Toto-Chan Sebuah Kisah Keberhasilan Seorang Pendidik Yang Mengubah Kehidupan Para Muridnya

Toto-Chan Sebuah Kisah Keberhasilan Seorang Pendidik Yang Mengubah Kehidupan Para Muridnya



Toto-Chan The Little Girl At The Window



Toto-Chan bukanlah sebuah buku berisi kisah fiksi, namun merupakan buku yang berisi kenangan dan pengalaman masa kecil dari penulisnya : Tetsuko Kuroyanagi. Setiap kisah dalam buku ini, berasal dari ingatannya semasa kecil serta dari penuturan kisah yang diceritakan juga oleh Ibunya dan juga beberapa teman-temannya yang menyumbangkan ingatan demi selesainya buku ini.

Semasa kecil, Toto-Chan memang termasuk anak yang cerewet. Dia senang menyeritakan banyak hal, dari mulai cerita pengalamannya ketika di sekolah hingga cerita apa saja. Inilah momen yang menjadi jalan pembuka dari pengalaman pendidikan di sekolah Tomoe Gakuen. Yang dimiliki oleh seorang Kepala Sekolah bernama Sosaku Kobayashi, dimana buku ini merupakan persembahan Toto-Chan untuk memenuhi janjinya pada sang Kepala Sekolah.

Pernahkah kita menyadari, bahwa keberhasilan seorang pendidik dalam membimbing anak muridnya bisa menjadi titik terang bagi keberhasilan anak didiknya kelak? Mungkin bisa dicek di youtube, beberapa video tentang pendidikan ini bisa mewakili penjelasan tentang keberhasilan para pendidik dalam membimbing anak didik mereka menggali potensi serta menjalani kehidupan sehingga mencapai kesuksesan.

Video di atas memang sangat mengharukan, terlebih kita bisa melihat bagaimana ekspresi yang muncul dari sosok pengajar di video ini. Walaupun saya paham, kesuksesan itu tak hanya berbentuk uang dan jabatan, tapi dalam bentuk apa saja. Dan para mantan murid ini merupakan segelintir dari mereka yang terbantu dengan motivasi yang diberikan oleh si pendidik.

Sekarang, apa kaitannya dengan buku Toto-Chan yang justru isinya mungkin akan disangka sebagai karya fiksi tentang gadis kecil di Jepang yang gemar melihat ke luar jendela? Di luar dugaan, buku ini juga berisi memoar pendidikan yang diterapkan di sekolah Tomoe Gakuen, yang telah menelurkan siswa dan siswi yang berprestasi sampai salah satunya, yaitu Toto-Chan menjadi aktris perempuan yang juga tertarik dengan dunia pendidikan.


Kutipan Buku Toto-Chan Paling Favorit



Punya mata, tapi tidak melihat keindahan; punya telinga, tapi tidak mendengar musik; punya pikiran, tapi tidak memahami kebenaran; punya hati tapi hati itu tak pernah tergerak dan karena itu tidak pernah terbakar. Itulah hal-hal yang harus ditakuti, kata Kepala Sekolah. (Hal 106)


"Kalian boleh berbicara tentang apa saja. Kalian boleh berbicara tentang apa yang ingin kalian lakukan. Apa saja. Tapi yang penting, mari kita coba dulu." (Hal 122)


"Kau benar-benar anak baik, kau tahu itu, kan?" (Hal 187)




Kartu Tanda Buku


Judul : Toto-Chan : Gadis Cilik Di Jendela || Penulis : Tetsuko Kuroyanagi || Halaman : 272 || Cetakan kedua puluh empat : Agustus 2017 || Versi : Buku || Bahasa : Indonesia || Penerbit : Gramedia Pustaka Utama || ISBN : 978979236552 || Rating : 5/5



Bagaimana Seorang Pendidik Mampu Mengubah Kehidupan Anak Didiknya


Percaya atau tidak, bahwasannya seorang pendidik bisa mampu mengubah kehidupan anak didiknya menjadi lebih baik atau justru lebih buruk. Tidak sedikit murid yang mengambil keputusan terbesar dalam karirnya karena pengaruh dari sang pendidik. Pun juga tidak sedikit yang akhirnya hancur hidupnya karena pola didik yang salah.

Itulah kenapa, ketika saya membaca kembali buku terkait pendidikan karya Mas Bukik berjudul Anak Bukan Kertas Kosong banyak hal yang kemudian saya dapati terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya, bagaimana seorang pendidik bisa merusak masa depan mereka dengan perilaku kasar, semena-mena, bullying bahkan pelecehan seksual.

Dalam beberapa statusnya, sebagai penggiat dunia pendidikan, Mas Bukik juga pernah bercerita tentang buku yang sudah dibacanya, ditulis oleh Ki Hajar Dewantara seorang bapak pendidikan di Indonesia. Beliau merangkum sedikit tentang sikap seorang pengajar melalui kutipan yang disematkan dalam tulisannya. 



"Hidup dan tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan dan kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup, teranglah hidup tumbuh menurut kodratnya sendiri." ~ Ki Hajar Dewantara (Pendidikan, Halaman 21) - Sumber Anak Bukan Kertas Kosong.



Dari sinilah, saya melihat visi dan misi yang sama antara Ki Hajar Dewantara dengan Sosaku Kobayashi dalam dunia pendidikan. Melalui testimoni Toto-Chan yang pada mulanya, di sekolah sebelumnya, dia dikeluarkan karena memanggil pemusik jalanan saat jam belajar. Bahkan, konon salah satu guru yang mengajar di kelas sebelahnya mengakui, bahwa Toto-Chan selalu dihukum di luar kelas dan sering bertanya : apa kesalahannya?

Baik, saya juga ingin sedikit menyeritakan contoh kasus seorang kawan terkait razia yang diadakan di sekolah anaknya. Dimana kerap kali diadakan razia rambut, si anak ini selalu menjadi sasaran empuk meski saat dicek kembali, ternyata tidak ada kesalahan dari anak ini. Rambutnya masih sesuai dengan peraturan yang tertulis. Hingga kemudian, si anak bercerita pada orang tuanya, justru diomeli karena dianggap mengadu. Hingga anak ini kehilangan semangat untuk berangkat sekolah. Lantas dimana letak kesalahannya?

Saya perjelas kembali, alasan Toto-Chan dikeluarkan dari sekolah, bukan saja karena dia memanggil pemusik jalanan untuk bermain di luar jendela sekolah. Tapi, saat itu sang guru mengatakan bahwasannya saat di kelas Toto-Chan berkali-kali menutup dan membuka lemari meja dengan alasan yang sebenarnya tidak bisa disalahkan. Namun, tidak dijelaskan juga dimana letak kesalahannya.

Kalau tidak diketahui dimana letak kesalahannya, kemudian darimana para anak didik ini mengetahui alasan mereka dihukum? Di sinilah sosok Sosaku Kobayashi yang menerapkan pendidikan ala Eropa, menjadi titik balik bagi para anak muridnya dalam menjalani kehidupan. Mengedepankan prinsip Kebebasan Dalam Belajar, justru yang membuat anak-anak ini belajar berkomitmen serta disiplin dengan peraturan yang ada. Apalagi prinsip ini berlaku untuk semua pelaku pendidik di sekolah Tomoe Gakuen.



Anak Yang Kritis Sering Dianggap Nakal



Seperti Toto-Chan yang sering melemparkan pertanyaan yang sesungguhnya memang tidak dimengerti olehnya. Namun, saking seringnya dia bertanya, beberapa guru di sekolah lamanya menganggap dia anak yang nakal. Belum lagi kegemaran Toto-Chan bercerita tentang banyak hal, itu juga dianggap mengganggu oleh para pendidik di sekolah yang lama.

Namun, sebuah perbedaan besar yang dilakukan oleh Kobayashi berhasil membuat Toto-Chan mencintai sekolah. Ketika pertama kali masuk ke sekolah Tomoe Gakuen, Kobayashi duduk di hadapan Toto-Chan kemudian mendengarkan semua cerita yang dikisahkan olehnya. Bahkan sampai Toto-Chan kehabisan ide untuk bercerita!

Setiap anak tentu memiliki kondisi dan kapasitas serta selera yang berbeda. Ada anak-anak yang jarang bertanya pada gurunya, karena di rumah mereka sudah banyak bertanya pada orangtuanya. Ada juga beberapa orangtua yang merasa angkat tangan dengan pertanyaan dari anak mereka, kemudian meminta mereka untuk bertanya langsung pada guru mereka di sekolah. Jika beruntung, sang anak akan mendapatkan penjelasan yang sesuai dan baik. Namun, jika tidak, si anak ini akan diberikan label anak nakal atau justru dinasihati untuk tidak bertanya.

Padahal, keingin-tahuan seorang anak itu sebuah bukti bahwa mereka memiliki ketertarikan pada hal-hal tertentu. Dari rasa ingintahu inilah banyak muncul ilmuwan-ilmuwan yang menciptakan penemuan yang tetap bisa dirasakan manfaatnya hingga saat ini. Melalui rasa ingin tahu pula-lah, setiap cendikiawan memperoleh jawabannya dari setiap penelitian. Lantas, apa yang harus dilakukan setiap anak jika mereka dibungkam dari rasa ingin tahunya? Bagaimana Kobayashi menghadapi Toto-Chan yang gemar bercerita setelah berjam-jam mendengar anak itu bercerita banyak hal?

Setelah Toto-Chan berhenti bercerita, barulah Kobayashi mengatakan dengan senyum yang khas, bahwa Toto-Chan diterima di sekolah tersebut. Dan tanpa disadari, keesokan harinya Toto-Chan sangat bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Bahkan tanpa harus disuruh untuk bersiap lagi. Di sekolah juga seperti itu, ada banyak anak-anak yang memiliki kekurangan berkumpul menjadi satu dalam satu ruang kelas. Menurut Kobayashi, ini agar anak-anak terbiasa bergaul dengan anak lainnya yang memiliki kekurangan dalam bentuk fisik.

Beberapa teman Toto-Chan ada yang tubuhnya kecil dan tidak bisa tumbuh lagi, ada juga yang terkena polio sehingga struktur kakinya berbeda dan tangan serta kakinya juga lemah. Mereka berada di kelas yang sama. Di sinilah, kebaikan khas anak-anak dalam diri Toto-Chan semakin terasah. Dia merupakan anak yang selalu berusaha membela teman-temannya ketika mereka kesulitan.



Kalimat Sugesti Bagi Setiap Anak Didik



Mungkin kita sering mendengar, betapa bahayanya ketika melabeli seorang anak dengan kata 'NAKAL'. Saking bahayanya, beberapa penggiat parenting berusaha menghindari kata tersebut agar tidak menjadi sugesti dalam alam bawah sadar si anak yang akan berpengaruh hingga mereka besar nanti.

Demikian juga dengan Kobayashi, yang sering melontarkan perkataan "Toto-Chan kamu itu anak yang baik, kamu tahu kan?" Di setiap waktu saat Toto-Chan bermain atau bersinggungan dengan teman-temannya, sang kepala sekolah pasti mengingatkan Toto-Chan dengan kalimat tersebut. Yang kemudian tanpa sadar justru menjadi kalimat sugesti yang berimbas positif baginya.

Bahkan ketika Toto-Chan sudah dewasa pun, ketika dia mengingat perkataan tersebut, dirinya merasa sangat berterima kasih pada sang kepala sekolah. Karenanya itulah dia benar-benar menjadi anak yang dikenal baik dan kreatif serta berani. Kesadaran bahwa dirinya merupakan anak yang baik sudah dipupuk sejak awal.

Juga, kalimat sugesti positif yang ditanamkan pada Akira Takahashi yang menderita penyakit kompleks, dimana tubuhnya tak lagi bisa bertumbuh. Saat itu pak Kobayashi berkali-kali meyakinkannya bahwa dia pasti bisa mengikuti lomba olahraga tersebut. Dan dari kalimat itulah yang membuat Akira bertambah kepercayaan-dirinya, sehingga dia berhasil memenangkan perlombaan olahraga itu meski memiliki keterbatasan.

Tidak hanya itu, ketika dewasa, saat Tetsuko menemuinya, kini Akira sudah menjadi seorang pegawai yang bekerja menjadi Manajer Personalia di perusahaan elektronik yang cukup besar! Akira sendiri mengatakan, kalau bukan karena kepercayaan yang ditanamkan padanya oleh Kobayashi, mungkin dia tidak akan pernah berani melamar pekerjaan apalagi menikah.



Sistem Belajar Di Tomoe Gakuen



Pada bab penutup, Tetsuko menyematkan fakta bahwa ada beberapa orang yang ternyata tertarik ingin membuat penelitian terkait sistem belajar di sekolah tersebut. Sekolah yang hancur saat perang dunia meletus. Yang anak-anak muridnya tumbuh menjadi orang-orang sukses, saya akan menceritakan nanti satu anak yang menjadi ilmuwan hebat.

Fakta bahwa sistem belajar di Tomoe Gakuen ini unik, memang menjadi banyak perbincangan setelah buku ini terbit. Apalagi dulu, saat penerapan belajar yang masih umum, sistem belajar di Tomoe Gakuen ini terbilang berbeda dan bahkan harus disembunyikan keberadaannya oleh Kobayashi agar tidak menarik perdebatan.

Melalui cerita Toto-Chan, diketahui bahwa ruang kelas sekolah mereka ini menggunakan gerbong kereta yang didesain agar mirip seperti aslinya dengan modifikasi penambahan kursi dan bangku pada setiap kelasnya. Ada banyak gerbong di sekolah ini, yang memang digunakan untuk ruang kelas juga perpustakaan.

Setiap hari, anak-anak akan diberikan informasi pelajaran apa saja yang akan diajarkan pada hari itu. Kemudian setiap anak dibebaskan memilih ingin belajar apa dulu, dimana setiap anak memiliki pilihan yang berbeda. Namun, mereka melaksanakan kewajiban belajar mereka tanpa terbebani, justru semangat dalam prosesnya.

Guru di dalam kelas sebagai media yang dibutuhkan, jika beberapa anak ada yang kurang jelas dengan satu pelajaran, mereka harus berani maju untuk bertanya, kemudian akan langsung dijelaskan. Demikian proses belajar, hingga tengah hari tiba. Setelah makan siang, barulah mata pelajaran yang mereka dapat ini berbeda, yaitu belajar tentang alam dan pengetahuan apa saja yang mereka lihat di sekitar.

Seperti terkadang mereka akan mengunjungi sebuah kuil untuk belajar tentang sejarah. Kemudian berkunjung ke sebuah ladang untuk belajar menanam. Atau jalan-jalan ke dekat danau untuk belajar apa saja mengenai lingkungan dan ekosistem. Di sinilah, anak-anak menjadi semakin bertambah pengetahuannya melalui gaya belajar yang berbeda.

Jika waktu itu sistem belajar di Tomoe Gakuen dipandang unik dan berbeda, sekarang pola belajar ala Finlandia juga menjadi sorot perhatian. Yang menjadi keunikan itu sebenarnya adalah penerapan sistem belajar yang tidak memberatkan murid tapi justru bisa mendatangkan kesenangan tersendiri pada proses belajar-mengajarnya. Dan inilah yang menjadi sorotan bagi saya juga, bagaimana membangun proses belajar-mengajar yang bermanfaat namun tidak memberatkan.




Apa Saja Yang Diterapkan Oleh Sosaku Kobayashi Di Sekolah Tomoe Gakuen




1. Beliau sangat menghargai setiap perbedaan, untuk itulah dirinya menggabungkan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dengan anak yang biasa dalam satu kelas. Dengan demikian mereka belajar juga menerima perbedaan yang ada di sekolah mereka. Sehingga mereka tidak lagi merasa asing dengan keberadaan orang-orang yang tampak berebeda dengan mereka.


2. Sesuatu Dari Laut Dan Sesuatu Dari Gunung, adalah kalimat ajakan agar anak-anak mau makan apa saja yang dimasak dari rumah sambil belajar mengetahui sumber makanan yang bisa didapat dari kedua tempat tersebut. Makanan tersebut juga ajakan agar anak-anak mau memakan makanan yang sehat terutama sayur. Apalagi, dari hal ini jugalah, Kobayashi mengajarkan anak-anak agar bersyukur melalui lagu yang dinyanyikan sebelum makan.


3. Setiap anak yang mengadu pada Kobayashi akibat ulah anak lainnya akan diajak menyelesaikan masalah bersama. Seperti ketika rambut Toto-Chan dijadikan bualan anak lelaki sampai dia menangis, kemudian pak Kobayashi menasihati anak tersebut dengan menyampaikan bahwa "Anak laki-laki harus bersikap sopan kepada anak-anak perempuan dan menjaga mereka." (Hal 159).

4. Saat makan siang, Kobayashi akan meminta satu anak untuk bercerita di depan aula. Setiap anak akan mendapatkan gilirannya. Tidak terkecuali dengan anak yang sangat pemalu. Saat itu dia hanya diam saja di kelas, namun dengan bantuan pak Kobayashi si anak tersebut akhirnya mampu berbicara di depan umum, dimana ini adalah hal yang membuatnya bangga.

5. Kobayashi juga menerapkan kebebasan berpendapat, dirinya mampu mendengarkan anak-anak seperti Toto-Chan yang selalu berusaha mempertahankan pendapat mereka. Beliau akan mendegarkan kemudian berusaha mencari jalan keluar yang terbaik. Bahkan dengan kalimat yang disampaikannya dengan sangat santun. Seperti pada halaman 197, dimana dengan cara yang sangat baik Kobayashi mampu membuat Toto-Chan mengambil keputusan.

6. Sebagai Kepala Sekolah, dirinya juga tidak berhenti mengamati bagaimana para pendidik mengajar di kelas. Ada satu peristiwa pada Bab Ekor yang mengisahkan betapa marahnya Pak Kobayashi pada salah satu guru karena dianggap membuat salah seorang muridnya yang memiliki kekurangan secara fisik, menjadi tidak nyaman. Ini menunjukkan sebagai Kepala Sekolah dia juga peduli dengan perkembangan dan kenyamanan anak-anak selama di sekolah. Bukan hanya sekadar menjadi pemimpin tanpa mengetahui dengan pasti apa yang terjadi selama proses belajar-mengajar.



***

Membaca buku ini, membuat mata saya beberapa kali berkaca-kaca. Bukan saja ketika Toto-Chan harus menghadiri pemakaman salah seorang temannya. Tapi, juga saat membayangkan betapa bahagianya Toto-Chan dan teman-temannya memiliki pendidik yang mampu membuat mereka selalu terkenang dengan banyak hal yang baik saat itu.

Salah satu murid yang saya menjadi seorang ahli fisika dari Jepang yang tinggal di Amerika adalah Taiji Yamanouchi. Saat saya mencari profilenya di google, saya terkesiap karena memang beliau adalah sosok yang ahli fisika yang sangat berbakat. Dirinya berhasil meraih gelar master dan berangkat ke Amerika dengan beasiswa dari Fulbright dan meraih gelar doktornya di University of Rochester. Dia juga bekerja di laboratorium yang mempekerjakan 145 ahli fisika dan 1400 staf.

Keberhasilan dan kesuksesan anak-anak ini juga memiliki pengaruh dari sosok Kobayashi. Anda akan mengetahui dengan membaca buku ini, bagaimana cara beliau bersikap untuk memastikan bahwa anak-anak itu memiliki bakat yang tidak akan terlihat jika mereka tidak berusaha. Namun, dengan cara yang bisa diterima oleh mereka tanpa paksaan. [Ipeh Alena]


Postingan Terkait