The Railway Children






Judul : The Railway Children
Penulis : Edith Nesbit
Halaman : 309
Cetakan kedua : Juni 2010
Penerbit : Gramedia
ISBN : 9789792252576


Kereta api sebuah kendaraan yang panjang dan tersusun dari satu gerbong dengan gerbong lain. Juga memiliki kepala, yaitu bagian dalam kereta yang diisi oleh petugas kereta atau masinis. Ada besi-besi pengait yang menyatukan antar gerbong bernama couplings, dan ada pipa-pipa yang bergelanyungan di atas couplings yang berfungsi sebagai Rem.


Ada juga injector sebuah alat yang digunakan untuk mengisi ketel uap. Di dalam lokomotif terdapat dua piringan berangka-angka yang berfungsi untuk mengukur uap dan mengecek apakah remnya dalam kondisi yang baik.


Baiklah, itu sedikit detil lokomotif dari buku ini. Dimana ketiga anak, yaitu Roberta, Peter dan Phyllis adalah tokoh-tokoh yang selalu banyak ingin tahu dan menghabiskan waktu mereka di pinggir rel kereta api.


Inilah perbedaan antara anak-anak yang terdidik dengan anak-anak yang tidak dididik dengan baik. Mereka dilarang mengemis bahkan ketika sang Ibu membutuhkan makanan. Saat mereka mengirim surat pada Pak tua yang baik hati, kemudian pak tua tersebut mengirimkan makanan ke rumah mereka. Saat mengetahuinya sang Ibu justru melarang, karena walaupun miskin, bukan berarti mereka boleh meminta-minta.


Di tempat mereka tinggal, banyak anak-anak yang tidak sempat dididik orang tua mereka hingga mereka menjadi anak-anak yang nakal. Itulah yang membuat Pak Perks, pada mulanya menganggap ketiga anak ini akan mengganggu mereka. Meski memang, kemudian Peter melakukan kesalahan yang membuat mereka akhirnya tak lagi mau mengulanginya.


Kebiasaan ketiganya unik. Sangat unik. Setiap pagi mereka akan turun dari bukit untuk berdiri di pinggir rel, melambaikan tangan pada kereta untuk menitipkan salam pada ayah mereka. Peter, yang sangat menyukai lokomotif, memiliki hobi mencatat nomor-nomor lokomotif. Sementara yang lain memberi julukan untuk kereta yang lewat sesuai dengan jam keberangkatan mereka. Selain itu, karena kegemaran mereka pada kereta api, mereka juga banyak belajar mengenal bagian-bagian dari kereta api.


Ibunya, yang kemudian terpaksa harus menjadi tulang punggung. Berupaya agar bisa menafkahi ketiga anaknya dengan menjual karya tulisannya. Ibu mereka memang senang menulis cerita, dahulu saat Ayah masih ada, Ibu senantiasa membacakan untuk mereka cerita-cerita yang telah ditulis olehnya. Juga senang menulis puisi. Saat Roberta ulang tahun, puisi adalah hadiah terbaik untuknya. Dan, sosoknya tidak menunjukan bahwa kesedihan membuatnya terlena dan tak mau berusaha demi ketiga anaknya.


Apa yang mau tanam itulah yang kau tuai.


Demikian juga dengan ketiga anak itu, yang menolong seluruh penumpang kereta api. Saat rel kereta tertutup tanah longsor. Sungguh mendebarkan saat - saat itu, karena setelahnya Bobbie - nama panggilan Roberta - jatuh pingsan. Namun, beberapa hari kemudian mereka mendapat hadiah yang tak ternilai meski bukan berbentuk uang.



Tetap menjadi anak baik, meski Ibu selalu sibuk bekerja.



Ketiga anak ini, demi membahagiakan sang Ibu yang kerap kali masih terlihat begitu sedih sejak kepergian Ayah mereka. Mereka berjanji untuk menjadi anak yang baik. Mereka bangun pagi hari untuk merajang air, kemudian merapikan rumah dan berjanji untuk tidak bertengkar. Meski, untuk hal itu mereka masih sering bertengkar, tapi disangkal oleh Peter dengan mengatakan mereka tengah berdebat.


Mereka juga menjadi anak-anak yang baik dan membantu orang-orang di sekitarnya. Seperti mempersiapkan ulang tahun untuk seseorang. Kemudian menolong seorang bayi di perahu, juga membantu seorang anak yang pingsan.



Tetap berdoa meski kondisi sangat sulit.



Sang Ibu pernah menasihati mereka pada suatu hari, mengajari mereka untuk berdoa dan juga memohon pada Tuhan agar berbelas kasih pada semua tahanan dan korban ketidakadilan.



Tetap rendah hati meski mendapat pujian.




Tidak kurang-kurang pujian sampai pada mereka. Karena apa yang telah mereka lakukan. Apalagi Ibu mendidik mereka agar menolong tanpa pamrih. Sehingga sering kali mereka bersikap rendah hati. Walaupun sesekali Peter menyombongkan diri, tapi hanya pada kedua saudarinya. Sungguh, mereka adalah anak-anak yang tabah.



Dan pastinya ketabahan hati dan perbuatan baik ketiga anak tersebut serta sang Ibu, akhirnya mereka mendapatkan sebuah hadiah dari Tuhan, dengan datangnya seseorang yang membuat Roberta menangis di stasiun.

Postingan Terkait