The eyes of the dragon

The eyes of the dragon - Kemampuan mendongeng Stephen King sudah tidak diragukan lagi. Dalam pencapaiannya selama ini melalui sastra, King sudah menorehkan karyanya sebagai salah satu tulisan yang tidak bisa dianggap remeh. Beberapa bukunya bahkan sudah diadaptasi ke layar lebar. Bagaimana dengan buku The Eyes of the Dragon ?




Kartu Tanda Buku

Judul : The Eyes of the Dragon || Penulis : Stephen King || Halaman : 472 || Versi : Buku || Bahasa : Indonesia || Diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama || ISBN : 9789792285321


***


Kisah yang memilili latar waktu dimana Raja merupakan pemimpin tertinggi, di sebuah kota bernama Delain. Ini dongeng yang klasik tentang Naga-kesatria-dan penyihir. Melalui kehidupan Raja Roland beserta keluarganya. Tentang adik-kakak, tentang penyihir yang dijadikan penasihat. Juga asal muasal kepala naga di ruang istirahat Raja.

Sebelum saya ceritakan sedikit tentang apa novel ini, ada yang membuat saya tertarik, yaitu layout dalam novel ini yang disertai dengan gambar hitam-putih, mewakili kejadian dalam cerita. Meski hanya sekitar 20%, gambar-gambar tersebut tampak pada beberapa halaman novel, tapi tetap saja, ini mengingatkan saya pada novel fantasi. Dan ini kejutan, karena biasanya King akan menuturkan cerita yang berbau psikologis, misteri, atau juga horor.



Memang masih ada misteri dalam setiap novelnya, namun dalam bentuk berbeda. Dan, di novel ini, misterinya disajikan dalam bentuk teka-teki terkait mata naga, ruang rahasia, serta pembunuhan Raja Roland. Sebuah dongeng, yang ia tulis untuk anaknya, Naomi King, ini sungguh mengejutkan saya. Apalagi, kenyataan bahwa novel ini selesai pada tahun 1987 dan baru diterbitkan di Indonesia pada tahun 2012. Waktu yang lama untuk menunggu novel ini, tampaknya.

Seperti pembuka kisah dongeng pada umumnya, King menyapa pembaca dengan kalimat, "Dulu, di kerajaan bernama Delain, hiduplah seorang Raja dengan dua putra." Sampai di sini, kalau pembaca belum mengenal King, mungkin akan berhenti karena menganggap: ah, ini terlalu membosankan. Apalagi diikuti kalimat berikutnya, "Delain adalah kerajaan yang sangat tua dan telah diperintah oleh ratusan Raja," Jujur saja, kalau pembaca yang belum mengenalnya, mungkin akan mengira kalau novel ini seperti dongeng biasa saja. Tidak ada yang spesial. Bukankah dalam pelatihan penulis yang sering diadakan, senantiasa menyertakan sebuah kalimat bahwa kalimat pembuka haruslah sesuatu yang akan membuat pembacamu penasaran. Jadi, dimana letak penasaran dari pembuka tulisan King? Kalau saya yang ditanya, akan saya jawab : karena Roland adalah "Raja yang sedang-sedang saja". Ini membuat saya penasaran, umumnya Raja akan digambarkan : bengis, pemberani, tampan, bijaksana dan segala macam sifat yang menonjol. Namun, Roland justru biasa-biasa saja.

Saking biasanya, Roland digambarkan secara fisik sebagai lelaki tua yang pendek, berkaki bengkok serta jari tangannya juga bengkok. Dan gemar meminum-minuman keras. Apalagi, pada usia 50 tahun dia bahkan belum menikah sehingga pihak kerajaan merasa khawatir karena belum ada pewaris takhta. Berkat saran Flagg, si penyihir yang menjadi penasihat kerajaan, Roland menikahi Sasha.
Saat malam pertama, ada lelucon yang menggambarkan betapa lugu sosok Ratu Sasha ini. Ketika Roland berhadapan dengannya tanpa sehelai baju atau kain menutupi, Sasha justru bertanya pada suaminya, benda apa itu? Pada mulanya, Roland adalah lelaki yang tidak pernah mencintai wanita lain selain ibunya. Tapi, setelah mengetahui keluguan Sasha, timbullah rasa cinta di dalam dirinya, dan cinta ini juga yang tumbuh pada rakyat Delain.

Ada ramuan-ramuan khusus yang dibuat Flagg untuk Roland. Ramuan yang membuat Raja Delain itu merasakan sensasi yang aneh, sehingga mau menghabiskan waktu bersama Sasha. Rasa cinta Roland pada Sasha, tidak membuatnya justru menghabiskan malam bersama sang Ratu. Roland bahkan hanya menghampiri Sasha sebanyak 6 kali setahun. Ini yang membuat Flagg juga gelisah, karena belum juga memiliki anak. Dan ramuan tersebut membuat Roland menghabiskan waktu di tempat tidur Sasha.
Baiklah, setelah akhirnya usaha Flagg agar sang Raja memiliki keturunan sempat 'hampir' gagal.

Akhirnya Raja memiliki ahli waris. Anak pertama bernama Peter dan yang kedua bernama Thomas. Setelah melahirkan Thomas, Sasha meninggal dunia, dan anak keduanya ini tidak pernah merasakan kasih sayang sang ibu. Dilihat dari bentuk fisik yang digambarkan, bahwa Peter lebih mirip dengan ibunya, dia tampan, pemberani, dan pandai. Sementara Thomas, persis seperti Roland, dan itu membuatnya tidak bangga.

Tentang Flagg, penyihir yang berjuang agar Roland memiliki ahli waris. Dia tidak sebaik itu, karena pada dasarnya, ia berniat untuk meneruskan usahanya berbuat buruk melalui orang lain. Dalam hal ini, Raja Roland yang sudah bertahun-tahun menjadi budak kesesatan Flagg dengan menerapkan peraturan yang memberatkan rakyat. Inilah yang membuat Flagg ketakutan kalau-kalau Delain tidak memiliki raja. Niatnya untuk menghancurkan Delain tidak bisa dia lakukan sendiri tanpa bantuan dari sang Raja.

Jadi, bisa dikatakan, tokoh-tokoh dalam novel ini bukan karakter yang bisa dinilai dari beberapa halaman saja. Justru dongeng di sini, menekankan pada penilaian tentang Peter dan Thomas. Sebaik dan sepandai itukah Peter? Seburuk dan sebenci itukah Thomas? Meski digambarkan ketika masa kanak-kanak, rasa iri Thomas berlebihan akibat Peter terlalu pandai dan terlalu menonjol dalam berbagai hal. Tapi, ada banyak hal juga yang menyiratkan kalau segala tragedi justru 'terselamatkan' oleh Thomas.

Dan, tentang kepala naga. Jadi, suatu ketika Raja Roland berhasil mengalahkan Naga. Seluruh tubuhnya dibersihkan, dan dijadikan hiasan di ruang istirahat pribadinya. Tapi, di balik rongga kosong pada kepala naga, dibuatlah ruangan khusus, rahasia yang sempit dan tidak banyak diketahui. Disebut rahasia karena biasanya pada bangunan istana selalu saja ada ruangan yang dimaksudkan untuk tujuan tertentu. Dari sinilah, dari mata si Naga, Thomas melihat apa yang tak ingin dilihatnya.

Hal yang paling mengejutkan dari dongeng ini adalah akhir ceritanya. Juga cara King menulis, setiap kali dia menampilkan karakter salah satu tokohnya, dia akan menyertai sebuah selaan seperti "nanti saja diceritakan" atau "dia bukan anak yang jahat". Seakan menyela pembaca ketika hampir menilai tokoh-tokohnya. Mengganggu? Justru ini yang membuat saya gregetan, atau mungkin karena saya memang menyukai tulisan-tulisannya, sehingga tidak terganggu. Tapi, kalau ditanya apakah ini cerita yang sama dengan Hobbit atau sejenisnya? Saya akan bilang : Tidak sama. Karena ini kisah perjalanan dua kakak-beradik dalam menyelamatkan Delain. Got it ?


See ya !


@ipehalena

Postingan Terkait