Beauty & Sadness - Sebuah Kontemplasi Akan Sisi Kelam Manusia Karya Yasunari Kawabata

Beauty & Sadness - Sebuah Kontemplasi Akan Sisi Kelam Manusia Karya Yasunari Kawabata


Beauty and Sadness


Bacaanipeh - Apa yang kalian pikirkan setiap menatap pemandangan dari balik JENDELA? Bagi Yasunari Kawabata, pemandangan dari balik Jendela kereta senantiasa mendatangkan inspirasi dan kontemplasi bagi para tokohnya. Bisa dilihat dari novel Snow Country dan juga novel Beauty and Sadness ini. Tokoh lelaki yang ada di kedua novel tersebut, sama-sama memiliki kenangan yang muncul saat melihat pemandangan dari balik jendela kereta api. Kedua tokoh lelaki ini pun, sama-sama memiliki kecintaan tersembunyi pada perempuan lain, meski sudah memiliki istri.



Kartu Tanda Buku

Judul : Beauty and Sadness || Penulis : Yasunari Kawabata || Halaman : 248 || Cetakan pertama, 2017 || Versi : Buku Fisik || Bahasa : Indonesia (terjemahan) || Diterjemahkan oleh Zulkarnaen Ishak || Diterbitkan oleh Immortal Publisher || ISBN : 9766021142899



Bagi saya, gambaran mengenai lelaki beristri yang gemar menghabiskan waktu dengan gadis-gadis muda, seolah menjadi kejujuran seorang Kawabata tentang sisi lelaki. Sisi yang mungkin bagi sebagian orang enggan untuk diumbar. Sisi yang bagi sebagian lainnya merupakan bukti kegagahan. Sisi yang bagi beberapa orang, merupakan perwakilan akan ketidak-puasan manusia dalam hidup. Ragam sisi ini bisa bertambah juga bisa melingkup menjadi ruang yang sempit. Tergantung penafsiran. Kalau saya, Kawabata justru mengumbar ini bukan sebagai sesuatu yang dibanggakan, namun sesuatu yang perlu direnungkan.

Kenapa? Silakan baca buku-bukunya. Bagaimana renungan demi renungan dan penderitaan yang mengukung para tokohnya ini. Terlihat jelas juga, jika membaca Rumah Perawan, yang menorehkan kesan, seperti apa dan bagaimana lelaki jika disorot dari berbagai sisi.


***


Pernahkan pembaca berpikir, apakah buku ini dan itu karya seorang penulis merupakan kisah yang sedikit atau banyak diangkat dari pengalamannya sendiri? Saya sering berpikir demikian, karena Kawabata beberapa kali menyematkan tokoh lelaki yang berprofesi sebagai seorang penulis. Dan seberapa besar fakta yang dimuat dalam buku tersebut dengan kandungan fiksi yang bertugas menyelimurinya?

Kalau saya ingat kembali, Kawabata sering menuliskan tentang keindahan dan kecantikan serta gairah wanita muda dengan sangat detil. Baik itu di beberapa cerita pendeknya, maupun novela berjudul Rumah Perawan yang totalitas dalam menggambarkan tubuh gadis muda. Apakah pikiran erotis seorang Kawabata ini layak untuk dipuji atau justru bisa membangkitkan emosi para pejuang feminisme?

Saya tidak ingin membahas tentang feminisme. Tapi, saya sempat berpikir demikian usai membaca Rumah Perawan. Kemudian, disusul dengan Snow Country, yang membuat saya berpikir, "apakah kesetiaan itu terlalu mahal harganya bagi seorang lelaki?" usai menamatkan buku tersebut. Ditambah lagi dengan buku ini, pikiran saya melanglang buana, bukan saja tentang 'ketidak-setiaan seorang suami' tapi juga tentang 'kebebalan perempuan' yang diwakilkan dalam karakter tokoh di dalam buku ini.


WANITA SIMPANAN TUAN OKI


Tenang. Membaca novel ini harus sabar. Justru kalau bisa tanpa emosi yang menyelinap, karena kalian akan diajak berkenalan dan menyusuri bagian-bagian tubuh yang disukai Tuan Oki pada sosok gadis muda selingkuhannya. Gadis muda ini baru berusia 16 tahun. Sementara Tuan Oki sudah menginjak usia dewasa.

Kita hanya akan diajak menjejak kenangan yang lebih detil dari kenangan Tuan Oki yang lainnya. Karena kenangan tentang Otoko, bagi Tuan Oki, lebih nyata dari kenangan kejadian hari kemarin. Saya tidak tahu, apakah ini berarti cinta pertama Tuan Oki? Atau hanya karena bayangan tentang tubuh Otoko muda yang senantiasa membangkitkan gairah tersendiri pada diri Tuan Oki?

Namun, Otoko, bukan hanya menjadi gadis simpanan istimewa bagi Tuan Oki. Tapi, juga menjadi tokoh utama dalam novel paling laris dan populer karya Tuan Oki berjudul Gadis Enam Belas Tahun. Bahkan, hingga usia Tuan Oki mencapai 50-an, novel tersebut masih menjadi topik yang diperbincangkan. Dan, ketika nama Otoko mencuat sebagai sosok pelukis dari Kyoto, semua orang mulai membahas mengenai norma dan mengasihani istri Tuan Oki. Meski terkadang ada juga yang mempertanyakan bagaimana kondisi istrinya saat ini?

Di usia yang sangat muda, keperawanan Otoko sudah direnggut - konon menurut pengakuan Tuan Oki - secara paksa. Namun, Otoko mengakui dirinya tetap rela dan tidak mengeluh, bahkan merasa senang dan tak ingin pisah dengan Tuan Oki. Tak lama berselang, Otoko akhirnya mengandung anak Tuan Oki yang pada akhirnya harus lahir ke dunia sebelum waktunya dan meninggal. Saat itu, Otoko sempat mengalami tekanan yang membuatnya dirawat di rumah sakit jiwa. Setelah kejadian tersebut dan usai penolakan Tuan Oki atas penawaran Ibunya Otoko, si gadis muda tersebut pindah ke Kyoto.



"Boleh jadi kebencian seorang perempuan pun adalah jenis cinta." ~ Hal 111




ISTRI TUAN OKI


Memangnya, bagaimana sih rupa Fumiko, istrinya Tuan Oki? Apakah sangat buruk rupa, sampai-sampai Tuan Oki selingkuh? Sayangnya, jawabannya tidak. Fumiko termasuk seorang yang memiliki kecerdasan dalam berbahasa. Dirinya juga cantik dan digambarkan oleh Tuan Oki, cukup bergairah. Satu yang membuat saya memandang Fumiko sebagai sosok yang Kuat namun juga Bodoh. Entah, pilihan mana yang lebih berat, saya sendiri bingung menjawabnya.

Menjelajahi kehidupan Tuan Oki, kita akan maju dan mundur, ikut menikmati bagaimana perjuangan Fumiko mendampingin Tuan Oki. Agar pembaca tahu, bahwasannya Fumiko sudah mengetahui perselingkuhan Tuan Oki ini. Bahkan, Fumiko-lah yang diberikan tugas oleh Tuan Oki mengetik naskah novel Gadis Enam Belas Tahun itu. Ini yang sempat membuat saya berpikir, Fumiko kuat atau malah bodoh? Maksud saya, apakah keputusan seorang wanita untuk tetap berada di sisi seorang pria yang dia tahu tidak setia padanya, merupakan sebuah kebodohan?

Jawabannya tentu berbeda pada setiap masing-masing orang. Karena, di tempat saya tinggal, banyak juga wanita yang masih tetap setia meski telah dikhianati berulang kali oleh suaminya. Bahkan tidak jarang, mereka tetap merawat sang suami yang telah menyakiti mereka, saat sang suami sakit parah. Tidak sedikit pula yang masih bertahan saat sang suami tidak peduli padanya, mencampakkannya, kemudian menerima mereka kembali saat kesulitan melanda hingga maut menjemput sang suami. Inilah yang membuat saya ragu untuk menentukan pilihan, apakah akan saya sebut bodoh atau kuat?

Tapi, melihat sosok dan pengalaman Fumiko, saya seperti melihat kondisi yang hampir sama dengan kehidupan di sekitar saya pada saat ini. Padahal, buku ini telah terbit tahun 1964, waktu yang cukup lama bukan? Untuk itu saya sempat berpikir dan berpikir kembali, hendak menilai seperti apa saya pada tokoh-tokoh di dalam ini? Namun, saya tetap melanjutkan cerita yang mengalir di dalamnya, meski saya berkali-kali serasa ingin mendobrak meja dan mengeluarkan umpatan yang beruntungnya tidak saya lakukan.

Fumiko memang sudah mengetahui perihal Otoko, sang gadis yang membuat suaminya itu senantiasa mengenangnya dengan cara yang istimewa. Tapi, jangan salah, Fumiko tetaplah seorang wanita, dia tetap seorang manusia yang bisa merasakan cemburu dan rasa sakit hati. Tuan Oki sendiri menyadari, bahwa kejadian di suatu malam pada halaman 42, "Dia keluar rumah malam-malam, menggendong bayinya, menyusuri rel kereta api. Sekali waktu, setelah dia kerap keluyuran selama beberapa malam, Oki menemukannya di taman sedang bersandar pada pohon prem tua dan enggan pulang ke rumah. Oki sudah lama mencari-cari istrinya itu, lalu mendengar suara isak tangis ketika dia tiba di pintu gerbang."

Pedih, sedih, gusar, barangkali benci menyelimuti dada saya ketika membaca bagian kehidupan Fumiko. Sungguh, saya pribadi tidak akan sanggup dan memilih untuk pergi. Namun, entah apa yang ada di dalam pikiran Fumiko, sehingga dia tetap bertahan dengan suaminya itu. Sayangnya, Kawabata enggan menyajikan hal ini kepada pembaca sehingga saya tidak bisa mengorek lebih lanjut. Bahkan, ketika mereka telah beranjak tua pun, rasa cemburu itu tetap ada dan keinginan Fumiko untuk bisa dijadikan sosok yang spesial bagi Oki, masih menanti di ujung hatinya.


***


Demikianlah sekilas kisah dari dua wanita yang memiliki kaitan erat dengan Tuan Oki. Masih ada lagi dua tokoh lainnya, yang berkelindan saling mengisi satu sama lain melalui alur maju-mundur. Kisah ini disampaikan melalui kenangan Tuan Oki - kemudian masa kini, serta kenangan beberapa tokoh lainnya dan bagaimana mereka memutuskan untuk melakukan sesuatu hingga menjadikan masa kini menjadi berbeda.

Sisi manusia yang disajikan dalam novel kali ini, diwujudkan dalam bentuk kesalahan, kebodohan dan keangkuhan yang pada akhirnya menjadikan semua karakter-karakter di dalamnya seolah manusia sungguhan. Seolah ini buku yang menyajikan fakta, alih-alih fiksi belaka. Kisah cinta yang disajikan cukup muram dan bernuansa kelam. Namun, bentuk kesetiaan yang sebenarnya saya pertanyakan juga, apakah memendam rasa cinta pada orang yang salah merupakan bentuk kesetiaan? Kebingungan demi kebingungan yang muncul saat membaca kisah ini, bukan karena bahasanya atau alurnya atau cara penyampaian Kawabata yang menyulitkan.

Tapi, hubungan manusia dan sikap manusia itu sendiri yang membuat saya bingung. Sungguh, saya seolah mempertanyakan apakah saya sudah begitu bangga menjadi manusia, selepas membaca kisah kelam dari para tokoh di dalam buku ini. Atau sebaiknya saya menjadi angin yang hanya menyaksikan kisah mereka sambil lalu? Sudahlah, ini hanya pemikiran yang sempat terbesit sejenak, toh tidak akan mengubah apa-apa kecuali gambaran-gambaran lain tentang kehidupan yang ada di hadapan saya. Kawabata, hanya mengajak saya berkenalan dengan sisi gelap manusia. [Ipeh Alena]

Postingan Terkait