya terasa retak.
Alhasil, saya tidak lagi menjadikan lari sebagai olahraga. Padahal, saat itu saya benar-benar berhasil menjadikan lari sebagai hal yang menyenangkan, terlebih sebelumnya saya membenci olahraga ini. Namun, harus diakui saya sempat ketakutan ketika rasa sakit mendera.
Melalui buku ini, Murakami seolah menceritakan hal yang pernah saya alami, seperti seorang teman yang mengetahui apa yang pernah saya rasakan, kemudian menepuk pundak saya sambil mengatakan "everything is gonna be oke." di suatu bangku taman yang ramai, sore hari.
Jika sejak awal ritme kerja sudah ditentukan, untuk selanjutnya pekerjaan itu akan menjadi mudah. ~ Hal 7
Apa yang diyakini oleh Murakami memang benar, apa saja, pekerjaan atau kegiatan apa pun, jika sudah ditentukan, dirancang dengan baik, maka akan tampak lebih mudah. Ini pernah saya alami, ketika saya - untuk pertama kalinya memutuskan berlari - mengelilingi lapangan sepak bola sebanyak 2 kali setelah mencoba beradaptasi selama 3 hari. Ini semacam kemajuan yang membuat saya bahagia.
Begitu pun yang dirasakan oleh Murakami, yang memang sudah terbiasa berlari sejak dia masih sekolah. Jadi, ini bukan hal yang baru baginya. Ketika targetnya tercapai di bulan Juni, dia berhasil mencapai angka 260 km! Melewati banyak kondisi ketika kepalanya terasa kosong, tidak mampu berpikir satu hal yang pasti. Dan setelah berlari rasanya apa pun yang menjadi inti tubuh seperti diperas keluar. Namun, baginya apa pun yang terjadi, terjadilah.
Saya bisa merasakan, memang benar, berlari itu merupakan olahraga yang bisa menjadi me time. Benar-benar me time, tanpa diganggu orang lain, tanpa ada kewajiban untuk berbincang. Seperti inilah, ketika Murakami akhirnya menjabarkan sedikit demi sedikit tentang sosok pribadinya, yang ternyata juga gemar menyendiri. Tidak masalah jika harus sendiri atau harus diam sepanjang waktu. Karenanya, berlari selalu mendatangkan kesenangan tersendiri baginya.
Kecenderungan sifat penyendiri ini, diakui oleh Murakami sudah ada sejak dirinya lahir. Dengan pemahaman bahwa ini akibat dia merupakan anak tunggal, sehingga gemar menyendiri. Padahal, tanpa menjadi anak tunggal, banyak juga orang yang senang menyendiri. Saya pun demikian, menyendiri semacam kesenangan dimana saya tidak akan diganggu ketika membaca buku atau merenung, hehe.
Namun, di halaman 20, Murakami pun seakan menyetujui, bahwasannya manusia didesain untuk dapat beradaptasi dengan kondisi dan keadaannya. Juga pernyataannya tentang kemajuan sisi kemanusiaannya ketika sudut pandangnya berubah terhadap 'sosok penyendiri' dengan 'berbaur dengan orang lain'. Meski bukan berarti itu pertandan Murakami tidak lagi gemar menyendiri, bukan, tapi dia menyetujui konsep manusia sebagai makhluk sosial.
Di halaman berikutnya pun, Murakami menceritakan bagaimana prosesnya untuk berbaur dengan orang lain, berusaha untuk berbincang ketika kehidupannya berubah karena pilihannya. Saya sendiri pun merasakan proses tersebut, bagaimana sulitnya untuk cepat tanggap ketika bergotong royong. Atau ketika menghadapi masalah, kami berdua memiliki kesamaan yaitu Menyembunyikan Masalah Untuk Dinikmati Sendiri.
Aku mendapati bahwa kita harus memiliki prioritas dalam hidup. Bagaimana membagi waktu dan tenaga kita untuk melakukan hal-hal sesuai urutan prioritas. ~ Hal 45
Iya, pengalaman saya membaca buku ini, seakan Pak Murakami ini seperti guru spiritual saya. Mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Terlebih bagaimana dirinya bisa mencapai kesuksesan, dengan melalui proses penggemblengan. Dari kondisi tidur yang harus berkurang karena mengelola bisnisnya, setelah itu menyediakan waktu untuk menulis. Sampai hal-hal lain.
Mempelajari pola kehidupan sehari-harinya, bisa tergambarkan bahwa Pak Murakami memang memiliki etos kerja yang tinggi. Tapi, dia juga merupakan sosok yang pantang menyerah serta berani mengambil keputusan. Betapa tidak? Justru ketika bisnis yang dimulai dari nol, hingga kemudian sukses, langsung ditutup dan disudahi hanya demi satu kegiatan yaitu menulis.
Padahal saat itu dirinya belum memiliki kemapanan dalam profesi menulis. Tapi, dia menunjukkan bahwa jika kita memiliki satu pilihan, kemudian memutuskan pilihan tersebut, sudah sepatutnya untuk komitmen dan totalitas terhadap hal tersebut.
Sungguh, saya seperti membaca buku harian tentang sosok 'Ayah' yang tengah mengajarkan anaknya untuk giat dalam berproses tanpa melupakan jati diri kita sendiri. ~ Ipeh Alena
Di halaman-halaman selanjutnya, saya benar-benar tidak merasa bosan sama sekali. Membaca seluruh tulisannya justru membawa saya pada kesadaran, bahwa saya mendapat banyak sekali hal tentang hidup dari buku ini. Seperti contoh, ketika istrinya yang tetap saja memiliki tubuh ideal meski makan dalam porsi banyak. Sementara Pak Murakami cukup mudah mengalami kelebihan berat badan, hanya karena kurang gerak.
Pada kasus ini, banyak yang mengeluhkan tentang 'ketidak adilan' dalam pola kehidupan. Namun, Murakami justru mengajak pembaca untuk melihat dari sudut pandang berbeda, melalui pengalaman pribadinya. Jadi bukan hanya mencomot pengalaman orang lain, untuk dibagikan manfaatnya sambil memotivasi. Tapi, justru dari pengalaman pribadinya itulah, Murakami memotivasi pembacanya.
Dari sudut pandang inilah, yang berbeda, Murakami masih mampu bertahan dalam kehidupan dunia sastra. Saya cukup terbantu sekali melalui pengalamannya, yang membuat saya mendapat bayangan yang cukup mengenai apa-apa saja pilihan saya ke depannya.
Kehidupan yang dialami Murakami, sama seperti kehidupan kita. Melalui proses, jatuh bangun serta hal-hal yang terkadang membuat diri kita seolah tidak sanggup lagi. Tapi, alih-alih menjadikannya benalu dalam dirinya yang bisa membuatnya tak bertahan lagi, justru Murakami membuang semua benalu itu, melalui berlari.
Apa yang dilakukan oleh Murakami sebenarnya sudah sering digaungkan di Indonesia seperti, "Di balik Tubuh yang sehat ada Jiwa yang kuat." Atau kalimat seperti, "Menggunakan Waktu untuk hal-hal yang bermanfaat." Meski pada kalimat kedua, lebih sering ditujukan untuk kampanye Anti Narkoba. Nah, Murakami sendiri sudah melakukannya juga, dan menuliskannya sejak tahun 2005.
Melalui pengalaman dari seorang pelari, tentang bagaimana dia bisa sukses mencapai targetnya. Murakami juga mengikutsertakan proses, mengikutsertakan rasa sakit serta kegagalan demi kegagalan yang pernah dia hadapi. Bagaimana sulitnya bangkit setelah menerima kekalahan. Bagaimana arti kemenangan itu sendiri, membuat saya pribadi seperti mendapat nasihat bijak dari sosok/figur seorang Ayah.
Tentunya, buku ini, meski hanya berjumlah 197 halaman, tapi memuat segala hal yang cukup untuk pembaca mengarungi kehidupan dengan sudut pandang berbeda.
Terima kasih