Bagaimana Cara Ahmad Fuadi Menulis Buku Yang Selalu Penuh Dengan Pesan Moral Dan Menggugah



Tips Menulis Novel Dari Ahmad Fuadi



Keseruan Asean Literary Festival tahun 2017 ini, membuat saya flashback ke tahun-tahun sebelumnya, saat ALF baru pertama kali digelar. Itu adalah kali pertama saya jatuh cinta dengan acara yang mengedukasi tentang segala hal berbau Sastra dan Buku. Kegiatan seperti ini jugalah yang benar-benar terjun secara langsung untuk memberikan semangat literasi bagi para pengunjung yang hadir di acara ini.

Pun, demikian dengan ALF yang diadakan tahun ini, bertempat di Kota Tua, dimana pengunjung di sana lebih banyak karena bercampur dengan para pengunjung museum yang akhirnya ikut tertarik dengan kegiatan ini. Bahkan, ketika saya tengah menghadiri Soft Launching novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi, beberapa turis asing tampak antusias dan mereka penasaran dengan apa yang sedang ada di Batavia Market ini.

Kenapa bisa begitu? Karena pengunjung lain - turis lokal - yang memang berniat sekali untuk mendengarkan secara langsung tentang apa buku Anak Rantau, memadati ruangan. Bahkan ada yang bela-belain datang dari Jogja, dari luar pulau Jawa. Sampai mereka tak kenal lelah meski sepanjang acara harus berdiri. Salut!

Di tulisan ini saya ingin menyampaikan sedikit informasi yang dibagi oleh Bang Fuadi, saat bercerita tentang buku terbarunya. Yang menarik dan ingin sekali saya buat catatannya dan saya bagikan kepada teman-teman semua. Yaitu berkaitan dengan Bagaimana Cara Ahmad Fuadi Menulis Buku Yang Selalu Penuh Dengan Pesan Moral Dan Menggugah. Apa rahasianya? Tentu, sesuatu yang tampak tidak terlihat akan selalu menjadi misteri. Nah, misteri ini dibagikan oleh beliau kemarin di Batavia Market.


Simak beberapa rahasia menulis Ahmad Fuadi di bawah ini, ya.


Bang Fuadi Mengakui Bahwa Writing Block Itu Ada


Beliau memang tidak mengatakan, "eh saya sedang terkena writing block, nih." Tidak. Tapi, saat acara baru saja dimulai dan mungkin baru mencapai beberapa menit awal, beliau mengakui alasan kenapa novel ini memakan waktu selama 4 tahun lamanya. Yaitu timbulnya rasa malas yang kerap kali menjadi momok menyeramkan bagi para penulis pemula.

Saya pun pernah mengalaminya. Jadi, momok rasa malas ini sering diakui sebagai Writing Block, alias keadaan yang membingungkan antara ingin melanjutkan cerita dengan scene yang seperti apa? Tapi, Bang Fuadi menegaskan kembali, sebagai sebuah jawaban bagi para penulis pemula, bahwa Rasa Malas Harus Segera Dihadapi. Bukan Dihindari.

Itulah kenapa para penulis kawakan, senior, apalah itu disebutnya. Mereka berani untuk menghadapi rasa malas alih-alih menghindari, kemudian memecut diri sendiri untuk segera bergegas kembali menyelesaikan apa yang sudah dimulai.



Konon Bang Fuadi Membuat Mind Mapping Untuk Tulisannya


Tahu kan bentuk Mind Mapping? Kalau dulu saya menyebutnya pikiran berakar, hehehe. Nah, metode ini memang banyak digunakan oleh para penulis, entah itu penulis novel sampai penulis artikel. Saya menyinggung sedikit seorang penulis bernama Dee Lestari, yang bahkan membuat bagan secara utuh dan panjang serta besar, dalam pengembangan novel terakhirnya Intelegensi Embun Pagi.

Dan, ternyata bang Fuadi juga membuat Mind Mapping selama proses penulisan Anak Rantau ini, gaes! Jadi, bagi kalian yang tengah kebingungan membuat struktur atau kerangka tulisan, mungkin bisa dicoba dengan teknik mind mapping ini. Apa saja isinya? Tentunya segala macam detil tentang latar novel, waktu, bahkan sebisa mungkin mind map karakter dibuat terpisah sehingga bisa digali lagi karakter tersebut agar mampu membuat karakter yang kuat.

Terutama di novel Anak Rantau ini, yang menggunakan Multi POV, tentunya bagi penulis pemula akan sangat menyusahkan kalau tidak pandai-pandai menggali para karakter melalui sudut pandang mereka. Nah, ini dia nih rahasia dari Bang Fuadi kenapa bisa membangun karakter yang kuat sehingga mampu membayangi dan menyatroni pembacanya meski bukunya telah usai dibaca.




Berani Menulis Issue Yang Sesuai Fakta Dan Eksplorasi Kenyataan


Ide terdekat dan melimpah itu sebenarnya yang ada di sekeliling kita, betul atau benar? Tenang, ini bukan hasil pemikiran saya, tapi dari banyak para penulis senior yang menasihati rombongan penulis pemula seperti saya ini. Saking melimpahnya, banyak penulis pemula yang menjadi kebingungan akibat limpahan ide ini. Tapi, sebenarnya kita bisa mengeksplorasinya dengan cara yang unik.

Seperti bang Fuadi, yang mengangkat kisah, pengalaman, pemikiran dari sosok Anak Rantau. Apalagi beliau mengakui kalau dirinya pun seorang anak rantau. Yang kemudian menginspirasinya untuk menulis buku ini. Jangan salah, meski bang Fuadi adalah sosok anak rantau, tapi beliau tetap mewawancarai narasumber yang merupakan anak rantau.

Nah, selain itu, fakta-fakta yang beliau angkat dalam novel ini, merupakan hasil wawancara dengan seorang Intelegen terkait narkoba! Iya, beliau mengangkat fakta ini sebagai sebuah rekam jejak untuk menegaskan bahwa kisah ini terjadi dan nyata. Bukan sekedar omong kosong. Terbukti dimana jalur masuk narkoba paling tampak itu di dua daerah di Sumatera. Selain itu, ada beberapa fakta lain yang juga terjadi di seluruh pelosok negeri kita yang dicintai.

Keunggulan menulis cerita yang berdasarkan kisah nyata merupakan kekuatan sebuah novel. Ini yang bisa membuat seorang pembaca menyadari sesuatu yang sempat terlupa, membuat seorang pembaca mendapatkan informasi yang mungkin baru mereka tahu, serta banyak hal lain yang bisa diambil oleh seorang pembaca melalui sebuah tulisan.


Latar Sebuah Novel Jangan Diabaikan. Gali Terus Latar Ceritamu Dengan Panca Indramu


Ada yang suka membaca karya sastra klasik? Coba baca The Golden Road karya Lucy Maud Montgomery. Di situ latar pulau Edward dideskripsikan dengan sangat baik sehingga menjadi kekuatan penuh dari ceritanya. Pun, demikian dengan bang Fuadi yang ternyata benar-benar mengunjungi langsung tempat latar cerita Anak Rantau, sampai berinteraksi dengan penduduk sekitarnya.

Ibaratnya, beliau tengah ikut residensi penulis, dimana memang difokuskan untuk merenung dan menulis. Tidak dilewatkan pula dalam menggali latar cerita, yaitu menggali pula adat dan kebiasaan daerah setempat. Nah, bagi penulis pemula, menggali latar dan budaya itu merupakan sebuah kemudahan jika mau melihat ke sekitar. Karena, tentunya dimana kita tinggal, pasti akan berbeda juga budaya dan kebiasaannya.

Cobalah untuk menggali latar, waktu sampai budaya masyarakat setempat untuk memperkaya novelmu. Sehingga pembaca bisa membayangkan, bagaimana tempat yang menjadi lokasi cerita. Jadi teringat dengan novel lain seperti Narnia, dimana C.S Lewis juga menggali latar cerita sampai kebiasaan di Narnia yang berbeda dengan detil sehingga terngiang-ngiang oleh pembacanya - pun oleh saya pribadi.

Jika dirasa bahan untuk menggali latar dan budaya ini kurang, jangan pernah malu untuk melakukan riset. Karena Bang Fuadi pun sampai mewawancarai tokoh setempat, mewawancarai beberapa tokoh yang berkaitan, sampai melihat dengan seksama apa-apa saja kebiasaan warga setempat yang bisa menjadi kekuatan dari cerita ini.



Carilah Pasangan Atau Orang Yang Bersedia Membaca Karyamu Dan Memberikan Masukan


Buat saya pribadi, ini hal yang tricky karena tidak semua orang bersedia untuk membaca karya mentah dari seorang penulis. Tapi, hal yang patut dijaga adalah kalau kalian sudah menemukan sosok yang bersedia membaca naskahmu kemudian 'membantainya', plis jaga orang itu jangan sampai lolos :D.

Karena, kita membutuhkan sudut pandang orang lain terkait cerita yang kita bangun. Kalau belum menemukan sosok yang tepat, bisa jadi editor dari penerbit dijadikan sahabat dekat dalam membedah karya mentah. Tapi, kalau belum ketemu editor, bisa juga meminta masukan dari beberapa penulis yang membuka kesempatan untuk pendampingan menulis novel.

Demikian pula Bang Fuadi yang ternyata punya orang-orang yang bersedia membaca novel ini. Seperti bang Miftah yang ternyata sudah membaca naskah mentah Anak Rantau dari sebelum dibedah habis-habisan sampai bisa diterbitkan di Falcon Publishing. Ini menegaskan juga, bahwa seorang penulis profesional seperti bang Fuadi pun tidak malu untuk menunjukkan naskah mentahnya dan mau menerima segala macam hal yang memang perlu dibenahi dalam cerita.



***


Tidak dapat dipungkiri bahwa karya-karya Ahmad Fuadi itu sangat bagus. Kompleks dari segi strukturnya. Tapi, jangan salah, dalam novel yang mengangkat kisah anak rantau ini, juga mengangkat pesan tentang memaafkan dan melupakan. Dimana menurut Mas Miftah, tersemat pula ragam pembelajaran hidup atau pesan moral yang bermanfaat bagi pembaca. Namun, diwakili melalui sosok karakter di novel tersebut sehingga tidak terkesan menggurui.


Anak rantau



Keseruan acara kemarin memang membuat kami para peserta yang hadir merasa puas. Jangan salah, antrian untuk minta tanda tangan penulis pun mengular. Semoga saja apa yang sudah dibagikan oleh bang Fuadi bisa bermanfaat untuk saya. Siapa tahu abis ini Ipeh mau nulis novel lagi dan menunjukkan pada khalayak, enggak disimpan saja. Hehehe.




Happy Reading!








Postingan Terkait