Heartbreak Formula : Kisah Mereka Yang Memutuskan Untuk Mengakhiri Hidup

Heartbreak Formula : Kisah Mereka Yang Memutuskan Untuk Mengakhiri Hidup


Heartbreak Formula



Masih segar dalam ingatan saya, ketika berita tentang orang yang mengakhiri hidup muncul di kanal sosial. Mendadak, banyak orang yang langsung menjadi pemuka agama dan menasihati agar tidak seperti si fulan dan fulanah. Atau saat ada seseorang yang menyeritakan kehidupan mereka yang sangat sulit dan berusaha untuk berjuang agar tetap hidup, kemudian disindir beramai-ramai tanpa ampun bahkan tidak jarang banyak dari mereka yang mem-bully, namun ketika ditegur mereka menganggap bahwa itu adalah tindakan yang benar.

Bullying sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi tindakan yang baik apalagi benar. Bullying tidak akan pernah baik meski dibalut dengan nasihat apalagi dengan memasukkan unsur agama. Bullying dalam bentuk apapun merupakan tindakan yang tercela. Meski itu ditujukan untuk membuat orang tersebut jera, karena tentunya perbuatan tercela lebih baik ditegur dengan cara yang baik, bukan dengan cara tercela seperti bullying.


Tidak banyak orang yang menyadari, seberapa sering mereka menyakiti hati orang lain, seberapa mudahnya mereka meminta maaf, seberapa entengnya mereka menganggap remeh permasalahan orang lain. Bahkan, banyak yang tidak menyadari dan bahkan bangga bahwa mereka tidak pernah membully, padahal kerap kali ditemukan bukti tindakan tersebut. Ini sebuah contoh perilaku manusia yang sering menimbulkan banyaknya orang memutuskan untuk bunuh diri.

Pertanyaannya, apakah mereka sudah yakin benar-benar bersih dari jalinan kesalahan yang membuat orang memutuskan untuk mengakhiri hidup? Jangan-jangan, Anda pernah sekali dua, mengatakan sesuatu yang mungkin menjadi pencetus seseorang mengakhiri hidupnya tanpa Anda sadari.

Novel yang saya baca di awal tahun 2018 ini, berkisah tentang remaja-remaja yang memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka, dengan permasalahan yang mereka miliki masing-masing. Issue ini dijelaskan oleh Mpur Chan - sang penulis - sebagai pengingat betapa banyak orang yang berjuang demi kehidupan mereka dan sebagai pengingat meski dirasa sulit hidup yang dijalani namun tetaplah berusaha berjuang untuk tetap hidup dan menjalaninya.


"Suicide Doesn't Kill People. Sadness Kills People." ~ Anonymous



Kartu Tanda Baca

Judul : Heartbreak Formula
Penulis : Mpur Chan (IG @Mpurchan )
Halaman : 292
Cetakan Pertama, Desember 2017
Versi : Buku
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Haru Media
Rating : 3.5/5
ISBN : 978.6026.3833.72

Sebuah Pengantar Dari Buku Heteronomia Dan Pentas Kota Raya



Saya akan sedikit membubuhi ulasan buku Heartbreak Formula dengan kedua buku karya Fuad Hassan. Sedikit tentangnya, Fuad Hasan adalah seorang guru besar di bidang Psikologi, beliau pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1985-1993. Tulisan-tulisan karyanya sudah banyak dibukukan, ada tiga buku yang sudah saya baca yaitu Pentas Kota Raya, Heteronomia dan Studium Generale.

Pada essai bertema Pengaruh Teknologi Pada Kemanusiaan, sesuai dengan salah satu faktor yang muncul dalam novel Heartbreak Formula yaitu New Media akan internet. Menurut Jasper, teknologi bukan saja telah menelan manusia dalam proses berlarut yang rutin dan monoton, tetapi juga telah mengakibatkan dehumanisasi terhadap manusia sendiri meskipun manusia pulalah yang mengembangkan teknologi itu.

Dikutip dari buku Heteronomia halaman 18, Betapapun paradoksal kedengarannya, kenyataan-kenyataan dalam abad terakhir ini sudah juga membuktikan bahwa teknologi adalah suatu kekuatan - suatu kratos - yang tidak semata-mata produktif dan konstruktif cirinya, melainkan juga destruktif, baik materiil maupun spirituil. Teknologi yang dikembangkan untuk mengatasi sejumlah masalah agar akhirnya kehidupan manusia ini menemukan modus baru yang lebih serasi dan mantap, akhirnya membuktikan bahwa ia pun mampu menggoncang tata hidup itu beserta nilai-nilainya yang semula diunggulkan.

Teknologi terbukti menjadi sebuah alasan manusia mengalami keterasingan, pada masyarakat tradisional adalah hal yang lazim mengatur diri mereka atas pola hubungan antarpribadi yang lebih mempertimbangkan faktor manusia sebagai pribadi alih-alih sebagai oknum. Dari kehidupan masyarakat tradisional ini bisa dilihat perbandingannya dengan masyarakat modern yang haus akan teknologi yang menggantikan posisi hubungan mereka yang menggunakan teknologi sebagai elemen pengganti eksistensi manusia.


Tanpa sadar manusia modern berangsur-angsur menghadapi kenyataan hidup baru yaitu menyempitnya penghayatan ruang dan waktu. Ini berarti teknologi telah menciptakan suatu ruang hidup dan tempo hidup yang radikal berbeda dengan apa yang kita hayati dalam kehidupan masyarakat tradisional. Dari pengaruh ini didapati pula bahwasannya manusia urban yang telah dipacu oleh kondisi modern hampir kehilangan kesempatan untuk menikmati alam sekitarnya dan lebih terbawa oleh arus kehidupan yang mekanistis dan tidak memberikan peluang untuk kontemplasi.

Kondisi kemanusiaan dewasa ini - justru oleh kemajuan teknologi - telah demikian rupa derajatnya sehingga, tanpa kita sadari, banyak di antara kita sudah menjadi bergantung sekali kepada perpanjangan-perpanjangan artifisial, yang pada gilirannya kian memperluas jarak antara kita dan apa yang alamiah. Pemanjaan dalam berbagai bentuk yang telah dimungkinkan oleh perpanjangan-perpanjangan artifisial itu telah membuat kita makin fragile untuk menyelenggarakan interaksi dengan alam kita. Tidak dapat diingkari pula bahwa perpanjangan-perpanjangan termaksud dihasilkan oleh teknologi [Hal 24].

Dalam buku Pentas Kota Raya di halaman 6-7 menggambarkan kehidupan pada masyarakat urban dan menggesernya nilai-nilai kehidupan ini juga berpengaruh pada hadirnya kesenjangan yang menganga antarlapisan dan antarkalangan dalam masyarakat. Kesenjangan itu begitu rupa sehingga akan sulit memperkecilnya, jangankan mengatasinya. Berbagai kesenjangan yang melekat tidak saja diragakan secara fisik, melainkan juga secara mental. Karena begitu terbiasa dengan hal ini, maka kepekaan semakin menumpul dan nurani semakin kurang berbicara, dan bersama itu sambung rasa dalam kehidupan bersama pun semakin melonggar. Kepedulian dan kesetiakawanan sosial telah sirna tanpa menggema.

Ada kalimat penutup dari essai berjudul Adegan Dari Pentas Ibu Kota yang sangat sesuai dengan keadaan di seluruh kota di dunia. Yang membuat saya selalu kagum karena beliau menulis essai ini jauh sebelum perangkat pintar menjadi hal yang lebih berharga bagi hidup. Pada halaman 23 - 24 dituliskan bahwa Orang harus tahu kiatnya mengatasi kejenuhan dan kejemuan, juga kesanggupan untuk menyembunyikan kegelisahan dan kecemasan. Kalau tidak, dia akan dilanda oleh frustasi berkepanjangan. Mengeluh pun tidak ada gunanya karena tidak gampang menemukan mitra yang sungguh-sungguh mau menampung keluhannya, apalagi memahaminya.

Ini sebagai refleksi sebuah alasan yang sebenarnya banyak dialami oleh para korban yang mengakhiri hidup mereka. Sulitnya menemukan mitra yang sungguh-sungguh mau menampung dan memahami keluhan. Beruntunglah mereka yang tidak pernah mengalami kesulitan menemukan orang yang bisa diajak berbincang di kala sedih. Namun, perlu diketahui, bahwa perasaan ingin mengakhiri hidup itu adalah NYATA. Dan sudah semestinya mereka yang beruntung ini, bukan menjadi Tuhan yang memutuskan hubungan karena mereka tak layak ditemani, tapi menjadi sesama manusia yang minimal tidak menyakiti apalagi berkata sembarangan jika tidak mampu untuk membantu.



Sebuah Formula Yang Dapat Menghapus Memori Spesifik Pada Manusia



Cerita fiksi ini memang cukup menarik, karena mengangkat tema bunuh diri sebagai pendukung cerita. Itulah kenapa saya tidak ingin menyia-nyiakannya dengan memberikan pengantar dari beberapa buku yang sudah saya baca mengenai bunuh diri. Sayangnya, buku psikopatologi bunuh diri tidak saya sertakan di sini, karena nanti akan terlalu panjang dan menjadi tidak fokus pada buku yang ingin saya ceritakan ini.

12 orang remaja dikumpulkan dalam satu ruangan di Zanson Survival Shelter, mereka semua memiliki persamaan : tersedot oleh rasa patah hati yang menggiring mereka untuk mengakhiri hidup. Tiap-tiap remaja yang mengikuti program uji coba formula baru ini, sudah bersiap untuk melupakan ingatan masa lalu mereka yang buruk, mereka berharap dapat menjalani kehidupan yang baru dimana mereka terlepas dari beban ingatan buruk masa lalu.

Jangan salah, bentuk Heartbreak di sini bukan sekadar cinta ala pacaran. Tapi lebih dari itu, seperti Summer yang harus ditinggal oleh sang Ayah tanpa alasan apalagi perpisahan secara langsung. Suatu hari usai sekolah, dia sama sekali tidak menemui Ayahnya menjemputnya, sehingga dia harus pulang berjalan kaki kemudian sang Ibu mengatakan kalau dia tak akan bertemu dengan Ayahnya lagi.

Tidak sampai di situ, Summer juga harus mengalami kondisi sang Ibu yang tenggelam dengan pekerjaannya demi menyembunyikan kesedihannya. Terkadang dia melihat Ibunya menangis sambil meminum bir. Komunikasi yang terjadi hanya sebatas pesan-pesan yang ditinggalkan sang Ibu di atas kertas yang ditempelkan di pintu kulkas. Kemudian, sahabat masa kecilnya - Harry - perlahan menjauh hingga dia tidak lagi memiliki seseorang yang bisa mendengarkan apa yang dia ingin ceritakan dan apa yang dia alami selama ini.

Atau seperti June, yang harus menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh sang Ayah terhadap Ibunya hingga sang Ibu meninggal. Namun, ketika fakta itu terkuak, justru tidak banyak orang yang memercayainya dan June harus tetap berdiri sendiri di tengah bisikan orang tentangnya dan tentang Ibunya, dimana dia merasa sangat sendiri dan ingin menyusul sang Ibu.

Formula Oldivelo ini terfokus pada jaringan sel yang terdapat di Hippocampus, bagian otak yang berfungsi untuk menyimpan kenangan. Formula ini menutup jalur simpanan memori, bahkan membuat memori itu hilang. Jalur aliran biokimia yang mempertahankan memori, ditutup. Formula ini hampir sama dengan obat yang digunakan pada terapi pasien trauma kecelakaan, namun formula ini dapat menghapus memori spesifik. ~ Hal 267


Sebelum mendapatkan formula tersebut, setiap pasien yang berada di Zanson diberikan simulasi terhadap kondisi mereka. Ini untuk menentukan dosis yang tepat bagi mereka, meski hasil dari formula ini tidak sepenuhnya sama. Dalam artian, ada dua formula yang bahkan tidak diketahui oleh pihak Zanson apakah formula tersebut merupakan Oldivelo atau cairan Placebo. Hasil yang akan membuktikan disertai proses panjang yang cukup melelahkan bagi banyak pasien.

Beberapa simulasi yang diberikan oleh pasien direkam hasilnya melalui Sitbrain, sebuah alat yang akan membantu para dokter, psikolog, neuron dan orang-orang yang berada di balik penelitian ini demi merekam kinerja otak dan pikiran para pasien. Ini juga agar mengetahui apa-apa saja yang menjadi pencetus timbulnya keinginan bunuh diri serta memori apa saja yang ternyata buruk bagi mereka.



Novel Lokal Sci-Fic Dengan Rasa Berbeda



Ini kali pertamanya saya mencicipi novel yang ditulis oleh penulis Indonesia bernuansa science-fiction dengan tokoh dan latar cerita di Luar Negeri tepatnya di New York. Cukup memuaskan, terutama segi penokohan yang lumayan konsisten dari awal hingga akhir. Kemudian, jalan cerita yang tidak hanya sekadar menjadikan issue bunuh diri dan penemuan sebagai balutan saja, tapi juga menjadi bagian dari cerita hingga akhir.

Saya suka novel ini, meski saya memberikan nilai tiga, tapi bukan berarti novel ini jelek. Bukan. Karena novel ini memiliki cerita yang berbeda dari biasanya sehingga patut dibaca sendiri dan merasakan pengalaman mengikuti cerita dari awal hingga akhir. Karena pengalaman membaca itulah yang nantinya akan memberikan efek tersendiri bagi pembaca.

Selain itu, saya juga menyukai karakter-karakter dalam penokohan yang begitu kuat, dengan ciri-ciri yang lebih digambarkan melalui narasi yang detil, sehingga mampu membangun imajinasi yang baik dari tokoh tersebut, alih-alih sekadar mengatakan bahwa si A depresi, Mpurchan justru mengemasnya dengan sebuah kondisi secara langsung sehingga indera perasa pembaca distimulasi.

Kekurangan yang saya rasakan di sini adalah tokoh-tokoh penunjang yang merupakan pasien-pasien lainnya masih kurang dieksplorasi. Seperti kehidupan mereka, bagaimana perjuangan mereka hingga memiliki satu hal yaitu HARAPAN untuk bisa menjalani kehidupan yang berbeda. Seperti apa bentuk rasa sakit yang mereka alami, bagaimana kondisi mereka ketika sesuatu tercetus dan apakah mendatangkan histeria dari mereka atau tidak. Kalau itu digali lagi, kemungkinan pembaca akan menemukan motivasi yang sangat kuat sehingga formula ini menjadi jalan keluar yang masuk akal demi menyembuhkan luka mereka.

Meski mungkin Mpur Chan ingin menekankan bahwa masa lalu yang buruk itu sesuatu yang menjadikan kita saat ini. Atau segala hal tentang mengenal diri sendiri dan menerima diri kita apa adanya. Namun, saya tetap berharap proses di sini, termasuk bagaimana mereka menemukan jati diri mereka, bagaimana mereka deal with kondisi dan masa lalu mereka, dituliskan juga. Sehingga pembaca yang tengah mengalami kehidupan yang sulit, mungkin akan berpikir "Eh saya juga mengalami hal ini" kemudian setelah selesai siapa tahu mereka akan berpikir "Mungkin, saya harus mencoba untuk tetap bertahan esok hari, esoknya lagi dan lagi."

Jadi, novel ini bisa memberikan sebuah nuansa yang baru bagi pembacanya. Seperti banyak orang yang tergugah ketika membaca novel The Catcher in the Rye atau saat banyak orang bersemangat. Seperti novel The Bell Jar yang cukup detil dalam menyematkan proses penyembuhan mereka yang hendak bunuh diri. Siapa tahu Mpur Chan hendak menulis novel lain dengan tema yang sama, bisa mengambil rekomendasi dari novel-novel klasik.

***

Bagi kalian yang ingin mengetahui lagi tentang novel ini, bisa eksplorasi di Instagram dengan hashtag #HeartbreakFormula . Di sana banyak para bookstagramer Indonesia yang sudah menulis ulasannya di akun mereka. Tidak hanya itu, di akun @PenerbitHaru juga sudah diunggah sebagian halaman pada bab awal untuk dibaca, setidaknya sebagai perkenalan dengan gaya bahasa Mpur Chan. [Ipeh Alena]

Selamat membaca, salam literasi.


Wordcount : 1929

Postingan Terkait