In a Blue Moon - ilana tan



In a Blue Moon. Tentang Sophie Wilson yang bertemu kembali dengan Lucas Ford setelah sepuluh tahun mereka tidak bertemu. Perpisahan waktu dulu, justru meninggalkan rasa sakit yang terus disimpan oleh Sophie. Tidak ada alasan rasanya untuk memaafkan apa yang diperbuat oleh Lucas Ford selama masa SMU.


Novel ini merupakan novel ke-6 yang saya baca, ditulis oleh Ilana Tan seorang penulis Indonesia. Kebanyakan orang yang baru membaca karya-karyanya akan menyangka kalau novel tulisannya merupakan terjemahan. Karena bahasa yang digunakan dalam novel ini seperti bahasa terjemahan.


Sebelum saya lanjutkan saya akan berikan informasi terlebih dahulu terkait detail buku ini.


Detail Buku

Judul : In a Blue Moon. || Penulis : Ilana Tan || Halaman : 320 || Cetakan : 4, April 2015 || Penerbit : Gramedia Pustaka Utama || ISBN : 978.602.03.1462.4


Tabir Rahasia dan Tindakan Bully

Kalau berbicara masalah masa-masa SMA pasti terkenang dengan proses dan kenangan yang pernah berjejak pada masa itu. Tapi, gimana rasanya ketika baru saja menginjak kelas satu SMA, kemudian berteman dengan seorang anak cowok yang di kemudian hari menyebarkan sebuah berita yang menyesakkan dada?


"Apakah kalian tahu dia anak adopsi dan dia tidak tahu siapa orangtua kandungnya?" (Hal 37)


Berita inilah yang menjadi awal Sophie membenci Lucas Ford. Sebuah tabir yang ditebarkan melalui desas desus ke seluruh penjuru sekolah. Hingga akhirnya Sophie menjadi korban bullying. Dijauhi oleh teman-teman yang awalnya dekat dengannya. Dijegal ketika berjalan oleh salah satu dari tiga anak yang dia dengarkan berbincang di sebuah kelas kosong.


Kehidupan yang tidak diinginkan oleh anak manapun, dan Sophie juga tidak menginginkannya. Hingga rasa bencinya pada Lucas melekat terus hingga dia dewasa. Kemudian hari bertemu kembali dengan Lucas dalam sosok dewasa, namun tak meluluhkan rasa bencinya.


Siapa pun akan merasa tidak nyaman ketika menghadapi bullying, baik di sekolah, tempat kuliah, tempat bekerja atau dimana pun. Namun, masalahnya adalah pelaku bullying seringnya melakukan hal tersebut untuk 'menyelamatkan' dirinya sendiri. Ketika itulah maka dia tak lagi peka terhadap kemungkinan apa yang akan terjadi pada korbannya.


Lebih seringnya, setelah masa itu berlalu, pelaku bullying akan tetap merasa benar dan tak bersalah. Hanya karena dia anggap bahwa posisinya saat itu tidak aman, sehingga membutuhkan orang lain sebagai tumbal. Dan bullying memang sepaerti lingkaran setan yang akan berputar seperti itu terus-menerus.


Kalau ada pembaca lain yang berpikir, kenapa hanya masalah anak adopsi saja bisa menjadi tindakan bully? Saya hanya bisa menjawab, bahwa kasus bully bahkan bisa berakar dari hal lain yang dianggap sederhana oleh orang lain. Kita berbicara tentang kapasitas, tidak semua orang nyaman ketika dibahas tentang hal pribadinya, terkadang mereka ingin orang lain menerima apa yang tampak tanpa mencampur adukkan dengan hal pribadi.

Demikian juga dengan Sophie yang tak ingin dibahas hingga disebarkan segala hal tentang kehidupan pribadinya. Karena, apa saja yang membuat orang lain tak nyaman untuk dibicarakan itu bisa menjadi perkara yang tidak bisa dikatakan mudah.


Pendapat Pribadi

Membaca novel ini membuat saya seakan-akan disajikan template film. Film versi luar negeri pastinya dan masih belum bisa terbayang jika diangkat ke layar lebar di Indonesia. 

Juga sedikit kurang sejalan, karena Sophie dengan mudahnya memaafkan Lucas dan jatuh ke pelukannya. Meski bagi beberapa pembaca, Sophie sudah berusaha mati-matian mengukuhkan hatinya agar tetap membenci Lucas, sih. Tapi tetap saja saya masih kurang sreg, karena akibat dari perbuatan Lucas saat remaja itu sungguh bukan hal yang enteng.

Serta, selama membaca novel ini rasanya tidak ada yang membekas dalam benak saya, seperti bacaan sekali habis yang tidak perlu diambil pusing atau dipikirkan bagaimana kelanjutan tokoh-tokohnya. Jadi, saya pribadi menganggap memang ini bacaan santai sambil duduk di teras rumah kala sore menjelang.

Selain itu ada beberapa hal yang saya pelajari melalui tulisan Ilana Tan. Untuk tema, memang saya tidak begitu antusias sehingga membuat rasa penasaran saya terus digali. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, tidak ada sesuatu yang tertinggal dan mengena bagi saya.

Tapi, untuk teknik penulisan, saya akui Ilana Tan mampu menuliskan alur cerita dengan baik. Untuk tokoh, memang sedikit kurang bagi saya, ketika Sophie dan Lucas berdialog, selalu saja saya masih bisa merasakan tidak ada perbedaan antara mereka. Tapi, untuk tokoh Miranda, saya akui dia memiliki karakter yang lumayan kuat.

Selain itu, setiap adegan yang ditulis oleh ilana tan, rapi. Tertata dengan baik, menurut saya. Sehingga akhirnya saya putuskan untuk menulis tips menulis seperti ilana tan dari kacamata saya sebagai pembaca.





Tips Menulis Seperti Ilana Tan (Sebuah Asumsi)

Kalau pembaca sedang ingin belajar menulis, terutama kategori fiksi, saya sedikit ingin menuliskan beberapa asumsi saya dari cara Ilana Tan menulis. Siapa tahu bisa membantu.


1. Siapkan dulu kerangka ceritamu. Secara keseluruhan, agar nantinya bisa membantu kamu dalam menentukan adegan per adegan.

2. Siapkan juga tokoh-tokoh dalam ceritamu, seperti apa dia terlihat, bagaimana sifatnya. Semua tokoh harus memiliki detil masing-masing, termasuk tokoh pendukung.

3. Pinjam adegan atau tokoh atau deskripsi dari film atau buku lain. Jika kamu ingin belajar cara membuat tokoh yang kuat, alur yang hebat atau deskripsi setting, kamu bisa meminjamnya dari buku atau film lainnya. 

Ingat meminjam! Jadi, ketika kamu sudah menemukan 'feel' tersendiri dari sesuatu yang kamu pinjam, kamu bisa ubah dengan tulisanmu sendiri.

Pernah menonton Finding Forrester? Jika belum, tonton saja. Di situ Forrester mengajarkan bagaimana cara menulis sebuah cerita tanpa kesulitan. Di situ pulalah, dia meminjamkan paragraf pembukanya sebagai awal untuk membantu mengeluarkan ide dan menemukan ritme menulis tersendiri.

4. Mulailah menulis. Jangan tunggu nanti-nanti, karena tulisanmu tidak akan selesai kalau ditunda. Jadi, lanjutkan tulisanmu, jangan pernah takut salah selama itu masih belum selesai dan masih menjadi draf tulisan.


5. Jangan lupa untuk mengembalikan apa yang sudah kamu pinjam. Bukan berarti setelah meminjam terus tidak kamu ubah, nantinya akan menjadi permasalahan buat kamu karena bisa dituduh sebagai plagiat.


Seperti itulah asumsi saya tentang teknik menulis dari Ilana Tan, yang tampaknya dia juga belajar menuliskannya melalui beberapa buku yang pernah dibaca atau film yang pernah ditonton. Meski begitu, tidak ada salahnya mencoba menulis seperti Ilana Tan, asal tema yang diangkat tidak itu-itu melulu :D.


Sebelum Ditutup


Ada pembuka ada pula penutup. Sebelum menutup tulisan ini, saya ingin berterima kasih pada @iyasCoveRy yang sudah membelikan saya buku ini. Entah sudah berapa tahun buku ini mengendap di rak bukunya. Dan, tak mau menyia-nyiakan lagi, segera saja saya baca dan tuntaskan membaca novel pemberianmu. Agar kamu senang, Yas.


Terima kasih bagi pembaca yang mau meluangkan waktunya untuk membaca tulisan saya. 

Salam Sejahtera :)

Postingan Terkait