Botchan Sebuah Kisah Tentang Menjadi Diri Sendiri Meski Dipandang Aneh

Botchan Sebuah Kisah Tentang Menjadi Diri Sendiri Meski Dipandang Aneh


Botchan Natsume Soseki



Seperti cerita The Adventures of Huckleberry Finn, Botchan mengisahkan pemberontakan seorang guru muda terhadap 'sistem' di sebuah sekolah desa. Sifat Botchan yang selalu terus terang dan tidak mau berpura-pura sering kali membuat ia mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Cerita yang dituturkan secara humoris ini sangat populer di kalangan tua dan muda di Jepang dan barangkali merupakan novel klasik yang paling banyak dibaca di Jepang modern.

Botchan itu sendiri, merupakan wujud dari permainan kata yang kerap dilakukan oleh orang Tokyo. Karena itulah, padanan kata Botchan dalam bahasa Inggris tidak ditemukan dengan mudah oleh Alan Turney. Terlebih kesulitan tersebut juga timbul kala menemui beberapa karakter dalam dialek khusus yang ditemui pada novel ini.

Pada dasarnya kata itu merupakan panggilan sopan untuk para anak laki-laki, terutama ketika mereka masih kanak-kanak, dari keluarga terpandang. Sapaan ini serupa juga dengan sebutan "tuan muda", namun dengan nuansa kedekatan dan kasih sayang di dalamnya. Dalam beberapa kasus, kata ini juga merujuk pada sosok orang yang agak manja dan menuruti maunya sendiri. Menurut Alan Turney, Soseki berusaha menyampaikan perasaan kasih sayang dan kesetiaan mendalam yang dimiliki Kiyo, si pelayan tua kepada tokoh utama dalam novel ini.

Kartu Tanda Buku

Judul : Botchan || Penulis : Natsume Soseki || Halaman : 217 || Cetakan Ketujuh, Februari 2017 || Versi : Buku || Bahasa : Indonesia || Penerbit : Gramedia Pustaka Utama || Rating : 5/5 || ISBN : 9786020331676


Membaca Botchan Menelusuri Jejak Masyarakat Jepang


Saya tidak bisa menuliskan banyak hal terkait buku ini, selain karena saya bahkan tak mampu melihat 'cacat' dari novel karya Soseki, pun saya sudah terpengaruh dengan ragam hal yang mampir ke kepala saya. Kisah Botchan saat masih kecil membuat saya terharu, berkaca-kaca lebih tepatnya saat membayangkan seorang anak lelaki yang bahkan tidak begitu diperhatikan kehadirannya, namun oleh asisten rumah tangga, justru sangat disayang.

Sebenarnya, melalui Kiyo-lah Botchan sering menyadari bahwa kadang kala, anak-anak nakal itu memang menuntut perhatian lebih. Itu ketika dirinya masih begitu kecil dan Kiyo sering memuji bahwa Botchan adalah anak lelaki yang sangat baik. Bahkan mengatakan bahwa dirinya akan lebih sukses dari sang kakak. Meski Botchan sendiri meragukan perkataan Kiyo, namun sosok wanita tua itulah yang selalu berada setiap saat.


Melihat bagaimana masa kecil Botchan yang kerap dicap sebagai anak nakal, membuat saya teringat dengan Oda Nobunaga yang ketika kecil pun sering dianggap sebagai anak berandalan. Dari sini saya melihat mudahnya masyarakat bahkan keluarga memberikan cap 'nakal' pada anak-anak yang memiliki kemauan keras dan kehendak sendiri. Meski memang, hal ini pun masih banyak ditemukan di masyarakat sekitar kita.

Selain itu, kondisi masyarakat di pedesaan, jika melihat dari sudut pemikiran Botchan bahwa anak-anak ini tidak memiliki etika karena tinggal di daerah terpencil. Perbedaan adat dari daerah yang berbeda pun menjadi masalah Botchan selama mengajar di pedalaman. Sangat berbeda tentunya dengan kondisi anak-anak di film Laskar Pelangi yang bahkan sangat penurut. Tapi, sedikit banyaknya mirip dengan kondisi anak-anak di novel Lampuki.

Anak-anak lelaki yang bahkan seolah tidak memiliki hormat dengan guru. Ini disampaikan melalui pemikiran pengajar yang berada di desa terpencil. Apalagi Botchan sampai berhadapan dengan masalah ketika pertama kali melaksanakan Jaga Malam di sekolah. Tujuannya tentu untuk mengawasi murid-murid yang berada di asrama A dan B. Sampai-sampai kejadian belalang yang berada di dalam futon ini membuat Botchan sangat-sangat marah.

Selain anak-anak, ternyata orang-orang yang berada di jajaran staf pengajar pun memiliki sifat yang aneh bagi Botchan. Di hari pertamanya dia sudah memiliki julukan bagi setiap orang yang ditemui, seperti Tanuki si kepala sekolah, contohnya. Bahkan dua orang pengajar, sudah memberi tahu padanya terkait apa yang terjadi di sekolah dan menyarankan agar Botchan tak perlu selalu berkata jujur.

Ini berlawanan dengan prinsipnya. Itulah kenapa dirinya sangat marah terhadap apa yang terjadi di desa tersebut. Namun, kegigihan Botchan untuk memiliki pendapatan sebenarnya dikarenakan satu hal, dia ingin sekali mewujudkan keinginan Kiyo yang berharap bisa tinggal bersama Botchan di rumah yang dia miliki sendiri. Keyakinan dari Kiyo inilah yang membuatnya berjuang meski tempat dimana dirinya bekerja terasa sangat menyebalkan.

Hal umum di desa yang saya lihat pada masa itu, seperti nikah muda. Ketika Botchan ditanya oleh sepasang suami-istri usia lanjut, yang merasa heran mengapa dirinya tidak membawa serta istrinya. Sementara usianya bagi mereka sudah sepatutnya memiliki istri.

"Tempat ini terlalu kecil untuk menyimpan rahasia." ~ Hal 125

Betul, penyebaran rahasia di desa ini cukup cepat. Sampai-sampai hal kecil pun bisa diketahui oleh seluruh orang di desa. Bahkan beberapa hal yang seharusnya menjadi hal sangat rahasia, jika melibatkan dua orang atau lebih, maka itu bukan lagi rahasia karena tentunya sudah menjadi milik umum orang-orang di desa tersebut.

Dalam novel ini ada beberapa tokoh yang menjadi sosok yang akan kita lihat seperti bermuka dua. Sosok inferior dan superior. Sehingga banyak orang di desa pun tidak ragu untuk meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh para superior ini, meski kemudian Botchan yang selalu berapi-api meski sudah diperingatkan oleh Kiyo melalui suratnya, sangat teramat menentang hal tersebut.

"Kau selalu berusaha memulaia pertengkaran. Dasar tipikal orang Edo - bermulut tajam dan mudah marah." ~ Hal 157


Melalui dialog-dialog antara Botchan dan tokoh lainnya, bisa terlihat betapa karakter lelaki ini sangat kuat dan keras kepala. Namun tetap memiliki pendirian sebagai seorang lelaki, sangat baik hati pada orang lain. Dirinya bahkan selalu berusaha untuk menjadi sosok yang apa adanya, sesuai dengan bagaimana dirinya dan tanpa takut menjadi diri sendiri. Seperti dalam dialog ini :

"Oh, kata-kata itu persediaan amunisiku untuk pertengkaran. Aku tidak bisa berbicara sebebas itu ketika berpidato." ~ Hal 168

Aku merasa kasihan kepada Koga, orang itu hanya duduk sepanjang waktu, tampak tidak nyaman, masih mengenakan hakama-nya. Meskipun ini pesta perpisahannya, pikirku, tidak ada keharusan bagi Koga untuk menyiksa diri melihat tarian orang gila setengah telanjang ~ 173


***

Membaca Botchan, membuat saya melihat dari sudut pandang lain, keinginan Soseki untuk menunjukkan bahwa tidak ada salahnya menjadi diri sendiri meski dipandang aneh. Kepribadian Botchan yang memang sejak kecil berbeda dari harapan orangtuanya, tidak membuatnya menyerah. Dia tetaplah Botchan yang berusaha untuk terus berkata jujur, terus berbaik hati hingga memberikan perhatian pada anak muridnya.

Terlihat jelas ketika Botchan berpikir harus mendidik anak-anak yang dipandang nakal olehnya, agar dunia tak diisi oleh manusia yang bahkan tak memiliki tata-krama pada guru. Serta keinginannya mengajar anak-anak tersebut agar hormat dan tetap santun pada siapa saja yang lebih tua dari mereka, namun dengan ketulusan dan kesungguhan. Totalitasnya dalam dunia pendidikan sebenarnya sangat dalam, saat dirinya mengkritik anak-anak tersebut yang baginya sedang berpura-pura hormat dan meminta maaf pada Kepala Sekolah namun bagi Botchan mereka seperti perampok yang berwajah baik di depanmu, namun kemudian menghabisi hartamu.

Kenapa sampul buku ini justru menggambarkan seorang anak lelaki yang digendong? Itu adalah Botchan yang tengah digendong oleh Kiyo. Karena keberadaan sosok Kiyo-lah sebenarnya banyak sikap dan pemikiran Botchan terpengaruh, kebaikannya dan kepercayaan dirinya berasal dari sosok wanita yang merupakan asisten di rumah Botchan kala itu. Wanita yang senantiasa menyisihkan uang untuknya dan mengkhawatirkan keadaannya. 

Ah, membaca Botchan membuat saya terharu, bahwasannya menjadi sosok Ibu itu tidak harus untuk anak yang dilahirkan saja. Melalui Kiyo yang menjadi sosok Ibu bagi Botchan, membuat Botchan tumbuh menjadi anak yang tetap menjadi dirinya sendiri meski dipandang tak layak bagi orang lain.

Postingan Terkait