26 Sep 2015

Persahabatan seekor kera dan keledai

Persahabatan seekor kera dan keledai - Seorang penulis jarang menjadi tokoh di masyarakat.  Buku merekalah yang memang sepantasnya memborong semua publisitas. Begitu juga dengan Henry, yang buku-bukunya sudah diadaptasi menjadi sebuah film, menjadi buku best seller, serta menjadikan bukunya banyak dibaca. Bagi Henry menulis novel adalah satu cara untuk mengisi sebuah lubang dalam dirinya, diisi dengan jawaban akan pertanyaan, sebuah lukisan pada secarik kanvas juga campuran kegelisahan dan keriaan yang menjadikannya sebuah seni. Dan dari sinilah, terkadang orang memproyeksikan gagasannya melalui diri penulis. 

Secara garis besar, cerita ini berkisah tentang Henry, seorang penulis ternama yang mengalami kebuntuan akibat naskahnya yang berkisah tentang Holocaust ditolak penerbit. Gagasannya untuk membuat sebuah buku yang terdiri atas dua bagian tidak mendapatkan persetujuan karena formatnya yang tak lazim. Kebuntuan ini yang membuat Henry mengadakan perjalanan, pindah dari satu tempat ke tempat lain. Di sana dia menyibukkan diri, berlatih musik, ikut klub drama dan bekerja di sebuah toko. Penggemarnya tetap menuliskan surat untuknya, tapi suatu ketika datang sebuah surat yang disertai cerita pendek dari penulis legendaris juga beberapa lembar naskah drama. Di sinilah Henry mengenal Beatrice dan Virgil. 


Seperti apa karya Henry yang menurut penerbit itu tak Lazim? 


Mudah saja, Henry sebenarnya ingin menggabungkan karya fiksi dan nonfiksi dalam satu buku. Fiksi memang lebih akrab dengan pengalaman kehidupan. Karena yang menyatukan banyak orang antar bangsa yaitu melalui kisah-kisah, dimana unsur yang bersebrangan dalam keberadaan umat manusia disatukan menjadi kesatuan yang koheren. Tapi, nonfiksi tidak kalah penting, di dalam sebuah tulisan nonfiksi terletak kenyataan serta fakta tentang manusia dan apa maknanya. Jadi, baik fiksi dan nonfiksi memiliki kedudukan yang sejajar.

Dan karya ini dirasa bagi penerbitnya akan membingungkan pembaca. Hanya saja terkadang pembaca yang cenderung mencari bantuan dan penegasan dalam nalar kemungkinan akan membaca sebuah essai lebih dulu. Namun, mereka yang lebih nyaman dengan pendekatan yang jelas lebih emosional akan memulai dengan novel terlebih dahulu. 



Kemudian, apa itu Holocaust, yang dijadikan Henry sebagai ide atau tema cerita dalam novel terbarunya ? 


Holocaust, yaitu klaim orang-orang Zionis mengenai aksi pembantaian terhadap enam juta Yahudi oleh pasukan Nazi. Mereka mengklaim bahwa jenazah orang-orang Yahudi tersebut oleh para serdadu Hitler. 

Holocaust berarti pembunuhan massal dengan cara membakar. Masalah ini diangkat kembali setelah PD II. Rezim Zionis menggunakan tragedi holocaust sebagai trik untuk menarik perhatian masyarakat internasional dan menggelindingkan propaganda luas dalam hal ini. ~ Kisah Misteri Dunia 

Untuk sebuah peristiwa historis, tidak hanya harus memberikan kesaksian, yaitu menceritakan apa yang terjadi dan membahas kebutuhan-kebutuhan para hantu. Tetapi juga harus menafsirkan dan menyimpulkan agar kebutuhan para manusia sekarang dan anak-anak para korban dapat ditangani. 


Jadi, sebenarnya bagaimana kedudukan Fiksi dan nonfiksi itu sendiri ? 



Fiksi mungkin saja nyata atau tidak nyata, tetapi benar. Dalam artian bisa menjangkau melampaui rangkaian fakta untuk sampai pada kebenaran emosi dan psikologi. Sementara Nonfiksi mungkin saja nyata, tapi kebenarannya licin, sukar didekati dan tanpa makna yang baku. Jika sebuah fakta pada nonfiksi tidak menjadi cerita, maka sejarah dalam fakta tersebut akan mati pada siapa pun, kecuali bagi sejarawan. 

Namun, apa-apa yang bagi Henry merupakan sebuah pemaparan yang mendalam. Tetap saja, bagi penerbitnya, novel ini tidak memiliki tujuan serta tidak memiliki alasan yang mendasar juga fokus di dalamnya. Penolakan ini membuat Henry merasa harus berjuang demi 'kelahiran' bukunya tersebut. 


"Dave, ada benarnya. Harus ada suatu fokus yang lebih padat dalam sebuah novel maupun esai. Buku yang kautulis ini amat sangat kuat, tapi novel ini tidak punya energi dan esainya tidak padu." ~ hal 27. 



Demikianlah kesimpulan dari karya novel yang ditolak. Berikutnya adalah perjalanan Henry mengenal Beatrice dan Virgil melalui naskah drama dari seorang Taxidermy. 

Okapi Taxidermy merupakan para profesional dalam mengawetkan tumbuhan dan binatang. Kulit, kepala, tanduk, spesimen flora dan fauna dengan segala jenis penopang, kepala hingga keseluruhan. Dalam bidang osteologi, seperti mengolah dan mengawetkan tengkorak, tulang dan kerangka bersendi. Taksidermis juga sering mengawetkan binatang kesayangan. Okapi Taksidermis menjamin semua yang dikerjakan dan memberikan perawatan purnajual yang lengkap.



Lantas siapa Beatrice dan Virgil ? 



Kalau pernah membaca karya Dante - Inferno. Keduanya merupakan tokoh dalam canto milik Dante. Namun, di sini, dua makhluk tersebut berwujud Keledai dan seekor Monyet.

Dalam karya naskah drama milik sang Taksidermis yang meminta bantuan Henry, terdapat percakapan tentang bentuk buah pir. Kemudian selanjutnya buah pisang. Hingga Henry berpikir bahwa sang Taksidermis tua, sangat tertarik dengan makanan. Namun, di bengkel tempat Taksidermis bekerja, di situ Henry belajar untuk menjabarkan apa yang dia lihat. Melalui sudut pandang lain, terhadap salah satu tokoh dalam naskah yang berwujud binatang. Penggambaran yang membawa Henry pada perenungan akan karyanya yang sempat diacuhkan.

"..bagaimana mengungkapkan dengan kata-kata sesuatu yang begitu menakjubkan di telinga?" ~ 120


Pada bagian ini, seorang penulis kembali melakukan riset pada sebuah karya. Yang meskipun bukan tentang karyanya, tapi karya orang lain. Dan penelitian ini membuatnya kembali melalukan aktivitas yang biasa dilakukannya selama proses penulisan. Mencoba mendeskripsikan sesuatu melalui raungan dalam rekaman. Karena, binatang itu sudah hilang dan direnggut dari alam. Di beberapa tempat mungkin masih ada dalam jumlah banyak, namun perbauran yang lazim sudah tak terjadi lagi. 

Dalam buku ini, beberapa orang mengatakan, kalau ceritanya tidak seistimewa Life of Pi. Meski memang terkesan biasa atau justru beberapa menilai membosankan. Tetap, novel ini membuat saya penasaran. Memang ada banyak tulisan-tulisan yang seakan menjejali pikiran saya secara paksa dengan tekanan yang membuat saya justru menolak untuk menerima. Karena terlalu jenuh dan berputar-putar. 

Seakan filsafat memang seperti itu rupanya, berputar-putar sebelum sampai pada satu titik. Menjelaskan panjang lebar untuk memberi tahu pada pembaca bahwa intinya adalah A atau B. Jadi, tidak ada percakapan yang tidak membawa sebuah esai pemikiran Henry di dalamnya. Bahkan, kapasitas percakapan antara Virgil dan Beatrice menurut saya tidak sampai 30%, lebih banyak penilaian dan pemikiran Henry dan analisanya. 

Begitulah, bahkan ada beberapa yang terang-terangan mengatakan kalau buku ini banyak berisi tulisan yang bertele-tele. Dan ada bagian dimana Beatrice dan Virgil, melakukan percakapan, seperti anak Sekolah Dasar. 

Related Post