Daun daun Bambu

Daun daun Bambu



Daun daun Bambu - Yasunari Kawabata bagi khalayak pembaca sastra di Indonesia sekarang bukanlah sosok yang asing. Dalam ulasan Jacob Sumardjo yang dirilis tahun 1985, Kawabata menempati tempat yang spesial : dia tercatat dengan porsi terjemahan paling banyak. Menurut kutipan dari kata pengantar Cep Subhan, Kawabata merupakan seorang penulis yang unik dan keunikannya tidak akan segera diketahui kecuali kita sudah selesai membaca tulisannya. Orang cenderung mengatakan bahwa Kawabata adalah penulis yang bergerak dari naturalis ke impresionis.


Tapi suatu cerita yang apa adanya bukanlah berarti bahwa ia adalah cerita tanpa makna ~ Cep Subhan.


Pidato Penerimaan Hadiah Nobel


Dalam Esai "Pandangan Mata Saat Sekarat", Kawabata mengatakan : "Betapapun seorang teralienasi dari dunia, namun bunuh diri tetaplah bukan sebuah bentuk pencerahan. Betapapun mengagumkan, namun orang yang memutuskan bunuh diri tetaplah jauh dari dunia orang suci." (10).


Sahabatnya, pendeta Ikkyu telah dua kali melakukan kontemplasi bunuh diri. Meski beliau merupakan orang yang paling menyenangkan bagi anak-anak kecil. Kenyataan bahwa Ikkyu adalah Pendeta Zen yang paling keras dan penuh renungan, serta merupakan putra Sang Kaisar yang memasuki kuil pada usia enam tahun. Namun, saat itu pula ia bermasalah dengan keraguan terdalam tentang agama dan kehidupan (11).


Tak ada dunia Buddha tanpa dunia setan. Dan dunia setan adalah dunia yang sukar dimasuki. Bukan sebuah dunia untuk orang berhati lemah. Jika Buddhisme secara umum terbagi dalam dua kelompok besar yaitu berbagai sekte yang mempercayai iman sebagai penyelamat dan berbagai sekte yang mempercayai usaha perseorangan sebagai penyelamat, maka tentulah ada ungkapan keras dalam tradisi Zen yang mendesak ke arah keselamatan dengan usaha sendiri (13).


Dalam Zen tak ada pemujaan terhadap sesuatu yang berbentuk. Zen memiliki patung sesembahan, tapi di aula tempat sejumlah besar orang bermeditasi, tak ada patung atau lukisan Buddha, tidak ada pula kitab suci. Si murid Zen duduk berjam-jam lamanya dalam meditasi, memasuki keadaan tenang, kemudian terpisah dari diri dan memasuki alam ketiadaan. Si murid harus selalu menjadi tuan bagi pemikirannya sendiri dan musti mencapai pencerahan melalui usaha sendiri. Pencerahan tidak datang dari pengajaran, melainkan melalui terjaganya mata batin. Kebenaran adalah "kata-kata yang terbuang", "kesunyian seperti ledakan petir" (14).


*Rangkuman halaman 1 - 24. Bab Pidato Kawabata *






Burung-burung dan satwa liar


"Suara kicauan burung-burung membangunkannya dari lamunan." ~ 27

Tema yang diangkat pada cerpen ini yaitu : Tentang seorang lelaki yang memiliki kegemaran terhadap binatang, terutama burung. Memiliki kesesuaian dengan judul, yang kemudian sejalan juga dengan pemahaman bahwa Cerita yang biasa juga memiliki Makna.


Jika dibaca dari awal - kata pengantar Sang Editor - akan ditemui bagaimana cerita ini dikemas dan tentang apa. Bung Cep telah memaknai cerita pendek ini dengan sebuah 'kesepian' yang dirasakan oleh seorang Lelaki. Tentu saja Lelaki ini termasuk mampu, bagaimana tidak? Dia memiliki pembantu lelaki, kegemarannya membeli burung-burung dan binatang lain - dalam hal ini anjing - menjadi bukti bahwa sang Lelaki merupakan sosok yang mapan.


Hanya saja, si Pembantu sering berkeluh kesah terhadap kegemaran majikannya ini. Lemari penyimpanan juga menjadi singgasana sangkar burung yang kemudian akan ditemukan mati. Tapi, tidak segera dikubur atau dibuang. Awalnya, kematian kedua burung di dalam sangkar yang sama sekali tidak dibuang hingga menjadi bangkai, membuat sebuah pencerahan dalam diri sang Lelaki.


Konflik yang terjadi merupakan pertikaian dalam batin sang Majikan Lelaki, melalui sudut pandangnya sudah pasti, sehingga pembaca bisa mengeksplorasi bagaimana kondisi hati dan pikirannya. Seperti apa sesungguhnya kegemarannya pada seekor burung. Dan, jika dibaca dengan teliti, segala kegemarannya bermuara pada satu titik yang menjadi poros kehidupannya baik dari masa lalu hingga ke masa saat ini.



Sang Juru Makam


"..karena upacara pemakaman sering memberi inspirasi kepadaku untuk memperhitungkan hidup dan matinya orang-orang terdekatku." ~ 72


Pada cerita ini, tema yang diangkat adalah kisah seorang Pemuda yang mendapat julukan Sang Juru Makam. Sosok yang akan sangat khidmat dalam berdoa untuk sosok yang telah mati. Orang lain selalu mengira dia lebih 'alim' karena kesungguhannya.


Lelaki ini tinggal bersama kerabatnya setiap liburan sekolah. Dia menghabiskan waktu bersama sepupu-sepupunya, kemudian datanglah saat dimana ia diundang pada acara pemakaman seorang nenek tua yang sudah memiliki cucu, dimana sang cucu banyak yang sudah berusia 30 tahun. Penampilannya yang tenang serta pembawaannya yang tetap menunjukkan bahwa dia sangat berduka, menjadi contoh bagi sepupu yang lain.


Dan meski dia mendapat julukan Sang Juru Makam yang khidmat, sesungguhnya ada kisah lain yang membuatnya tak bisa merasakan khidmat saat menghadiri pemakaman. Yang membuat pembaca menengok ke balik lembar kisah hidupnya.



Catatan Pribadi


Membaca cerita pendek karya Kawabata, seakan mengikuti perenungan dari perjalanan hidup setiap tokoh ceritanya. Bagaimana pada diri setiap manusia selalu memiliki masa lalu yang menjadikannya seperti masa kini. Masa lalu yang membuat pilihan serta bagaimana para tokoh mengambil keputusan bagi hidup mereka.


Setiap makna yang dapat diambil dalam 7 cerita pendek dalam buku ini. Merupakan pembelajaran dari perenungan, seolah apa yang dikatakan Ikkyu sang pendeta Zen, benar adanya. Bahwa pencerahan itu bukan sesuatu yang diberikan tapi merupakan pencapaian dari sebuah usaha.

Ada lima Cerpen lain yang dimuat dalam buku ini, yaitu

1. Kota Yumiura
2. Tahi Lalat
3. Burung Higara
4. Burung Kakesu
5. Daun-daun Bambu


Kalau boleh melenceng, ketika membaca nama Ikkyu, saya spontan teringat dengan biksu Ikkyu San yang menjadi tokoh dalam serial Manga yang pernah saya saksikan di televisi. Hampir sama dengan pendeta Ikkyu, ketika Ikkyu San melakukan meditasi untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diutarakan lawan bicaranya. Kemudian apa lagi kesamaannya ?

1. Ikkyu San juga sama dengan Pendeta Ikkyu, sama-sama disegani dan ramah serta lucu.


2. Perenungan yang dilakukan sambil meditasi merupakan bentuk usaha untuk mencari pencerahan, ini juga dilakukan Ikkyu San.


3. Ikkyu San juga dikisahkan sebagai anak dari pasangan orang tua yang terpandang.


4. Ikkyu San dan Pendeta Ikkyu sama-sama memulai kehidupan kanak-kanaknya di dalam kuil.



Detil Buku


Judul : Daun - daun Bambu | Penulis : Yasunari Kawabata | Halaman : 154 | Penerjemah : Nurul Hanafi | Editor : Cep Subhan | Cetakan : Pertama, Desember 2015 | Penerbit : EA Books | ISBN : 978.602.1318.19.5

Postingan Terkait